Wina Armada Sukardi: dua kutub. (Foto: Istimewa/erasmuslim.com) |
Oleh: Wina Armada Sukardi
KEJUARAAN DUNIA sepak bola 2018 di Rusia sebentar lagi bakal memasuki babak semi
final. Salah satu perdebatan yang muncul dari ajang “akbar” empat tahun itu, soal filosofi “sepak bola indah” versus “sepak
bola efektif.”
Seakan ada
semacam dikotomi. Untuk “sepak bola indah” digambarkan kesebelasan
yang memainkannya
lebih mengutamakan mencapai “keindahan”
dan kurang memperhatikan efektifitas hasil, karena dari keindahan itu dinilai bakal muncul hasil
yang baik.
Dengan kata lain, kalau sebuah kesebelasan bermain “sepak bola
indah” maka kesebelasan tersebut cenderung tidak efektif. Sebaliknnya kalau sebuah kesebelasan
bermain “sepak bola efektif” menjadi cenderung “tidak indah” dan membosankan. Kesebelasan
tersebut digambarkan hanya
semata-mata mengejar kemenangan tanpa memperdulikan “keindahan” sepak bola. Dua
kutub inilah yang selama kejuraaan dunia sampai kini dianggap mewakili mazad
sepak bola dunia.
Sebenarnya pengkatagorian dua “mazhab” yang seakan saling bertentangan
ini dapat menyesatkan,
karena menghilangkan peranan proses kreatif di balik penampilan sebuah
kesebelasan. Padahal
di belakang penampilan semua kesebelasan yang kuat, apakah yang bermain
indah atau efektif, terdapat sebuah proses pergumulan strategi, kerja keras, kesabaran,
kekompakan dan fleksibiletas yang luar
biasa. Apakah sebuah kesebelasan
bermain “sepak bola indah” atau “sepak bola efektif” semuanya memerlukan
unsur-unsur tersebut.
Sesungguhnya
antara proses penampilan sebuah kebelasan yang membawakan
“sepak bola indah” dan kesebelasan yang menampilkan “sepak bola efektif” prosesnya tak ada bedanya.
Di balik
kesebelasan yang memainkan ‘sepak bola indah, ” kubu ini pastilah juga berpikir keras bagaimana dapat
mencapai kemenangan. Omong kosong ada kesebelasan yang bertanding dalam sebuah
kejuaraan dunia tidak berpikir untuk mencapai kemenangan. Di balik keindahan ternyata sejatinya juga tetap memerlukan efektifitas untuk meraih kemenangan.
Demikian pula
sebaliknya, di balik kesebelasan yang tampil efektif,
sebetulnya sudah melalui proses
pemikiran yang mendalam dan rumit. Proses pergumulan pemikiran itu adalah
sebuah “keindahan+ tersendiri. Mempertahankan agar gawang tidak kebobolan memerlukan
keahlian dan kekompakan yang menghasilkan “keindahan.” Jadi di balik
“efektifitas” tetap juga ada keindahan.
Dengan
demikian tidak terlalu relevan lagi membedakan antara “sepak bola indah” dan
“sepak bola efektif.”
Pelajaran
buat Indonesia
Filosofi sepak
bola itu
memberikan pelajaran berharga bukan saja
buat dunia persepakbolaan nasional, tetapi juga buat bangsa Indonesia secara
keseluruhan. Apakah “sepak bola indah” ataukah “sepak bola efektif” semuanya
bukanlah hasil simsalabin dalam
sekejab mata. Hanya dengan upaya luar biasa gigih, terencana, sabar, kompak, cerdik dan penuh perhitungan kita dapat mencapai
hasil yang diinginkan.
Bercermin pada pelajaran tersebut, kita harus mengakui pencapaian prestasi
tingggi buat kesebelasan nasional Indonesia masih jauh dari kenyataan.
Selama masih ada budaya tuan rumah harus
dimenangkan dengan cara apapun, selama itu pula kita hanya menghasilkan
kelicikan dan jalan pintas sehingga menghasilkan kesebelasan yang cengeng dan
tidk mau kerja keras.
Selama wasit masih terus
dipukuli dan bahkan ditelanjangi tanpa tindakan berarti, selama itu pula akan
menciptakan budaya bangsa yang tidak
taat hukum, tidak toleransi
kepada orang lain dan tidak pernah mau membenahi diri sehinga menghasilkan
kesebelasan yang berdarah amuk, Sebuah
kesebelasan yang tidak
memiliki keterampilan teknis yang tingggi, tidak tahan tekanan, serta tidak
memiliki strategi yang jitu. Selama keadaan masih seperti itu, masih sulit
Indonesia memiliki kesebelasan yang mampu mengapai prestasi, apakah dengan
pendekatan “sepak bola indah” maupun “sepak bola efektif.”
Mulai
Harus Direncanakan
Untuk mencapai hasil besar, termasuk mampu menjadi salah
satu finalis kejuaraan dunia, tidak bisa
tidak, Indonesia harus mulai membuat
perencanaan bertahap dari sekarang. Harus ditentukan dalam priode tertentu apa
target yang ingin dicapai secara
berjenjang. Semua potensi harus
dikerahkan ke arah sana,
termasuk kemungkinan
terjadi “perdebatan” secara terbuka bagaimana cara mencapai target yang ingin
dicapai. Begitu pula berbagai metoda
perlu dijajaki dalam proses pergumulan menciptakan kesebelasan yang
hebat.
Walaupun secara filosofis sebenarnya di balik permainan “sepak bola indah” dan “sepak bola efektif” sama saja, tetapi
penampilan dua aliran sepak bola dunia itu telah memberikan banyak pelajaran
kepada Indonesia. Marilah kita ambil pelajaran itu sehinga suatu saat
kesebelasan Indonesia dapat meraih cita-cita yang didambakan rakyat Indonesia.***
Wina Armada Sukardi, adalah penulis sepak bola.
0 Comments