Gan-Gan R.A.: politik menjaga ideologi bangsa. (Foto: Istimewa/koleksi pribadi) |
Oleh : Gan-Gan
R. A.
@Istana
Negara. Di pertengahan tahun politik. Bintang kejora muncul. Seperti Julius
Caesar, angin berhembus gelisah. Paduka Yang Mulai telah hadir, panji-panji
penghormatan berkibar.
Bung Karno
memasuki ruangan rapat,
Soekarno :
"Salam Revolusi. Kalian seharusnya menjadi pemegang tongkat estafet
perjuanganku. Ternyata tidak satu pun kebijakan politikmu menjaga ideologi
bangsa ini, yang dengan keringat darah aku godok di mana aku punya energi
pikiran. Ideologiku sesungguhnya telah meniupkan ilham, meniupkan inspirasi
perjuangan kepada Negara-Negara Dunia ke-3, untuk bangkit melawan Zionisme
Internasional yang dilancarkan kolonialisme & imperialisme.
Tapi, di
tangan kalian, Republik ini jatuh kepada rezim neoimperialisme. Apakah aku
harus bicara kembali kepada kalian, tentang "To Build The Word A
New." Menjadi antek-antek asing berarti menyerahkan bangsa ini untuk
menjadi budak di tanah Ibu Pertiwi. Ini gerakan politik Kontra Revolusioner!"
Suasana
hening. Bung Karno menghela nafas panjang. Jenderal Soeharto bicara.
Soeharto :
"Paduka Yang Mulia, Pemimpin Besar Revolusi. Daripada tekanan Amerika
Serikat melalui operasi CIA atas Freeport dan daripada kebijaken politik Bung
Karno yang semangkin condong ke kiri, membuat ekonomi kita sekarat. Rakyat membutuhken
perbaikan ekonomi, bukan hanya ideologi. "
Dengan suara
menggelegar, Bung Karno bangkit dari kursi.
Soekarno :
"Dunia tengah terlibat dalam pergolakan perang ideologi, Harto. Aku tahu
poros Jakarta-Peking tidak akan menjadikan Republik ini berubah menjadi Negara
Komunis. Aku ciptakan Pancasila. Aku ciptakan Nasakom. Aku ciptakan Trisakti.
Aku ciptakan Marhaenisme. Inti dari ajaranku adalah Sosialisme-Religiusitas.
Aku ciptakan semua konsepsi itu demi tegaknya kedaulatan Republik ini.
Jika The New
Emerging Forces berhasil aku dirikan untuk menandingi Majelis Perserikatan
Bangsa-Bangsa, kekuatan politik Amerika, Inggris dan sekutu-sekutunya, bisa aku
hancurkan.
Sahabatku,
John F. Kennedy telah bersepakat denganku untuk memutus mata rantai Illuminati
yang menciptakan Tirani Pemerintahan Dunia dan Sistem Keuangan Global yang
eksploitatif. Perjanjian "The Green Hilton Memorial Agreetment"
adalah pintu untuk menyelamatkan warisan kekayaan para Raja dan Sultan di
Nusantara ini yang menjadi mesin logistik pergerakan Zionis International. Itu
lebih dari cukup sebagai modal politik dan ekonomi untuk menjadikan Dunia
Internasional gentar kepada Indonesia."
Baharudin
Jusuf Habibie sambil membetulkan kacamatanya, dengan posisi kepala condong ke
kanan, angkat bicara,
Habibie :
"Well...I am sorry, sir, that is impossible,.."
Bung Karno
sedikit tercenung.
Dengan suara
berat menggeletar dan mimik muka yang menahan kecewa, kemudian bicara kembali.
Soekarno :
"Pikiran seorang tekhnokrat sepertimu, Rudy, tidak bergairah kepada gelora
ideologi. Mencintai tekhnologi itu penting bahkan aku setuju you punya pikiran
untuk bangkit dengan perjuangan membangun tekhnologi. You genius, Rudy, tapi di
tangan pemerintahanmu, Timor Timur lepas dan itu berarti karpet merah bagi
pangkalan militer Negara-Negara Asing. Aku sangat terpukul sekali, Rudy. Ich
war so am Boden zerstört. Ich liebe Einheit und Einheit."
BJ. Habibie
menangkis dengan cepat,
Habibie :
"Majestät. Aber der internationale Druck ist sehr stark. Um einen
Bürgerkrieg zu vermeiden, wird ein Referendum zur ultimativen Lösung. Yang
Mulia, pemerintahan transisi
selalu dalam
posisi dilematis. "
BJ. Habibie
matanya mendelik.
Abdurahman
Wahid angkat bicara,
Gus Dur
:"Ini kan sebetulnya sederhana, Kamerad. Semua berawal dari kebijakan Orde
Baru. Gitu aja koq repot."
Megawati :
"Merdeka!"
Soekarno
:"Anakku, jangan hanya bisa teriak Merdeka, tapi tidak memahami hakikat
dan cita-cita besar kemerdekaan."
Susila Bambang
Yudhoyono setelah menghormat dengan gaya militer, berbicara dengan gesture
seorang diplomat ulung,
SBY :
"Paduka Yang Mulia, The Founding Father, ijinkan saya memaparkan. Dalam
konstelasi politik Internasional, Indonesia tengah berada pada posisi rawan.
Republik ini jika bertahan dalam sikap konfrontasi yang kaku, akan mudah
dikalahkan oleh musuh-musuh kita. Pondasi ekonomi kita tidak kokoh. Perjuangan
diplomatik untuk renegosiasi kepada pihak asing yang mengelola sumber kekayaan
alam adalah langkah awal menciptakan stablitas ekonomi yang tertib, aman dan
terkendali. Mohon maaf, Paduka Yang Mulia, saya mendengarkan pikiran Pemimpin
Besar Revolusi."
Soekarno :
" Bagus itu, Bambang.
Kamu adalah
seorang "Jenderal yang Berpikir," dan "Ahli Strategi." Tapi
sikap politikmu yang ambigu, hanya melahirkan perjuangan semu. Perjuangan
revolusioner itu butuh kepastian. Di pemerintahanmu, tekanan Gedung Putih mengalahkan
strategimu. Kau tahu, "Novus Ordo Seclorum" itu apa ? Aku percaya,
anda cerdik, tapi anda terkecoh oleh skenario Obama-Clinton. Manuver politikmu
mengadopsi Pontinus Pilatus untuk lahirnya Penguasa Boneka."
Tiba-Tiba Joko
Widodo melontarkan
"analisis
yang tak terduga," dalam diskusi,
Jokowi
:"Eeeeee... Eeeee, nganu...dilihat dari sudut pandang kamera yang
pas...,eeeee... Ini bikin
kaget lalu
booming. "
Semua mantan
Presiden RepubIik Indonesia bungkam, meningggalkan ruangan. ***
Tangerang,
2018
Penulis adalah:
Koordinator Divisi Komunikasi Eksternal Satgas Advokasi Pimpinan Pusat Pemuda
Muhammadiyah.
0 Comments