Syafril Elain Rajo Basa: partai pemenang Pemilu. (Foto: Istimewa) |
Oleh Drs. Syafril Elain Rajo Basa, SH
PENDAFTARAN BAKAL CALON Walikota dan Wakil Walikota Tangerang
dalam penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2018 sudah semakin
dekat. Namun, sejauh ini belum ada satu pun partai politik yang punya kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
mendeklarasikan pasangan calon yang akan diusung.
Begitu juga yang
terjadi di Kabupaten Tangerang yang akan melaksanakan Pemilihan Bupati dan
Wakil Bupati Tangerang 2018. Partai politik masih mengelus-elus jagaonnya masing-masing
dan lebih menonjol mengarah ke petahana.
Baik di Kota
Tangerang maupun di Kabupaten Tangerang, petahana dalam hal ini Arief Rachdiono
Wismansyah sebagai Walikota Tangerang dan Ahmed Zaki Iskandar sebagai Bupati Tangerang sudah merasa di atas angin. Belum terlihat
calon yang berani menandingi secara terbuka dan lebih baik ingin menjadi wakil
ketimbang sebagai penantang.
Lantas apa peran
partai politik dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) 2018?
Sesuai tahapan
Pilkada 2018 yang dituangkan dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor
1 tahun 2017 tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan
Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan
Wakil Walikota tahun 2018. Pada lampiran disebutkan Pendaftaran Pasangan Calon: a. Pengumuman Pendaftaran pasangan calon
mulai 1 sampai dengan 7 Januari 2018 dan
b. Pendaftaran pasangan calon mulai 8 sampai
dengan 10 Januari 2018.
Kini sudah masuk hari
sepuluh terakhir Oktober 2017, partai
politik masih menggodok dan mengelus para bakal calon yang akan diusung menjadi calon kepala daerah. Bila dilihat dari Pemilu Legislatif 2014 komposisi
kursi yang ada di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Tangerang, Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) mengantong 10 kursi, meninggalkan jauh
partai politik lainnya.
Urutan berikutnya, Partai Golongan
Karya (Golkar) dan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) masing-masing memiliki 6
kursi. Kemudian ada tiga partai politik yang perolehan kursi sama yakni 5
kursi. Partai tersebut yakni Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai
Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Demokrat.
Angka 10 kursi
adalah satu-satunya partai politik yang berdasarkan persyaratan memiliki
sebanyak 20 persen dari jumlah kursi yang tersedia yakni 50 kursi, hanya PDIP yang berhak mengajukan calon.
Artinya, PDIP tanpa berkoalisi dengan partai politik lain berhak mengajukan
pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota Tangerang. Tentu jarang dilakukan
partai politik, meski mampu sendiri tetap akan menggandeng partai politik lain
demi untuk meraih kemenangan.
Sementara di
Kabupaten Tangerang, PDIP terhitung banyak meraih suara yang menghasilkan 7 kursi, sama banyak dengan Partai Golongan
Karya. Kemudian ada dua partai politik yang mengikuti dengan mengantongi
masing-masing 6 kursi yakni PPP dan Partai Demokrat.
Bila dilihat dari
jumlah kursi baik yang ada di Kota Tangerang dan Kabupaten Tangerang, PDIP cukup
bagus. Dengan jumlah kursi yang dominan tersebut selayaknya dalam Pilkada 2018, PDIP menjadi lokomotif.
Artinya, PDIP menjadi motor penggerak untuk menentukan siapa yang menjadi calon
orang nomor satu baik di Kota Tangerang maupun di Kabupaten Tangerang.
Namun, sampai
sekarang ini peran tersebut belum terlihat. Awalnya, peran itu seperti akan
dimainkan oleh PDIP dengan ditandai penjaringan bakal calon pada awal May 2017.
Namun, baik Kota Tangerang dan Kabupaten Tangerang hingga kini belum ada
keputusan dari PDIP siapa calon yang akan diusung menjadi Walikota dan Bupati.
Ada apa denga
PDIP sebagai pemenang Pemilu secara nasional dan pemilik kursi terbanyak di
Kota Tangerang dan Kabupaten Tangerang tapi belum menentukan calon Walikota dan
Bupati?
Bisa jadi PDIP
lebih berhati-hati dalam menentukan pilihan dan mengusung calon baik di Kota Tangerang
maupun di Kabupaten Tangerang. Hal ini bisa terjadi karena menarik pengalaman dari Pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur 2017 yang baru lalu. Pilkada Gubernur
dan Wakil Gubernur di Banten dan DKI Jakarta dijadikan pengalaman berharga bagi
PDIP.
Betapa tidak di Banten, PDIP
punya calon sekaligus petahana yakni Rano Karno sebagai Gubernur Banten dan begitu juga di DKI Jakarta
ada Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta. Kedua orang ini boleh dibilang sulit
ditandingi baik dari segi popularitas maupun elektabilitas oleh calon lain ketika itu.
Rano Karno
sebagai bintang film, tingkat popuritas sangat tinggi mencapai angka 99 persen
di Banten. Artinya, hampir tidak ada orang di Banten yang tidak kenal dengan
Rano Karno. Begitu juga dengan Ahok, dikenal di seluruh pelosok. Namun, apa daya kedua
orang terkenal yang diusung PDIP
bernasib sama, yakni kalah dalam pertarungan perebutan suara.
Penulis membuat catatan,
atas kekalahan tersebut membuat PDIP menjadi terpukul sehingga untuk Pilkada
berikut menjadi bersikap hati-hati. Selain itu, PDIP tidak punya figur yang
mumpuni untuk melawan Arief R. Wismansyah dan Ahmed Zaki Iskandar.
Ada perkiraan
PDIP masih melihat-lihat sampai
menjelang pendaftaran yakni bulan Desember akan menentukan pilihan. Kalaupun
itu benar, piihan untuk menentukan calon, PDIP akan memilih calon yang berpotensi
akan menang yang akan diusung.
Artinya, PDIP baik di
Kota Tangerang maupun di Kabupaten Tangerang peluang terbesar adalah ikut
mengusung petahana. Di Kota Tangerang PDIP akan bergabung dengan partai lainnya akan
mengusung Arief R. Wismansyah. Begitu juga di Kabupaten Tangerang akan
mengusung Ahmed Zaki Iskandar.
Alasannya, hal
ini menghindari dari pengalaman buruk yakni jangan sampai kalah meski dalam
pertarungan tersebut, PDIP bukan partai politik penentu. Akankah hal itu terjadi, waktu akan
menentukan. (***)
Penulis adalah:
Ketua Panwaslu Kota Tangerang periode 2008-2009
Ketua KPU Kota Tangerang.periode 2009-2013
0 Comments