SOROT TANGERANG - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Tedjo Edhi Purdijatno tidak akan memberikan keringanan hukuman bagi para bandar narkoba yang telah divonis mati.
"Kami tidak akan memberikan keringanan hukuman kepada para bandar narkoba itu. Apalagi kepada mereka yang telah menyelundupkan 862 kilogram sabu, baru-baru ini," kata Menko Polhukam di sela-sela pemusnahan 862 kilogram sabu di Garbage Plan Bandara Soekarno Hatta (BSH), Selasa (27/1).
Alasannya, kata Tedjo, pengungkapan narkoba yang barang buktinya terbesar se- Asia tersebut, merupakan bukti dari seriusnya Pemerintah Indonesia dalam memberantas jaringan Narkoba. "Ini adalah bukti bahwa kita benar-benar serius menanganinya. Dan tidak akan memberikan keringanan apa pun kepada bandar-bandar narkoba yang hukaman matinya sudah inkrah (mempunyai kekuatan hukum tetap-rd)," kata Menko Polhukam
Menko Polhukan menjelaskan bahwa pihaknya akan mempercepat proses hukum kasus penyelundupan narkotika yang diotaki oleh WCP, agar yang bersangkutan segera mendapat kepastian hukum tetap. Sementara bagi para pengguna narkoba, katanya, lebih baik direhabilitasi. Karena hukuman penjara bukanlah solusi yang terbaik bagi mereka.
Senada pula dengan Tedjo, Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), Inspektur Jandral Anang Iskandar yang mengatakan hukuman mati bagi para bandar narkoba harus konsisten dilakukan. Tujuannya tidak lain untuk memberikan efek jera.
Sedangkan mengenai sembilan orang tersangka yang terlibat dalam penyelundupan 862 Kg lewat jalur laut seperti WCP, 41, TSL, 40, SUF, 33, dan CHM, 34 (Warga Hongkong) serta TST, 48 (warga Malaysia) dan dua warga Indonesia, AS, 28, SN, 39, S,36 dan A,21, menurut Anang tergantung dari putusan hakim dalam melihat peran mereka masing-masing. Tapi, lanjut Anang, bila melihat barang buktinya yang sebesar itu, pelakunya bisa dihukum mati.
Berdasarkan pemantauan di lokasi, pemusnahan sabu seberat 862 Kg atau senilai Rp 1,7 triliun itu dilakukan dengan cara dimasukkan dan dibakar di dalam Insenerator di Garbage Plan BSH.
Itu dilakukan untuk mencegah terjadinya penyimpangan seperti hilang atau berubahnya barang bukti. “Sesuai ketentuan, barang bukti harus dimusnahkan maksimal 27 hari setelah penangkapan, supaya tidak terjadi penyelewengan barang bukti,” papar Anang. (man)
0 Comments