
Ahmad Khozinudin
(Foto: Dokumen TangerangNet.Com)
MAJELIS Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan rilis sikap resmi yang meminta agar Pemerintah melakukan pengawasan dan evaluasi ketat setelah proyek Pantai Indah Kapuk (PIK) II - Tropical Coastline di Kabupaten Tangerang, Banten, dicabut dari daftar Proyek Strategis Nasional (PSN) oleh Presiden Prabowo Subianto. Melalui Sekretaris Jenderal MUI Amirsyah Tambunan dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa, mengatakan bahwa pencabutan status PSN itu perlu diikuti dengan langkah pengawasan agar tidak ada pihak yang tetap melakukan aktivitas pembangunan di kawasan tersebut.
“Pasca Statusnya dalam daftar PSN dicabut Presiden, kami menemukan adanya selisih luas kawasan mangrove yang cukup signifikan. Berdasarkan data lapangan, hutan mangrove milik Perhutani yang semula seluas 17.055 hektare kini tersisa sekitar 12.270 hektare. Artinya, ada sekitar 400 hektare lahan yang berubah fungsi,” kata Amirsyah (Antara, 21/10).
Penulis sendiri, bersama sejumlah Advokat dan aktivis lintas pergerakan (Muhammad Said Didu, Mayjen TNI Purn Soenarko, Gufroni, SH MH, Muhammad Syamsir Djalil, SH MH, Fajar Gora SH MH, Holid Miqdar, dll), telah menegaskan pentingnya tidak lanjut dari penghapusan status PSN PIK-2 melalui sejumlah langkah. Di antaranya, pengembalian lahan (tanah) milik Negara dan masyarakat.
Dalam poin ke-Ketiga pernyataan sikap yang kami rilis 16 Oktober 2025 lalu di depan Pengadilan Negeri Serang, di Kota Serang, proyek PIK-2 telah melakukan perampasan sejumlah tanah Negara berupa wilayah laut seluas 300 hektar (kasus SHGB laut, terdakwa Arsin dkk), perampasan kawasan hutan lindung seluas 1500 hektar (kawasan Tropical Coastland), perampasan hak publik atas fasos fasum berupa sungai, jalan, jembatan, hingga perampasan masjid/mushola, termasuk perampasan tanah negara dari sitaan eks BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia).
Tanah Negara dari sitaan eks BLBI di antaranya tanah seluas 80 hektar dari terpidana Kasus Gagal Kliring Bank Pembangunan Asia, Lee Darmawan. Sisanya, dari terdakwa lainnya yang luas totalnya sekitar 120 hektar.
Proyek ini, juga telah merampas hak atas tanah rakyat yang ada di kawasan pengembangan PIK-2 seperti yang dialami oleh Charlie Chandra dan H. Fuad Efendi Zarkasi. Keduanya, telah kehilangan tanah mereka dan kini menjadi kawasan industri property proyek PIK-2.
Khusus kawasan Tropical Coasland seluas 1.755 hektar, menurut MUI kawasan tersebut di area Perhutani yang semula seluas 17.055 hektar kini tersisa sekitar 12.270 hektare. Kami telah mendengar informasi, ada upaya untuk melakukan tukar guling (ruislag) atas kawasan yang sudah terbangun, walaupun tidak mendapat persetujuan dari Kementerian Kehutanan.
Karena itu, kami mendorong agar pemerintah melakukan audit menyeluruh terhadap pelaksanaan proyek PIK-2, setidaknya memuat objek pemeriksaan:
Pertama, audit terhadap luasan tanah yang dikelola PIK-2, ditindaklanjuti dengan pengembalian tanah kepada pemiliknya, baik yang ada dalam kewenangan Negara maupun milik masyarakat.
Kedua, audit terhadap pelaksanaan proyek PIK-2 yang berkaitan dengan kewenangan pemerintah, khususnya dalam hal perizinan dan pendapatan daerah. Audit ini meliputi audit kinerja dan audit keuangan.
Ketiga, audit hukum yang objeknya khusus untuk memeriksa seluruh pelanggaran hukum yang terjadi dalam pelaksanaan proyek PIK-2. Kasus korupsi pagar laut tidak boleh dianggap kegiatan terpisah, karena seluruh pelanggaran kedaulatan laut dengan terbitnya SHGB di laut dan pemagaran kawasan laut, tidak dapat dipisahkan sebagai bagian dari kegiatan pengembangan kawasan PIK-2.
Dalam audit ini, selain memeriksa berbagai permasalahan proyek PIK-2 juga untuk menyiapkan rencana penyelesaian kasus. Misalnya, penyiapan mekanisme pengembalian lahan warga dalam keadaan seperti semula.
Seluruh pihak yang berkepentingan perlu dilibatkan. Kami sendiri, siap memberikan bantuan dan masukan untuk terlibat dalam tim audit.
Kasus PIK-2 dapat dijadikan pilot projek untuk menyelesaikan problematika PSN bermasalah. Karena sepanjang kekuasaan Presiden RI ke-7 Joko Widodo (Jokowi), masih banyak PSN lainnya yang merampas tanah rakyat dan Negara yang menyengsarakan rakyat dan menggerus kedaulatan Wilayah Negara. (***)
Penulis adalah Advokat dan Koordinator Tim Advokasi Melawan Oligarki Rakus Perampas Tanah Rakyat (TA-MOR-PTR)



0 Comments