![]() |
Hakim Ratna membacakan amar putusan dengan dibantu penerangan lampu dari handphone. (Foto: Syafril Elain, TangerangNET.Com) |
NET – Meski ruang
sidang gelap karena aliran listrik padam di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang,
Selasa (5/1/2016) tidak menghalangi majelis hakim membacakan vonis terhadap
terdakwa Arma Pradipta Hidayat, 21, mahasiswa perguruan tinggi ternama di Tangerang.
Terdakwa Arma divonis selama 6 tahun penjara karena terbukti secara sah dan
meyakinkan mengimpor narkotika jenis ekstasi dari Jerman.
Pada sidang
tersebut majelis hakim diketuai oleh Ratna Mintarsih, SH membacakan amar
putusan dengan bantuan lampu dari handphone. Hakim Ratna menyatakan perbuatan
terdakwa Arma terbukti melanggar pasal 112 ayat (2) Undang-Undang Republik
Indonesia tahun 2009 tentang Narkotika.
Oleh karena itu, menghukum terdakwa Arma dengan hukuman selama 6 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar dan bila tidak mampu membayar diganti dengan kurungan badan selama sebulan.
Vonis majelis hakim
tersebut lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rahmadhy Seno
Lukmakso, SH pada sidang sebelumnya. Jaksa Seno menuntut terdakwa Arma selama 7
tahun penjara dan denda Rp 1 miliar karena perbuatannya terbukti melanggar
pasal 112 ayat (2) UU RI No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Bila terdakwa
Arma tidak mampu membayar denda Rp 1 miliar diganti dengan kurungan badan
selama 3 bulan penjara.
“Meskipun terbukti
melakukan pembelian ekstasi dari Jerman, terdakwa Arma masih berstatus sebagai
mahasiswa yang akan melanjutkan pendidikan,” ucap Hakim Ratna dalam amar
putusannya.
Sebelumnya menjatuhkan
putusan, kata Hakim Ratna, telah didengar keterangan sejumlah saksi termasuk
saksi ahli. Berdasarkan keterangan saksi ahli, terdakwa Arma telah lama menjadi
pengguna ekstasi. Akibatnya, terdakwa Arma menjadi ketergantungan terhadap
narkotika jensi ekstasi.
Oleh karena itu, kata
Hakim Ratna, terdakwa Arma berupaya mendapat pil ekstasi untuk dipergunakan
sendiri dan termasuk membeli ekstasi dari Jerman. Ekstasi yang dibeli bukan
untuk diperdagangkan tapi digunakan sendiri oleh terdakwa Arma.
Menurut Hakim Ratna, perbuatan terdakwa Arma dilakukan melalui kawannya Panji Bagas Dwi
Prakoso yang memesan
pembelian ekstasi sebanyak 50 butir dengan harga Rp 5 juta. Terdakwa Arma bertemu dengan Panji di Bintaro Jaya, Sektor 8, Kota
Tangerang Selatan, Banten. Setelah uang diterima lantas Panji membeli eksasi
tersebut melalui cara online.
![]() |
Terdakwa Arma didampingi pengacara Abel Marbun. (Foto: Syafril Elian, TangerangNET.Com) |
Panji berpesan kepada terdakwa Arma, pemesanan atas nama orangtua terdakwa saja yakni Andi Prapanca
Hidayat agar tidak mudah dilacak. Panji mengatakan bila barang sudah sampai di
rumah biasanya suka ada bonusnya berupa kelebihan barang berupa ekstasi.
Pada
29 Mei 2015 sekitar jam 11:30 WIB,
terdakwa Arma mendapat surat panggilan dari kantor Pos Ciputat untuk mengambil
barang paket tersebut. Terdakwa Arma lalu pergi ke kantor Pos Ciputat dengan
membawa surat panggilan dan foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) atas nama Andi
Prapanca Hidayat. Saat mengambil paket tersebut terdakwa Arma membayar biaya Rp 52 ribu.
Saat terdakwa Arma ke luar dari kantor Pos
Ciputat dengan membawa paket tersebut, saat di
Jalan RE Martadinata No. 17, Kelurahan Pondok Cabe Udik, Kecamatan Pamulang,
ditangkap petugas polisi yang sudah mendapat informasi bahwa paket tersebut
berisi narkotika.
Oleh petugas dari Badan Narkotika Nasional
(BNN) tersebut, terdakwa Arma dan paket tersebut
digeledah. Ternyata benar paket tersebut berisi 97 butir ekstasi atau seberat
44,8 gram berikut tanda terima paket pos.
Setelah dibacakan
vonis, Hakim Ratna menanyakan kepada terdakwa Arma yang didampingi penasihat
hukum Abel Marbun, SH sikapnya atas putusan tersebut, yang dijawab dengan pikir-pikir.
Begitu juga jaksa menyatakan pikir-pikir.
“Silakan pikir-pikir
tapi setelah tujuh hari dari vonis hari ini tidak bersikap baik jaksa maupun
terdakwa, keputusan ini mempunyai kepastian hukum tetap,” ucap Hakim Ratna
sembari mengetukan palu tanda sidang ditutup. (ril)
0 Comments