![]() |
Ilustrasi, gambaran kekompakan aktivis. (Foto: Istimewa) |
HARI ini (Sabtu, 22/3), penulis mendapatkan undangan buka
bersama sekaligus konsolidasi perjuangan untuk melawan kezaliman Aguan alias
Sugianto Kusuma di proyek Pantai Indah Kapuk (PIK)-2. Hanya saja, karena sudah
ada jadwal untuk menjemput anak di pondok, penulis menyampaikan udzur dan mohon
izin untuk tidak menghadiri.
Melalui tulisan ini, penulis ingin menyampaikan sumbang
saran untuk kepentingan perjuangan, demi menguatkan kohesi internal perjuangan,
sekaligus menanggulangi dan menghadapi tantangan, hambatan dan gangguan
perjuangan. Untuk merincinya, sebelumnya perlu diketahui anatomi kezaliman yang
dilakukan oleh Oligarki PIK-2.
Proyek PIK-2 milik Aguan dan Anthony Salim, adalah proyek
bisnis properti yang merampas tanah rakyat. Praktik perampasan tanah ini, sudah
lama terjadi jauh sebelum proyek ini ditetapkan sebagai PSN (Proyek Strategi
Nasional) oleh rezim Jokowi (Joko Widodo), pada Maret 2024 lalu.
Karakter kezaliman proyek PIK-2 ini, melibatkan sejumlah
unsur, yaitu:
Pertama, unsur pejabat pemerintahan dari tingkat desa hingga
Pemda, bahkan menjangkau ke kementerian dan istana, khususnya pejabat di BPN
(Badan Pertanahan Nasional).
Kedua, unsur preman untuk menguasai lahan, baik preman desa
hingga yang dikonsolidasi oleh ormas tertentu.
Ketiga, unsur APH (Aparat Penegak Hukum), baik dari
kepolisian (leading sektor), kejaksaan hingga ke pengadilan.
Keempat, unsur politik baik yang ada di legislatif maupun
eksekutif. Baik di DPD (Dewan Perwakilan Daerah), DPR (Dewan Perwakilan Rakyat),
DPRD (Dewan Perawakilan Rakyat Daerah), dan struktur kekuasaan lainnya.
Aguan telah menginvasi seluruh unsur kekuasaan, menjadi
bagian dari kejahatan perampasan tanah yang dia lakukan. Sehingga, saat
tuntutan penegakan hukum atas kasus ini, para pejabat dan aparat tidak saja
sibuk melindungi Aguan, melainkan sibuk melindungi dirinya sendiri yang
terjebak dan terlibat dalam kejahatan.
Contohnya AKP Yan Hendra, yang ikut terlibat dalam proses
perampasan tanah dan kriminalisasi terhadap H. Fuad. Posisi AKP Yan Hendra,
saat ini gigih membela proyek ini bukan sekedar untuk melindungi Aguan,
melainkan juga untuk melindungi dirinya sendiri yang terlibat dalam kejahatan
perampasan tanah H. Fuad Efendi Zarkasy.
Seluruh kepala desa di Kabupaten Tangerang yang terdapat
pagar laut, saat ini pasang badan untuk melindungi proyek PIK-2, bukan semata
untuk melindungi Aguan. Melainkan, juga untuk melindungi dirinya sendiri yang
terlibat aktif dalam menzalimi rakyatnya sendiri.
Sementara itu, kekuasaan yang dipimpin Presiden Prabowo
Subianto hanya setor muka. Tidak aktif melindungi rakyat Banten, dan menghukum
para penjahat perampas tanah rakyat Banten, dari hulu hingga hilir.
Mengingat begitu besarnya tantangan perjuangan, karena
minimnya dukungan Negara, juga terlibatnya berbagai lini kekuasaan dan aparat
penegak hukum dalam praktik kejahatan Aguan, maka penulis merekomendasikan
beberapa hal:
Pertama, bangun saling percaya, saling mengerti, dan penuhi
dengan sikap toleran terhadap sesama aktivis perjuangan. Jangan mau dipecah
belah oleh Aguan, yang menghembuskan isu-isu dan fitnah di antara para aktivis.
Kedua, kumpulkan semua potensi dan bergerak sesuai kapasitas
dan levelnya masing-masing. Hindari konflik internal, jika ada masalah internal
cukup selesaikan secara privat, tak perlu latah menjadikan persoalan itu
menjadi komoditi publik melalui sosial media.
Ketiga, setiap kita memiliki catatan dan latar yang berbeda.
Fokus pada musuh bersama, bukan pada perbedaan dan catatan yang sifatnya
alamiah dalam sebuah sinergi perjuangan.
Keempat, hindari tindakan provokasi untuk melakukan tindakan
melanggar hukum. Karena jika itu yang terjadi, tim Buzzer Aguan dan aparat yang
ada dalam kendali Aguan, akan mengkapitalisasi isu itu untuk menutupi kejahatan
mereka.
Kelima, jangan latah nimbrung di semua isu. Arahkan, semua
isu sebagai sarana kapitalisasi dan amplifikasi narasi perjuangan melawan
AGUAN.
Ingat, jika Banten lewat maka wilayah NKRI (Negara Kesatuan
Republik Indonesia) lainnya juga selesai. Banten adalah parameter perlawanan,
jika Banten kalah maka bersiaplah mewariskan dosa sejarah kepada seluruh anak
cucu bangsa generasi selanjutnya.
Dosa sejarah akan raibnya sebuah peradaban yang dibangun
diatas pondasi Islam dan budaya yang mengakar erat. Digantikan dengan peradaban
hedonis dan kooptasi dan inovasi entitas etnis China seperti yang terjadi di
Singapura. (***)
Penulis adalah Advokat, Koordinator Tim Advokasi Melawan
Oligarki Rakus Perampas Tanah Rakyat (TA-MOR-PTR)
0 Comments