Ujang Giri ingin jadi pemimpin seperti Bung Hatta: bersih dan jujur. (Foto: Syafril Elain/TangerangNet.Com) |
NET – PERJALANAN Ujang Giri, pemuda Bayah, Kabupaten Lebak,
Provinsi Banten, membuka wawasan baru. Hal ini setelah menempuh perjanalan dari
Kota Padang ke Kota Bukit Tinggi, Sumatera Barat, dan sekembalinya ke Ketaping,
Kabupaten Padang Pariaman, Bandara Internasional Minangkabau.
“Saya perhatikan dari tadi tidak ada sampah yang berserakan
meski jarak tempuh puluhan kilometer,” ujar Ujang menceritakan kepada
TangerangNet.Com, Selasa (7/8/2018).
Ujang yang selama ini menjadi tenaga ahli anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR R I) berkesempatan untuk mengunjung
Sumatera Barat meski dalam waktu relative singkat, hanya dua hari (31 Juli dan 1 Agustus). Waktu yang
singkat tersebut dimanfaatkan Ujang untuk berkunjung ke Bukit Tinggi.
Rencana pun disusun, Ujang akan mengunjungi dua tempat yang
terkenal di Sumatera Barat, selama ini diketahuinya yakni Legenda Malin Kundang
Anak Durhaka di Kota Padang dan Jam Gadang di Bukit Tinggi. Rencana perjalanan
akan dimulai dari tempat menginap di Grand Hotel Inna, Jalan Gereja No. 34,
Belakang Tangksi, Padang.
Guna mengunjungi ke dua tempat yang berjauhan jarak tersebut,
Ujang melalui kawannya memesan kendaraan dan sudah disetujui akan berangkat
pukul 09:00 WIB dengan pengemudi Santala. Namun, sayang dapat diketahui Santala
tidak muncul di Grand Hotel Inna pada waktu yang dijanjikan.
“Kenapa si Santala, tidak datang,” tutur Ujang keheranan.
Oleh karena waktu terus berjalan, Wahyudi rekan Ujang
lainnya, pun berupaya mencari pengganti kendaraan. Pada pukul 10:30 WIB dapat
dipastikan ada pengganti Santala yakni Andreas dengan kendaraan Toyota Avanza.
Andreas yang mengaku berasal dari Pasar Baru, Pesisir Selatan,
Sumatera Barat, siap menghantar Ujang ke mana pun pergi. “Saya siap mengantar
Bapak ke mana pun pegi. Tapi, bos tadi bilang Bapak mau dihantar ke Bukit
Tinggi,” ucap Andreas yang berbadang kekar itu.
Sekitar pukul 11:30 WIB, Ujang dan kawan-kawan pun
meninggalkan Grand Hotel Inna. Saat kendaraan mulai jalan, Ujang minta dihantar
ke lokasi wisata Air Manis, tempat Legenda Malin Kundang. Namun, Andreas
keberatan karena mengingakt waktu sudah tidak cukup perjalanan untuk dua
lokasi.
“Kalau Bapak saya hantarkan ke Air Manis, habis waktu untuk
ke Bukit Tinggi. Soalnya ke Bukit Tinggi makan waktu 3 sampai 4 jam dengan
jarak tempuh 90 kilometer,” ujar Andreas.
Akhirnya, disepakati perjalanan dari Padang ke Bukit Tinggi
dan dari Bukit Tinggi langsung ke Bandara Minangkabau di Ketaping, Padang
Pariaman. Dalam perjalanan, Ujang melihat betapa asrinya kondisi infra-struktur.
“Jalan di sini tidak terlalu lebar ya? Tapi bersih, saya
tidak melihat sampah berserakan. Sepotong sampah pun, saya tidak melihat,”
tutur Ujang kagum atas kebersihan jalan menuju Bukit Tinggi.
Pada kiri dan kana jalan, Ujang melihat rumah penduduk.
