![]() |
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati: audit struktur bangunan. (Foto: Istimewa) |
NET - Wilayah Indonesia terletak di zona tumbukan
lempeng-lempeng tektonik aktif, maka wilayah Indonesia menjadi kawasan yang
rawan gempa bumi. Karena tingginya potensi gempa bumi di Indonesia maka penting
kiranya diperhatikan peta bahaya dan risiko
bencana, sebelum merencanakan penataan ruang dan wilayah.
"Perlu ada upaya serius dari berbagai pihak dalam
memperketat penerapan ‘building code’ dalam membangun struktur bangunan tahan
gempa. Untuk bangunan yang sudah ada dan dihuni, perlu dicek kesehatan/kekuatan
strukturnya. Bahkan Pemerintah Daerah perlu melakukan audit struktur bangunan
dan infrastruktur di daerah rawan gempa," ujar Kepala Badan Meteorologi,
Klimatologi, dan Geofisika, Dwikorita Karnawati kepada wartawan, di Jakarta, Minggu
(4/3/2018).
Dwikorita mengatakan apabila dinilai membahayakan, perlu
diterapkan rekayasa teknis untuk penguatan struktur bangunan. Tingginya potensi
gempa bumi di wilayah Indonesia sepatutnya jangan sampai membuat masyarakat
terus-menerus dicekam rasa takut dan khawatir berlebihan.
"Masyarakat harus terus meningkatkan kemampuan dalam
memahami cara penyelamatan saat terjadi gempa bumi. Dalam hal ini, patut kita
mengambil pelajaran dari apa yang telah dilakukan warga Jepang saat terjadi
gempa Kobe 1995,” tutur Dwikorita.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyampaikan
Warga Kobe yang selamat dari bencana tersebut karena upaya pertolongan sendiri
(34.9 persen), pertolongan keluarga (31.9), pertolongan teman atau tetangga
(28.0 persen), pertolongan pejalan kaki (2.6 persen), pertolongan oleh tim
penyelamat (1.7 persen), dan pertolongan lainnya hanya (0.9 persen), kata
Dwikorita.
"Hal ini akan dapat menjadikan seluruh masyarakat lebih paham dan lebih siap dalam menghadapi
bencana, serta lebih terampil dan cekatan dalam melindungi ataupun
menyelamatkan dirinya saat terjadi gempa. Kesiapan menghadapi bencana telah
terbukti di Jepang dapat memperkecil risiko jumlah korban dan kerugian,” ucap
Dwikorita.
Upaya mitigasi gempabumi, imbuh Dwikorita, harus dilakukan
secara sungguh-sungguh dan komprehensif dengan melibatkan kerja sama
multi-lintas disipliner, multi-lintas sektor, dan peran serta seluruh lapisan
masyarakat, baik saat pra-bencana, saat terjadi bencana, dan pasca-bencana.
Oleh karena itu, kata Dwikorita, perlu dilakukan langkah-langkah kongkret dan
terkoordinasi di dalam suatu "Sistem Mitigasi Bencana Gempabumi yang
berkelanjutan" yang telah terbangun dengan Koordinasi BNPB.
Namun sistem mitigasi tersebut masih perlu lebih
diefektifkan lagi, terutama untuk
edukasi publik dan gladi evakuasi secara rutin, dengan penyiapan rencana
kontinjensi terpadu antar pihak/lembaga.
"Pengetatan dan
pengawasan dalam penerapan ‘building code dan penataan ruang di daerah rawan
gempa perlu dilakukan, dengan mengacu pada Peta Sumber dan Bahaya Gempabumi
tahun 2017’ yang telah diterbitkan oleh Kementerian PUPR dengan dukungan para
pakar gempa bumi," kata Dwikorita. (dade)
0 Comments