![]() |
Novel Baswedan kini mendapat perawatan akibat dari penyiraman air keras pada bagian wajahnya. (Foto: Istimewa) |
NET – Madrasah Anti Korupsi,
Universitas Muhammadiyah Tangerang (MAK UMT) dan Truth mengutuk keras kepada pelaku
penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan yang telah membuat Novel mengalami
luka serius pada wajahnya dan harus dirawat di rumah sakit. Hal ini disampaikan
Koordinator MAK UMT Gufroni melalui siaran persnya yang diterima tangerangnet.com, Selasa
(11/4/2017).
Pernyataan sikap tersebut
disampaikan Gufroni sehubungan dengan hari ini publik dikejutkan tentang salah
seorang penyidik Senior KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi-red) Novel Baswedan
yang disiram air keras oleh 2 orang tak dikenal, Selasa (11/4/2017) subuh. Seusai
Novel Baswedan melaksankan ibadah Sholat Subuh di masjid yang tak jauh dari
tempat tinggalnya. Akibat penyerangan tersebut, menyebabkan Novel harus
dilarikan ke salah satu rumah sakit di Jakarta dan harus mendapat perawatan serius.
Gufroni mengatakaan tindakan tersebut adalah sebuah teror yang sangat biadab yang
hanya bisa dilakukan oleh orang yang tidak waras dan merupakan ancaman nyata
bagi upaya pemberantasan korupsi di negeri ini.
“Pelaku harus segera ditangkap
dan diusut tuntas siapa aktor intelektual dibalik teror terhadap Novel Baswedan.
Kepada masyarakat dan penggiat anti-korupsi harus tetap mendukung langkah KPK
untuk memberantas korupsi terutama kasus-kasus besar yang saat ini dan akan
ditangani KPK,” tutur Gufroni juga dosen pada Fakultas Hukum, UMT itu.
Senada dengan MAK UMT, LSM anti-korupsi lainnya juga ikut mengutuk perbuatan tersebut. Koordinator Tangerang
Public Transparency Watch (Truth) Suhendar mengatakan penyiraman air keras
kepada penyidik KPK Novel Bawesdan harus dipandang bukan hanya sebagai
peristiwa kriminal biasa, melainkan sebagai teror terhadap kewibawaan negara hukum
dan ancaman terhadap bentuk negara modern sebagai pilihan kehidupan bersama.
“Apapun motivasi pelaku pada
peristiwa ini, kredibilitas dan profesional Polri sebagai penegak hukum, untuk
memberikan rasa aman kepada masyarakat dipertaruhkan. Dan bila, pada akhirnya
Polri tidak mampu menungkap secara tuntas siapa pelakunya, maka kehidupan
kebangsaan dan bernegara kita dalam posisi bahaya,” ujar Suhendar yang juga dosen
pada Fakultas Hukum, Universitas Pamulang, Kota Tangerang Selatan (Tangsel).
Bayangkan, kata Suhendar, jika
penyelenggara negara, penyidik dalam
rangka melaksanakan program nasional pemberantasan korupsi saja dapat leluasa
untuk diperlakukan semena-mena hingga mempertaruhkan nyawa oleh pihak tertentu
tanpa perlindungan negara, maka masyarakat biasa akan jauh lebih mudah untuk
diperlakukan sama, bahkan dibunuh sekalipun.
Artinya, jelas Suhendar, negara
melalui Kapolri, dibawah kepimpinan Presiden Jokowi telah gagal mengemban
amanah sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. “Peristiwa ini harus
menjadi catatan dan pertimbangan agar pada Pilpres (Pemilihan Presiden-red)
mendatang untuk tidak lagi memilih Presiden gagal,” ungkap Suhendar
bersemangat. (ril)
0 Comments