Ustadz Yahya Waloni
(Foto: Istimewa)
Catatan Hamba Allah
DI ANTARA ribuan cara Allah menjemput hamba-Nya, ada yang begitu indah, begitu mulia, begitu menggugah: wafat di atas mimbar, saat menyampaikan kalimat-kalimat Allah di rumah-Nya.
Hari ini, langit menangis dan bumi bersaksi. Ustadz Yahya Waloni—sosok yang pernah mengguncang panggung dakwah Indonesia, yang pernah menuai kontroversi namun juga mengundang hidayah bagi ribuan jiwa—telah kembali kepada Sang Pemilik Hidup… dalam keadaan khatib, menyeru umat dari mimbar masjid.
Wafatnya bukan biasa. Ia bukan hanya sebuah akhir. Tapi sebuah pesan keras dari langit: “Inilah kematian seorang pejuang yang tak pernah berhenti bicara tentang kebenaran.”
Berapa banyak dari kita yang mendambakan husnul khatimah, namun terjebak dalam rutinitas dunia? Sementara Ustadz Yahya Waloni—dengan segala perjalanan hidupnya yang penuh liku, dengan keberaniannya berdiri lantang atas apa yang ia yakini—dipanggil saat menyampaikan pesan ilahi di rumah Allah. Bukan di atas ranjang rumah sakit, bukan dalam kesendirian, tapi di hadapan jamaah, dalam tugas mulia.
Inilah pelajaran keras bagi kita semua.
Kita yang masih hidup, masih menunda taubat, masih sibuk menilai siapa yang salah siapa yang benar, sementara waktu terus menyempit, napas kian pendek, dan panggilan Ilahi tak pernah bisa diprediksi.
Ustadz Yahya Waloni telah kembali. Bukan sebagai orang yang sempurna, tapi sebagai sosok yang wafat dalam kemuliaan dakwah. Sebuah akhir yang hanya diberikan kepada hamba-hamba pilihan.
Maka pertanyaannya sekarang bukan tentang beliau.
Tapi tentang kita.
Jika hari ini adalah khutbah terakhir kita, apakah kita siap?
Jika ini adalah nafas terakhir kita, apakah Allah akan ridha?
Mari kita hidup bukan hanya untuk dikenang, tapi untuk meninggalkan jejak menuju langit.
Karena pada akhirnya, bukan seberapa lama kita hidup… tapi bagaimana kita dipanggil pulang.
Selamat jalan, Ustadz Yahya Waloni.
Semoga Allah menyambutmu dengan senyum dan rahmat-Nya.
Engkau telah wafat di medan dakwah. Dan kami… semoga menyusul dalam perjuangan yang sama. (***)
0 Comments