![]() |
Kalangan anak muda yang hadir saat pemaparan "Refleksi Mahasiswa Banten Melawan Korupsi" dari LSM anti-korupsi. (Foto: Istimewa) |
NET - Rezim pemerintah yang pengawasannya
lemah, maka cenderung akan mengarah ke arah korupsi. Deputi Koordinator Badan
Pekerja Indonesia Corruption Watch (ICW) Ade Irawan menyebutkan hal ini saat
memberikan materi pada acara “Refleksi Mahasiswa Banten dalam Melawan Korupsi”
yang diselenggarakan oleh Komunitas Soedirman 30 (KMS 30) di Kampus Universitas
Islam Negeri (UIN) Sultan Hasanuddin Banten, Kota Serang, Senin (21/5/2018).
“Mahasiswa ini kan sebenarnya
bukan menara gading, tapi menara api. Artinya, mahasiswa memiliki peran yang
dapat memberikan cahaya yang dapat bermanfaat langsung kepada masyarakat,” ujar
Ade Irawan.
Ade Irawan menilai mahasiswa
harus bisa berperan menjadi aktor dalam mengawal dan menyosialisasikan sadar
anti-korupsi kepada masyarakat. “Kalau dulu korupsi hanya di istana, tetapi
saat ini korupsi 90 persen terjadinya di daerah, bahkan sudah sampai ke tingkat
desa. Sementara dari mahasiswa yang ada di Banten aksi kontrolnya kurang,” tututr
Ade.
Ade berpendapat terjadinya
korupsi di daerah biasanya dilakukan kebanyakan oleh 3 unsur, yakni pemimpin
daerah, DPRD, dan pengusaha. Sementara penanganan kasus korupsi di Banten
berbeda dengan di daerah yang lain. Kasus korupsi yang sedang ditangani Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa dikatakan paling lambat. Padahal, KPK
menyampaikan bahwa Banten ini menjadi target pasien KPK.
“Modusnya kan dalam melakukan
korupsi itu kebanyakan dari manipulasi anggaran, baik penerimaan anggaran dari
APBN dan APBD, dari sisi retribusi pajak, dan modus primitif lainnya. Seperti
halnya penggelapan pengadaan atau program,” ucapnya.
Ade menyinggung kepada para
mahasiswa yang turut hadir dalam acara tersebut. Kasus korupsi mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah mandeg di
KPK. Hal itu diduga tidak adanya dorongan dari mahasiswa sebagai garda
terdepan.
“Saya bukan ngomporin nih, cuman
mahasiswa di Banten juga menurut saya tertidur, kontrolnya kurang. Masa harus
ICW lagi. KPK harus didorong oleh mahasiswa lah, miris Banten ini jadi pasien
KPK, namun tidak didorong,” ucap Ade.
Menurut Ade, Dinasti Atut kasus
tindak pidana pencucian uang (TPPU) belum ke luar. Tubagus Chaeri Wardana (TCW)
juga sama. “Ini ada apa KPK? Ada kesalahan teknisnya apa gimana nih?” tanya Ade
kepada mahasiswa yang hadir didalam acara tersebut.
Sementara itu, Oman LSM Mata
Banten mengatakan korupsi merupakan sebuah kejahatan yang luar biasa. Adapun
cara untuk menghadapi korupsi, yakni dengan cara pandang berjamaah terhadap
anti- korupsi harus sama agar tidak ada saling kecurigaan antar-elemen yang
sedang menggali kasus korupsi.
“Untuk menangkal berjamurnya
korupsi, mahasiswa harus dibentuk panter lokal dengan berbagai lembaga seperti
ICW. Selain itu, dalam membangun kesadaran anti-korupsi jangan hanya menjadi
konsumsi kaum akademisi. Akan tetapi semua elemen harus bisa terlibat,”
katanya. (*/ril)
0 Comments