![]() |
Saksi Sri Hesti Sapta Nawawi: saya gemetaran Pak Hakim. (Foto: Syafril Elain, TangerangNET.Com) |
NET – “Saya kira ada
korban kecelakaan lalulintas. Setelah saya liihat ada banyak bacokan pada tubuh
korban, baru tahu ini korban pembunuhan,” ujar Sri Hesti Sapta Nawawi bin Jiman
di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang, Senin (16/11/2015).
Sri Hesti adalah salah
seorang saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Tatu Adtya, SH dalam
sidang lanjutan perkara pembunuhan terhadap korban Purnama Ramdani, 27, di
Perumahan Puri Beta 2, Kecamatan Ciledug, Kota Tangerang, dengan terdakwa Imam
Saleh alias Tile bin Suklan, 23, dan Ari Junaedi bin Muhammad Yunus, 41.
Pada sidang yang majelis hakim diketuai oleh
Indra Cahya, SH dengan hakim anggota Tuty Haryati, SH dan Jamuka
Sitorus, SH tersebut, Jaksa Adtya menghadirkan lima orang saksi. Selain Sri Hesti,
empat orang saksi lainya yakni Asmawi Saleh alias Jefri, Solihin bin Anwar, dan
dua orang anggota polisi yakni M. Siagian dan Ervan Dwi Hermanto.
Saksi Sri Hesti dalam
persidangan tersebut menceritakan kejadian tersebut 10 Mei 2015 sekitar pukul
00:30 bersama suami ke luar rumah untuk membeli sesuatu. Dalam perjalan di depan Alfamidi Puri Beta 2, RT 05/13,
Kelurahan Larangan Utara, Kecamatan Larangan, melihat ada orang ramai. Kemudian
saksi mendekati keramaian malam yang remang-remang itu.
Saat didekati, kata
Sri Hesti, ada seorang sempoyongan kemudian terjatuh. “Ketika saya dekati, korban
langsung memegang tangan saya kuat sekali sambil memanggil nama ‘Novi, Novi’.
Saya terkejut dan gemetar ketika korban memegang tangan saya Pak Hakim,” ungkap saksi Sri Hesti seraya menyebutkan
suaminya langsung pergi jauh karena takut.
Bersamaan dengan itu,
imbuh Sri Hesti, tiba-tiba ada orang yang mengepruk (memukul-red) dengan batu
kepala korban. Orang yang mengepruk tersebut langsung pergi dan korban
terjatuh. “Saya tidak bisa melihat orang yang mengepruk karena mukanya ditutupi
seperti helm,” ucap Sri Hesti dengan lantang.
Menurut saksi Sri
Hesti, tidak lama kemudian datang seorang perempuan mengaku bernama Novi, yang
datang mau mengambil sepeda motor milik korban. “Saya katakan kepada Novi
jangan ambil sepeda motor sebelum datang polisi. Ini ada pada saya kunci sepeda
motor dan handphone,” ujar saksi Sri Hesti.
Lantas, kata Sri
Hesti, handphone diserahkan kepada Novi lalu dia menghubungi seseorang. “Setelah
tersambung handphone tersebut kembali diberikan kepada saya oleh Novi. Saya katakana dengan
orang yang bicara melalui handphone, ini korban sudah meninggal dunia,” tukas
saksi Sri Hesti.
Ketika ditanya Hakim
Indra Cahya dengan siapa saksi Sri Hesti bicara, dijawab tidak tahu. “Saya
tidak tanya Pak Hakim. Saya waktu itu gemetaran lihat korban yang terkapar.
Saya hanya tahu korban sudah meninggal dunia,” ucap saksi Sri Hesti.
Menurut saksi Sri
Hesti, tidak lama kemudian datang lagi orang yang mengenakan tutup muka seperti
helm mengambil pedang panjang yang masih menempel di tubuh korban. Setelah
pedang panjang diambil, mereka pergi dengan mengendarai sepeda motor.
Ketika ditanya Hakim
Indra, apakah saksi Sri Hesti melihat dan mengenal orang yang mengambil pedang
panjang tersebut di tubuh korban? “Saya tidak melihat mukanya karena ditutup
seperti helm,” kilah saksi Sri Hesti.
Akhirnya, kata saksi
Sri Hesti, datang polisi ke lokasi kejadian. “Setelah polisi datang lalu saya
serahkan kunci sepeda motor dan handphone korban. Sekaligus saya beri tahu
kepada polisi ada Novi, pacar korban,”
tutur saksi Sri Hesti.
Sementara saksi
lainnya, seperti M. Siagian dan Ervan Dwi Hermanto menjelaskan tentang proses penangkapan kedua
terdakwa Imam Saleh dan Ari Junaedi.
Sedangkan Asmawi dan Solihin menjelaskan tentang organisasi kemasyarakat Forum
Rempug Betawi (FBR).
Setelah mendengar
keterangan kelima orang saksi, majelis menunda sidang selama sepekan untuk
mendengarkan keterangan lainnya. (ril)
0 Comments