Para peserta FGD menekan korban jumlah korban. (Foto: Istimewa) |
NET - "Di tengah ancaman gempa bumi yang beruntun,
masih ada sejumlah permasalahan serius yang harus dituntaskan ke depan. Salah
satunya adalah banyaknya bangunan rumah tinggal yang tidak menerapkan konsep
bangunan tahan gempa," ujar Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan
Peringatan Dini Tsunami BMKG Daryono, Kamis (18/10/2018).
Hal itu dikatakan Daryono acara FGD dengan tema
"Sinergi Sistem Mitigasi Dalam Upaya Meminimalisasi Dampak Bencana
Alam", di Hotel Amarosso Cosmo, Jalan Pangeran Antasari No. 9, Cilandak,
Jakarta Selatan.
Daryono mengungkapkan jadi hidup itu harus harmoni dengan
alam. “Kita harus siap menghadapi ancaman bencana. Sebab, kita punya 295 sesar
aktif atau patahan. Semua harus kita siapkan menghadapi bencana yang bisa
terjadi sewaktu-waktu,” tutur Daryono.
Akibatnya, kata Daryono, saat terjadi gempa rumah roboh dan
menimpa penghuninya sehingga menimbulkan korban jiwa. Parahnya lagi, bencana
susulan seperti stunami, kebakaran, tanah longsor sehingga menimbulkan lebih
banyak korban jiwa.
Sementara itu, Kepala Divisis (Kadiv) Humas Polri Setyo
Wasisto mengatakan Indonesia menjadi salah satu negara yang sangat rawan
terhadap berbagai bencana alam seperti gempa bumi, tsunami, gunung meletus,
banjir dan lainya. Hal ini karena secara geografis Indonesia di kelilingi
"cincin api (ring of fire)" sehingga potensi terjadi bencana bisa
terjadi sewaktu-waktu.
"Bahkan belum lama ini, Indonesia diguncang bencana
hebat berupa gempa bumi dan tsunami di Palu-Donggala, Sulawesi Utara dan gempa
bumi yang juga terjadi di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Belum selesai penanganan
bencana di Lombok yang berkekuatan sekitar 7 skala richter (SR), Indonesia
kembali diguncang gempa kekuatan 7,4 SR kali ini di Palu, jadi lebih besar dari
Lombok," kata Setyo.
Dalam penanganan bencana di Lombok ataupun di Palu sempat
terjadi chaos kecil karena tidak meratanya bantuan paska bencana yang terjadi
terutama di Palu. Hal ini, karena banyaknya infrastruktur yang rusak, korban
berjatuhan dan juga pasokan BBM dan listrik juga mati.
"Saat seperti ini, masyarakat yang selamat dari bencana
sangat berharap kebutuhan dasarnya terpenuhi. Bencana terjadi sinergi sistem
yang belum maksimal akibatkan penanganan korban tidak cepat, kurangnya alat
berat atau tidak tersedia alat berat yang mengharuskan mendatangkan dari
berbagai daerah sehingga membuat lambat evakuasi," ujarnya.
Setyo mengungkapkan penjarahan terjadi karena tidak
meratanya penyaluran bantuan ini, terjadi karena koordinasi tidak lancar akibat
lumpuhnya jalur telekomunikasi. Terkait dengan gempa bumi, berdasarkan data
dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Indonesia memiliki 295
sumber gempa patahan aktif.
"Akibatnya potensi terjadi gempa sangat besar, namun
sayangnya tidak ada satu teknologi pun yang mampu memprediksi kapan terjadinya
gempa bumi. Saat gempa terjadi banyak korban jiwa berjatuhan dan berbagai macam
bangunan serta infrastruktur porak poranda seperti yang baru saja terjadi di
Palu dan Lombok belum lama ini," ungkap Setyo. (dade)
0 Comments