Ny. Hanaeni, ibu kandung korban: hanya bisa menangis. (Foto: Syafril Elain, TangerangNET.Com) |
NET – Orangtua pelajar korban pembunuhan menilai hukuman yang dijatuhkan
majelis hakim terhadap pelaku pembunuhan adalah hukum tempe. “Ya, hukuman
tempe. Sebentar dimasak langsung matang. Ini kan nyawa anak saya yang hilang, hanya diganjar hukuman ringan,” ujar Antoni, ayah dari Fajri Ramadhan di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang, Senin
(3/10/2016).
Hal itu diungkapkan Antoni seusai sidang dengan terdakwa
PP, 16, pelajar Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Persatuan Guru Republik Indonesia
(PGRI) 2 Kota Tangerang. Pada sidang tersebut terdakwa PP dinyatakan terbukti secara
sah dan meyakinkan melakukan penganiayaan mengakibat kematian terhadap korban Fajri
Ramadhan, 15, divonis selama 5 tahun penjara dan denda Rp 500 juta.
Pada sidang yang
majelis hakim diketuai oleh Hakim Tuty Haryati, SH itu menyebutkan
terdakwa PP terbukti melanggar pasal 82 ayat (3) Undang-Undang Republik
Indoneisa (UU RI) No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak. Oleh karena
itu, majelis menjatuhkan vonis terhadap terdakwa PP selama 5 tahun penjara dan Rp
500 juta dan dapat diganti dengan pelatihan kerja selama 3 bulan tidak sanggup membayar.
Vonis yang dijatuhkan majelis hakim tersebut lebih rendah
dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU)
Trialiana, SH yang menuntut terdakwa PP selama 7 tahun 6 bulan dengan pasal
yang sama. “Tuntutan hukuman tersebut, pantas diberikan kepada terdakwa,” ujar
Jaksa Trialiana kepada TangerangNET.Com seusai sidang.
Seusai pembacaan vonis, Hakim Tuty menanyakan
sikap terdakwa PP apakah menerima atau banding. “Saya terima Bu Hakim,” ujar
terdakwa PP dan jaksa menyatakan pikir-pikir.
Atas vonis yang dinilai rendah tersebut, pengacara
keluarga korban Ubaydillah, SH mendorong
jaksa untuk mengajukan banding agar dapat mendapat hukuman setimpal. “Kami
akan mendorong jaksa untuk mengajukan banding. Dalam tempo dua hari ke depan
akan kami sampai surat kepada jaksa,” ujar Ubaydillah yang dibenarkan rekannya,
Ba’dia F. Yadi, SH.
Ny. Hanaeni dan Antoni: belum pernah memaafkan pelaku. (Foto: Syafril Elain, TangerangNET.Com) |
Sementara itu, ibu korban pembunuhan Ny. Hanaeni terus
menangis mengeluarkan air mata. Ny. Hanaeni tidak banyak bicara kecuali menangis dan
memandang dengan pandangan kosong. “Saya sedih,” ucap Ny. Hanaeni.
Tawuran antar pelajar di Kota Tangerang terjadi, Sabtu (20/8/2016). Tawuran di kota berjuluk Akhlakul Karimah tersebut terjadi sekitar
pukul 14.30 WIB, melibatkan siswa dari SMK Negeri 4 dan PGRI 2.
Tawuran yang terjadi di depan Taman Potret, Jalan
Jenderal Sudirman, Kelurahan Babakan tersebut mengakibatkan satu orang siswa
SMK Negeri 4 bernama Fajri Ramadan, 15, tewas karena terkena senjata tajam pada
bagian leher. (ril)
0 Comments