Direktur Operasi PT PITS Sugeng Santoso. (Foto: Istimewa) |
NET - Tangerang Public
Transperancy Wacth menuding PT Pembangunan Investasi Tangerang Selatan (PITS)
seolah menjadi broker dalam menciptakan peluang usaha.
PT PITS ditunjuk oleh Walikota Tangerang
Selatan (Tangsel) untuk mengelola Instalasi Pembuangan Air Limbah (IPAL) bekas
German Center di kawasan Bumi Serpong Damari (BSD) City yang tercatat sebagai
aset milik Pemerintah Kota (Pemkot) Tangsel.
Sementara pada praktiknya, pihak
PT PITS sebagai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) menyewakan pengelolaan IPAL
tersebut kepada pihak lain yakni Graha Telkom Sigma.
"Kalau kondisinya seperti
ini (pengelolaan IPAL disewakan ke Graha Telkom Sigma-red) itu sama saja PT
PITS bertindak sebagai broker pemerintah daerah untuk swasta," ujar Aco
Ardiansyah, Koordinator Truth kepada wartawan, Kamis (6/9/2018).
Aco mengatakan merujuk pada
Keputusan Walikota Tangsel Nomor 766/Kep.342/Huk/2017 tentang Persetujuan
Pemanfaatan Tanah dan Bangunan IPAL Milik Pemkot Tangsel oleh Perseroan
Terbatas PITS, maka pengelolaan IPAL eks German Center menjadi tanggung jawab
PT PITS.
Apalagi, kata Aco, dalam Keputusan
Walikota tersebut salah satu diktum menyebutkan tidak diperbolehkan mengalihkan
sebagian atau seluruh tanah dan bangunan IPAL dalam bentuk dan cara apapun
kepada pihak lain.
Dalam Kepwal ini, imbuh Aco, PT
PITS diberikan kewenangan untuk memanfaatkan pengelolaan tanah dan bangunan
IPAL yang dituangkan dalam bentuk perjanjian sewa antara walikota selaku
pemegang kekuasaan pengelolaan barang milik daerah dengan PT PITS dengan jangka
waktu selama 2 tahun dan dapat diperpanjang.
"Dalam pelaksanaannya, PT
PITS menyewakan IPAL kepada Graha Telkom Sigma dengan nilai sewa Rp 35 juta per
bulan. Nah yang jadi pertanyaan, kegiatan usaha yang dijalankan PT PITS inikan
belum menghasilkan produk limbah yang membutuhkan IPAL, lalu mengapa Pemkot
harus menyewakan IPAL tersebut kepada PT PITS," tukas Aco.
Aco beranggapan dalam kasus
tersebut ada kesan Pemkot memposisikan PT PITS sebagai broker. Sejatinya, kata
Aco, Pemkot menyerahkan kewenangan pengelolaan IPAL tersebut kepada Dinas
Lingkungan Hidup (DLH).
Sehingga potensi pendapatan
daerah dari sewa IPAL tersebut dapat maksimal. Karena DLH tentunya sangat
memahami perusahaan mana yang sangat membutuhkan IPAL tersebut.
Bukan hanya dari sisi kepatutan
saja, Aco juga menengarai proses terbitnya Kepwal sebagai dasar hukum
pengelolaan IPAL oleh PT PITS tidak melalui mekanisme sebagai mana mestinya.
Soalnya, ada kejanggalan dalam penerbitan Nota Dinas yang dikeluarkan oleh
Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Tangerang
Selatan Warman Syanudin terkait Kepwal dimaksud.
Nota dinas nomor 031/ 1194/ pdy
dibuat pada tanggal 27 November 2017. Sementara Kepwal soal pengelolaam IPAL
dimaksud ditetapkan pada 24 November 2017.
"Ini kan janggal. Kok bisa
nota dinas dibuat setelah Kepwal tersebut ditandatangi oleh walikota, ada apa
ini?" pungkas Aco.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala
BPKAD Tangsel Warman Syanudin mengaku dasar penerbitan nota dinas terkait
Kepwal IPAL dimaksud melalui proses yang cukup panjang dan melibatkan Organisasi
Perangkat Daerah (OPD) teknis, salah satunya DLH.
"Jadi sebelum Kepwal itu
terbit, ada rapat pembahasan soal pengelolaan IPAL eks German Center. Dalam
rapat itu para peserta rapat sepakat jika pengelolaan IPAL diserahkan kepada PT
PITS. Salah satu peserta rapat itu adalah OPD teknis, dalam hal ini DLH,"
kata Warman.
Ditanya dasar pembuatan Kepwal
tersebut? Warman menjelaskan Kepwal tersebut telah melalui kajian teknis dari
DLH. "Kajian teknis itulah yang menjadi dasar dikeluarkannya rekomendasi
dari DLH terkait pengelolaan IPAL oleh PT PITS," imbuh Warman.
Sementara Kabid Pengawasan dan
Pengendalian Pencemaran Lingkungan DLH Kota Tangsel Budi Hermanto memastikan
tidak pernah mengeluarkan rekomendasi untuk pengelolaan IPAL kepada PT PITS.
"Jangankan mengeluarkan
rekomendasi, rapatnya saja kami tidak pernah tau. Kami merasa tidak pernah ikut
rapat yang membahas soal IPAL eks German Center. Dan soal Kepwal itu, kami
tidak pernah melakukan kajian teknis," ujar Budi saat ditemui wartawan di
ruang kerjanya.
Hal senada diungkapkan Arief,
salah satu staf Budi Hermanto. Menurut Arief pihaknya yang memang biasa
melakukan kajian teknis terhadap IPAL, tidak pernah dilibatkan dalam rapat
sebelum kepwal soal pengelolaan IPAL eks German Center dimaksud.
"Seingat saya, tidak pernah
kami mengikuti rapat itu. Kalau melakukan pengawasan terhadap IPAL German
Center ya memang pernah beberapa kali," ujar Arief.
Arief sempat ditanya oleh salah
satu staf PT PITS yang bernama Yanti soal mekanisme pengurusan izin IPAL eks
German Center. "Sempat saya komunikasi dengan Bu Yanti melalui telepon,
dia menanyakan seperti apa mekanisme mengurus izin IPAL," imbuhnya.
Direktur Operasional PT PITS
Sugeng Santoso menolak jika PT PITS sebagai broker dalam pengelolaan IPAL eks
German Center. "Kita bukan broker, tapi mengelola. Terkait IPAL, kami
sesuai aturan. Kita kerja atas dasar RJPP (Rencana Jangka Panjang Perusahaan)
hasil RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham), bukan atas maunya sendiri," tegas
Sugeng.
Sugeng juga memastikan
pengelolaan IPAL sesuai dengan aturan yang berlaku. "Insha Allah, kita
kerja benar. Sudah tua mau ngapain sih? Hidup cuma sebentar," kilahnya.
(*/pur)
0 Comments