SOROT TANGERANG – Meirika Franola alias Ola, 44, terpidana hukuman penjara seumur hidup yang dituntut hukuman mati oleh jaksa, menyatakan pasrah. “Saya hanya percaya kepada Tuhan. Saya serahkan kepada Tuhan apakah dihukum mati atau tidak ,” ujar Ola kepada wartawan seusai sidang di Pengadilan Negeri (PN), Senin (16/2).
Sidang lanjutan perkara narkotika jaringan internasional itu, dengan agenda pembacaan duplik (tanggapan atas tuntutan jaksa) oleh penasihat hukum Ola, Syofyan Troy Latuconsina, SH. Pada sidang sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Septi, SH tetap pada tuntutannya yakni menuntut hukuman mati terhadap Ola.
Majelis hakim yang diketuai oleh Bambang Edhy Supriyanto, SH dengan hakim anggota Mahri Mahendra, SH dan Inang Kasmawati, SH, Ola dalam sidang tersebut tidak membacakan pembelaan dan duplik dibacakan oleh Troy Latuconsina.
Troy Latuconsina mengatakan perbuatan materiil yang didakwakan kepada terdakwa Ola adalah percobaan atau permufakatan untuk melakukan tindak pidana narkotika atau prekusor narkotika. Dengan demikian, inti delik atau bestanden delik adalah menyangkut narkotika itu sendiri terdiri atas beberapa jenis yang dibagi dalam beberapa golongan yang berkualifikasi dalam beberapa pasal yang diancam pidana secara berbeda.
Menurut Troy Latuconsina, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Septi pendapatnya bertolak belakang dalam hal melakukan pencucian uang saat menyampaikan tuntutan pidana . Dalam proses persidangan sampai dengan acara pembelaan, tidak ada penampakan sama sekali jenis-jenis surat seperti yang diulas jaksa.
“Jaksa telah melakukan penyitaan yang memenuhi pasal 38 dan pasal 39 KUHAP yang dijadikan sebagai alat bukti surat menurut ketentuan pasal 187 KUHAP. Tapi tiba-tiba dimunculkan atau diselundupkan pada saat replik setelah penasihat hukum mensomir jaksa bahwa tidak dilakukan penyitaan surat-surat menurut ketentuan pasal 38 jo pasal 39 KUHAP,” urai Troy Latuconsina.
Troy Latuconsina mengatakan jaksa menampilkan metode baru dalam cara melakukan pembuktian atas bentuk konstruksi dakwaan kumulatif karena terlepas dari praktek peradilan yang dianut selama ini tapi dalam etika penuntutan telah diberikan pedoman penuntututan oleh surat edaran Jaksa Agung.
“Dilakukan pembuktian masing-masing dakwaan secara sendiri-sendiri, apabila disertai dengan irah-irah ‘secara mutatis mutandis’ tapi bukan dilakukan dengan cara menggabungkan menjadi pembahasan atau dakwaan yang berkesan seola-olah pembuktian yang dilakukan itu dalam adalah pembuktian terhadap ‘dakwaan tunggal’,” ujar Troy Latukonsina.
Setelah mendengarkan pembacaan duplik, Hakim Bambang menunda sidang selama dua pekan untuk pembacaan vonis terhadap Ola. (ril)
0 Comments