![]() |
Terdakwa Faldo: ada apa dengan tatto saya. (Foto: Syafril Elain, TangerangNET.Com) |
NET – Merasa pelayanan
keimigrasian tidak beres, Faldo, 33, melayangkan bogem ke arah Pangestu Kusuma
Ardhie, 33, petugas Imigrasi Bandara Soekarno Hatta. Akibatnya, Faldo diseret
ke meja hijau untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Sidang perdana di Pengadilan
Negeri (PN) Tangerang, Senin (24/8/2015) kasus pemukulan terhadap Pangestu
Kusuma Ardhie, langsung menghadirkan empat orang saksi. Terdakwa Faldo, penumpang pesawat yang tinggal di Pondok Aren, Tangerang Selatan
(Tangsel) itu diancam pasal 351 ayat (1) dan
pasal 335 ayat (1) KUHP tentang penganiayaan dan perbuatan tidak
menyenangkan dengan ancaman 2,8 tahun penjara.
Jaksa Triyana dalam dakwaannya
menyebutkan peristiwa itu terjadi pada 3
November 2014 lalu sekitar pukul 20:00 WIB, saat pesawat Air Asia mendarat dari
Kualalumpur, Malaysia. Pangestu yang bertugas sebagai pemeriksa pendaratan sedang melayani
penumpang WN asal Belanda. Karena ada kekurangan administrasi, Pangestu meminta
WN Belanda itu bergeser dan tetap menjalankan antrean.
Namun, ketika WN
Belanda datang untuk melengkapi persyaratan, tiba-tiba dari arah antrean yang
lain datang terdakwa Faldo. Kemudian Pangestu meminta Faldo mundur, tetapi
dibalas dengan emosi. Setelah melayani WN Belanda, Faldo datang kembali dengan
marah-marah sambil mengatakan kata-kata yang tidak enak.
“Dia (Faldo) bilang
udah cap aja, jangan banyak bacot luh. Saya masih tenang dan mencoba
menjelaskan, tapi dia tidak terima dan marah-marah. Saya tenangin dia jangan marah
karena ada aturan, dia masih emosi,” ujar Pangestu saat memberikan kesaksian.
Ketegangan antara
Faldo dan Pangestu terus berlanjut. Emosi Faldo pecah ketika Pangestu sempat
menyampaikan dirinya tidak takut dengan tato yang ada di tangan Faldo. “Ada apa dengan tato saya, saya bukan
bajingan,” ujar Pangestu menirukan ucapan Faldo.
Menurut Pangestu,
kalimat itu sangat keras dan terdengar oleh ayahnya yang berada di antraen
sebelah. Setelah itu, ayahnya datang sambil marah-marah juga karena menganggap anaknya
dibilang bajingan oleh Pangestu.
“Saya jelaskan kalau
saya, tidak ngomong itu. Tapi bapaknya marah-marah, katanya mendahulukan orang
asing dari pada Indonesia. Ayahnya juga meminta nama saya dan mengancam supaya
dipecat oleh kantor,” jelas Pangestu.
Ketika Pangestu
memberikan nama sambil menunjukan id card, Faldo membentak dirinya. “Jangan
banyak bacot deh, gue tunggu di luar kita ribut,” tutur Pangestu yang kembali
menirukan kata-kata kasar Faldo.
Karena kesabaran yang
sudah habis, Pangestu kesal dan menggebrak meja. Ketika itu supervisor Imigrasi
datang dan meminta insiden ini diselesaikan di ruang Kantor Imigrasi. “Tapi pas
saya turun dari konter, tiba-tiba dipukul beberapa kali. Saya hanya bisa
menahan. Teman-teman saya juga sempat melerai. Setelah dipisahkan, Faldo
kembali lari dan mengejar saya sambil menendang dan sempat memukuli juga. Teman
saya langsung melerai lagi,” ungkapnya.
Pangestu mengungkapkan
pihaknya langsung menghubungi pimpinan dan kepolisian. Namun karena kepolisian
yang belum datang, akhirnya sempat dilakukan mediasi. Pangestu meminta kejadian
ini diproses karena merupakan tindak pidana, tapi pimpinannya sempat
menyarankan damai.
“Karena saya bawahan
ikut saja. Pas kumpul di salah satu ruangan makan, dia sempat minta maaf. Tapi dalam hati saya,
tetap tidak terima. Keesokan harinya ternyata tangan saya memar semua tidak
bisa kerja selama 3 hari. Akhirnya, saya lapor polisi pada tanggal 5 November
2014,” ucap Pangestu.
Sidang dalam perkara
tindakan kekerasan ini dipimpin oleh ketua Majelis Hakim Maringan Sitompul.
Setelah sidang dibuka, majelis hakim langsung mempersilahkan Jaksa Penuntu Umum
(JPU) Tryana untuk membacakan dakwaan. Sidang dilanjutkan dengan meminta
keterangan saksi. Sedikitnya ada empat orang saksi yang dihadirkan, yakni saksi
korban Pangestu, petugas imigrasi Galih, 28, dan Priyo, 30, serta Yosephin, 27,
pacar terdakwa Faldo. (ril)
0 Comments