![]() |
Polisi berjaga pasca serangan teroris di Polda Sumatera Utara guna memberi pengamanan. (Foto: Istimewa/Rep) |
NET - Ind Police Wath (IPW) menilai pasca serangan bom di Kampung Melayu
Jakarta Timur, para teroris ternyata makin super nekat. Keberhasilnya membunuh
tiga polisi dan melukai dua polisi lainnya di Kampung Melayu sepertinya menjadi
inspirasi bagi para teroris untuk meningkatkan serang ke jajaran Polri.
“Terbukti, di Hari Raya Idul Fitri, di saat masyarakat bergembira dalam
silaturahmi, para teroris melakukan serangan ke Polda Sumut. Hanya dengan
senjata seadanya, yakni sebilah pisau. Ironisnya, mereka berhasil membunuh
seorang perwira polisi,” ujar Ketua Presidium Ind Police Watch Neta S. Pane
melalui Siaran Pers, Senin (26/6/2017).
Pernyataan IPW tersebut sekaitan dengan atas
peristiwa yang dialami oleh Aiptu Martua Sigalingging. Anggota Polda Sumut atau
Sumatera Utara ini tewas diserang dan ditikam 2 pria yang diduga teroris, Senin
dini harii 25 Juni 2017. Ia saat itu dalam kondisi sakit dan sedang
beristirahat di pos jaga pintu keluar.
Aiptu Martua Sigalingging bertugas di Pelayanan Markas Polda Sumut dan
mendapat jatah piket jaga pos tiga Polda Sumut bersama rekannya Brigadir
E.Ginting mulai kemarin petang. Namun nahas hari Senin pukul 03.00, 25 Juni
2017 Sigalingging meregang nyawa akibat ditikam 2 orang penyusup yang diduga
teroris.
Neta berharap jajaran Polri perlu lebih bersiaga lagi. Kasus serangan
teroris di Polda Sumut menjadi sebuah keprihatinan atas profesionalisme Polri
dan sekaligus menunjukkan bahwa para teroris makin super nekat. “Dengan senjata
seadanya, mereka nekat menyerang polisi bersenjata lengkap yang sedang bertugas
di markas kepolisian,” tutur Neta..
Kasus ini, kata Neta, tentunya
menjadi catatan buruk bagi Polri menjelang Hari Bhayangkara 2017. Dari kasus
ini, publik jelas merasa prihatin karena anggota polisi ternyata tidak bisa
melindungi dirinya sendiri, saat diserang pelaku kejahatan di markasnya
sendiri.
“Lalu bagaimana polisi bisa melindungi orang lain atau masyarakat dari
serangan pelaku kejahatan. Sebaliknya, kasus Polda Sumut menjadi catatan
"bersejarah" bagi jaringan teroris. Hanya dengan senjata seadanya
mereka bisa membunuh seorang perwira polisi,” ungkap Neta.
IPW merasa khawatir kasus serangan
teror di Polda Sumut akan menjadi inspirasi bagi para teroris untuk terus
menerus meningkatkan serangan dan sekaligus menjadi motivasi bagi kader
kadernya bahwa hanya dengan sebilah pisau ternyata bisa membunuh perwira
polisi.
“Dari kasus ini para teroris bisa pula menyimpulkan, untuk melumpuhkan
polisi tidak perlu lagi menggunakan bom. Cukup sebilah pisau. Sebab jajaran
polisi tidak terlatih, tidak responsif, dan terlalu mudah untuk dilumpuhkan,”
tutur Neta..
Belajar dari kasus Polda Sumut, kata
Netas, Polri perlu mengimbau jajarannya untuk bersikap senantiasa waspada dan
meningkat kepekaan serta selalu terlatih menghadapi berbagai situasi, sehingga
anggota polisi tidak menjadi bulan bulan teroris atau pelaku kejahatan lainnya.
“Bagaimana pun, jika ada polisi terbunuh oleh pelaku kejahatan tentu akan
menjadi keprihatinan tersendiri bagi publik dan sekaligus menjadi kecemasan
terhadap profesionalisme sistem keamanan,” ucap Neta.
Apalagi saat ini di saat isu ISSI merebak secara internasional dan terjadi
serangan di Marawi, Filiphina, aksi aksi terorisme terus berkecamuk di
Indonesia, tentunya akan menjadi kecemasan tersendiri bagi masyarakat.
Sepertinya, ini menjadi tantangan serius bagi Polri menjelang Hari Bhayangkara
2017 dan publik selalu berharap Polri senantiasa bersikap profesional, baik
dalam melindungi masyarakat maupun melindungi dirinya sendiri, kata Neta.
(*/ril)
0 Comments