Namun, Ujang merasa heran tidak melihat rumah penduduk dengan beratap genteng. “Di
sini rumah penduduk tidak pakai genteng ya,” tanya Ujang yang belakangan ini
menjadi staf khusus Gubernur Banten H. Wahidin Halim.
Betul, di sini rumah penduduk dengan menggunakan atap seng
atau atap sirap berbahan kayu. Atap genteng tidak pernah digunakan karena tidak
ada yang menjual. Di samping itu, bila membangun Rumah Adat Minang dengan ciri
khas bergonjong hanya bisa dengan menggunakan atap seng atau sirap.
Selain melihat rumah penduduk beratapkan seng, Ujang pun
melihat banyak penduduk menjual durian. Andreas sang mengemudi dengan jalan
yang mulus selalu memacu kendaraannya dengan kecepatan tinggi dan sesampai di
Padang Panjang terlihat Rumah Makan Sate Mak Syukur yang terkenal enak itu.
Meski perut sudah mulai keroncong, Andreas tidak berhenti di
Rumah Makan Sate Mak Syukur. Andreas memberhentikan kendaraannya di Rumah Makan
dan Restaurant Aie Badarun, Jalan Raya Padang Panjang Bukit Tinggi Kilometer 6.
Begitu duduk, pelayanan restoran dengan cepat menyajikan makanan khas makanan
Padang atau Minangkabau.
Ujang yang tergolong bukan banyak makan, tiba-tiba saja
berselera. “Wah, enak sekali. Saya jadi nambah terus,” ungkap Ujang.
Rupanya, kenikmatan makan di Padang Panjang pun dirasakan
oleh Wahyudi. “Iya, enak benar. Gua juga nambah makannya. Biasanya, makan tidak
nambah,” tutur Wahyudi.
Setelah makan dan sholat, perjalan pun dilanjutkan ke Bukit
Tinggi. Sekitar pukul 15:05 WIB sampai di Bukit Tinggi dan tempat pertama
disinggahi adalah Ngarai Sianok. Sebelum turun dari mobil, Andreas mengingatkan
di seputar Jam Gadang hanya satu jam yakni sampai pukul 16:00 WIB.
“Kita akan kembali ke Bandara Ketaping agar tidak
ketinggalan pesawat,” ucap Andreas.
Setelah menikmati Ngarai Sianok, Ujang pun bergeser ke Jam
Gadang. Namun, sayang Jam Gadang sedang renovasi sehingga di sekelilingnya
dipagari seng.
“Yah, sayang kita tidak bisa masuk,” kata Ujang.
Perjalanan pun bergeser ke sebelah Jam Gadang yakni Istana Bung
Hatta (Wakil Presiden RI dan Proklamator)
Tour De Singkarak menjadi agenda tahunan balap sepeda nasional karena jalan di Sumatera Barat bagus dan mulus. (Foto: Istimewa/Pemda Sumbar) |
Ketika jarum jam menunjukkan pukul 16:00 WIB, Andreas
kembali memacu kendaraan untuk menepati waktu sampai di Bandara Ketaping pukul
19:00 WIB karena Ujang dan kawan-kawan kembali ke Jakarta pesawat berangkat pukul
20:20 WIB.
Ternyata saat meninggalkan Bukit Tinggi cuaca kurang bersahabat
yakni hujan cukup deras. Namun, bagi Anderas itu bukan suatu hambatan untuk
memacu Toyota Avanza yang dikemudikannya. Di bawah hujan yang masih menggusur
Bandara Ketaping, Ujang dan kawan-kawan sampai sekitar pukul 18:00 WIB.
“Saya tadi ngeri melihat si Andreas mengemudikan kendaraan. Alhamdulillah
selamat sampai bandara,” ucap Ujang sampai melambaikan tangan meninggalkan
Sumatera Barat yang banyak menginspirasi pikirannya. (ril)
0 Comments