![]() |
Juru Bicara MK Fajar Laksnono: jangan dipaksa melanggar. (Foto: Istimewa) |
NET – Tim Pemenangan Gubernur dan Wakil Guberrnur Banten terpilih Wahidin Halim dan Andika Hazrumy
(WH-Andika) menyambut baik sikap dari Mahkamah Konsititusi Repbulik Indonesia
(MK RI) penggunaan ambang batas selisih menjadi syarat mutlak bagi peserta
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) untuk mengajukan gugatan.
“Kita menyambut baik sikap MK baik dari jajaran
sekretariat yang mengurus administrasi pengajuan gugatan maupun sikap dari para
hakim MK. Apalagi syarat pengajuan gugatan ke MK sudah pernah diterapkan pada
Pilkada serentak 2015,” ujar Kepala Humas Pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur Terpilih WH-Andika- Syafril Elain kepada wartawan, Senin (6/3/2017).
Syafril menjelaskan sikap konsisten dalam menegakkan
peraturan dan perundangan-undangan akan memberikan suatu kepastian hukum. Masyarakat sangat
berharap kepada aparat penegak hukum termasuk MK dalam menjalankan tugas, tetap konsisten dengan sikap dan keputusan yang
diambil sebelumnya.
“Rakyat sudah bosan dan muak dengan sikap aparat
penegak hukum yang tidak konsisten dalam
menegakan peraturan dan perundang-undangan. Sekarang ini, rakyat membutuhkan
aparat penegak hukum yang tegas dan tidak bertele-tele. Oleh karena itu, kita
dari tim WH-Andika mengucapkan terima kasih bila MK konsisten menegakkan Peraturan
MK tentang syarat formil dalam mengajukan gugatan,” ucap Syafril yang mantan
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Tangerang itu.
Sebelumnya, juru bicara Mahkamah Konstitusi
(MK) Fajar Laksono mengatakan syarat
ambang batas untuk permohonan sengketa hasil Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada)
pada 2017 masih sama seperti ambang
batas yang digunakan pada penyelesaian sengketa Pilkada Serentak 2015.
Ambang batas tersebut menjadi syarat mutlak yang
menjadi pertimbangan sebuah gugatan sengketa perselisihan hasil Pilkada akan
diproses atau tidak oleh MK. Jika syarat
itu tidak terpenuhi, MK secara tegas akan langsung menolak gugatan tersebut.
"Ambang batas masih sama sesuai dengan pasal
158 UU Pilkada sebagai syarat formal pengajuan sengketa hasil Pilkada
2017," ujar Fajar di Jakarta, Sabtu, (4/3/2017).
Meskipun pasal 158 ini sempat menuai kritik pada
penyelesaian sengketa hasil Pilkada Serentak 2015 silam, namun Mahkamah
Konstitusi (MK), kata Fajar, tetap konsisten berpegangan pada aturan tersebut.
"Kenapa MK masih dipaksa untuk melanggar
pasal itu, kenapa tidak memaksa para pembuat undang undang yaitu lembaga
legislatif untuk mengubahnya," ujar Fajar.
Fajar mengatakan bahwa pasal mengenai ambang batas
ini sudah diuji di MK hingga dua kali dan sudah diputus. "Kalau dipaksa
melanggar nanti sama saja MK melabrak aturan yang sudah dia putuskan
sendiri," tegas Fajar dikutip Antara. (ril)
0 Comments