Berita Terkini

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Dialog Imajiner Para Presiden Republik Indonesia

Gan-Gan R.A.: politik menjaga ideologi bangsa. 
(Foto: Istimewa/koleksi pribadi)   

Oleh : Gan-Gan R. A.

@Istana Negara. Di pertengahan tahun politik. Bintang kejora muncul. Seperti Julius Caesar, angin berhembus gelisah. Paduka Yang Mulai telah hadir, panji-panji penghormatan berkibar.

Bung Karno memasuki ruangan rapat,

Soekarno : "Salam Revolusi. Kalian seharusnya menjadi pemegang tongkat estafet perjuanganku. Ternyata tidak satu pun kebijakan politikmu menjaga ideologi bangsa ini, yang dengan keringat darah aku godok di mana aku punya energi pikiran. Ideologiku sesungguhnya telah meniupkan ilham, meniupkan inspirasi perjuangan kepada Negara-Negara Dunia ke-3, untuk bangkit melawan Zionisme Internasional yang dilancarkan kolonialisme & imperialisme.

Tapi, di tangan kalian, Republik ini jatuh kepada rezim neoimperialisme. Apakah aku harus bicara kembali kepada kalian, tentang "To Build The Word A New." Menjadi antek-antek asing berarti menyerahkan bangsa ini untuk menjadi budak di tanah Ibu Pertiwi. Ini gerakan politik Kontra Revolusioner!"

Suasana hening. Bung Karno menghela nafas panjang. Jenderal Soeharto bicara.

Soeharto : "Paduka Yang Mulia, Pemimpin Besar Revolusi. Daripada tekanan Amerika Serikat melalui operasi CIA atas Freeport dan daripada kebijaken politik Bung Karno yang semangkin condong ke kiri, membuat ekonomi kita sekarat. Rakyat membutuhken perbaikan ekonomi, bukan hanya ideologi. "

Dengan suara menggelegar, Bung Karno bangkit dari kursi.

Soekarno : "Dunia tengah terlibat dalam pergolakan perang ideologi, Harto. Aku tahu poros Jakarta-Peking tidak akan menjadikan Republik ini berubah menjadi Negara Komunis. Aku ciptakan Pancasila. Aku ciptakan Nasakom. Aku ciptakan Trisakti. Aku ciptakan Marhaenisme. Inti dari ajaranku adalah Sosialisme-Religiusitas. Aku ciptakan semua konsepsi itu demi tegaknya kedaulatan Republik ini.

Jika The New Emerging Forces berhasil aku dirikan untuk menandingi Majelis Perserikatan Bangsa-Bangsa, kekuatan politik Amerika, Inggris dan sekutu-sekutunya, bisa aku hancurkan.
Sahabatku, John F. Kennedy telah bersepakat denganku untuk memutus mata rantai Illuminati yang menciptakan Tirani Pemerintahan Dunia dan Sistem Keuangan Global yang eksploitatif. Perjanjian "The Green Hilton Memorial Agreetment" adalah pintu untuk menyelamatkan warisan kekayaan para Raja dan Sultan di Nusantara ini yang menjadi mesin logistik pergerakan Zionis International. Itu lebih dari cukup sebagai modal politik dan ekonomi untuk menjadikan Dunia Internasional gentar kepada Indonesia."

Baharudin Jusuf Habibie sambil membetulkan kacamatanya, dengan posisi kepala condong ke kanan, angkat bicara,

Habibie : "Well...I am sorry, sir, that is impossible,.."

Bung Karno sedikit tercenung.
Dengan suara berat menggeletar dan mimik muka yang menahan kecewa, kemudian bicara kembali.

Soekarno : "Pikiran seorang tekhnokrat sepertimu, Rudy, tidak bergairah kepada gelora ideologi. Mencintai tekhnologi itu penting bahkan aku setuju you punya pikiran untuk bangkit dengan perjuangan membangun tekhnologi. You genius, Rudy, tapi di tangan pemerintahanmu, Timor Timur lepas dan itu berarti karpet merah bagi pangkalan militer Negara-Negara Asing. Aku sangat terpukul sekali, Rudy. Ich war so am Boden zerstört. Ich liebe Einheit und Einheit."

BJ. Habibie menangkis dengan cepat,

Habibie : "Majestät. Aber der internationale Druck ist sehr stark. Um einen Bürgerkrieg zu vermeiden, wird ein Referendum zur ultimativen Lösung. Yang Mulia, pemerintahan transisi
selalu dalam posisi dilematis.  "

BJ. Habibie matanya mendelik.
Abdurahman Wahid angkat bicara,

Gus Dur :"Ini kan sebetulnya sederhana, Kamerad. Semua berawal dari kebijakan Orde Baru. Gitu aja koq repot."

Megawati : "Merdeka!"

Soekarno :"Anakku, jangan hanya bisa teriak Merdeka, tapi tidak memahami hakikat dan cita-cita besar kemerdekaan."

Susila Bambang Yudhoyono setelah menghormat dengan gaya militer, berbicara dengan gesture seorang diplomat ulung,

SBY : "Paduka Yang Mulia, The Founding Father, ijinkan saya memaparkan. Dalam konstelasi politik Internasional, Indonesia tengah berada pada posisi rawan. Republik ini jika bertahan dalam sikap konfrontasi yang kaku, akan mudah dikalahkan oleh musuh-musuh kita. Pondasi ekonomi kita tidak kokoh. Perjuangan diplomatik untuk renegosiasi kepada pihak asing yang mengelola sumber kekayaan alam adalah langkah awal menciptakan stablitas ekonomi yang tertib, aman dan terkendali. Mohon maaf, Paduka Yang Mulia, saya mendengarkan pikiran Pemimpin Besar Revolusi."

Soekarno : " Bagus itu, Bambang.
Kamu adalah seorang "Jenderal yang Berpikir," dan "Ahli Strategi." Tapi sikap politikmu yang ambigu, hanya melahirkan perjuangan semu. Perjuangan revolusioner itu butuh kepastian. Di pemerintahanmu, tekanan Gedung Putih mengalahkan strategimu. Kau tahu, "Novus Ordo Seclorum" itu apa ? Aku percaya, anda cerdik, tapi anda terkecoh oleh skenario Obama-Clinton. Manuver politikmu mengadopsi Pontinus Pilatus untuk lahirnya Penguasa Boneka."

Tiba-Tiba Joko Widodo melontarkan
"analisis yang tak terduga," dalam diskusi,  

Jokowi :"Eeeeee... Eeeee, nganu...dilihat dari sudut pandang kamera yang pas...,eeeee... Ini bikin
kaget lalu booming. "

Semua mantan Presiden RepubIik Indonesia bungkam, meningggalkan ruangan. ***


Tangerang, 2018

Penulis adalah:
Koordinator Divisi Komunikasi Eksternal Satgas Advokasi Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah.

Post a Comment

0 Comments