![]() |
Muhammad Said Didu. (Foto: Syafril Elain/TangerangNet.Com) |
PENANGKAPAN Muhammad Kerry Andriantono Riza (MKAR), putra
Mohammad Riza Chalid (MRC) oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesaia terkait dengan supply bahan baku dan BBM (Bahan
Bakar Minyak) ke Pertamina menjadi tanda yang baik dalam memberantas mafia
migas di Indonesia.
Penangkapan pejabat Pertamina dan Putra MRC oleh Kejaksaan Agung,
semoga sebagai langkah Presiden Prabowo menggulung KARPET MERAH mafia migas
Indonesia yang selama ini diberikan oleh rezim sebelumnya kepada mafia migas
tersebut
Publik paham bahwa MRC memiliki sejarah panjang sebagai
pihak yang selalu mendapatkan karpet merah oleh rezim sebelumnya dalam mengatur
tata niaga migas Indonesia.
Tahun 2008 saat Pertamina berkeinginan menghentikan peran
Petral dalam mengatur perdagangan migas Pertamina untuk dikendalikan langsung
oleh Pertamina lewat ISC (Integrated Supply Chain) Pertamina.
Saat itu, Deputi Direktur ISC Pertamina dipegang oleh
Sudirman Said sedang menyiapkan perubahan tersebut, tapi diminta menghentikan
proses pengalihan tersebut dan meminta agar pengaturan perdagangan dikembalikan
ke Petral lagi. Perintah seperti ini
dapat dipastikan berasal dari keputusan rezim saat itu. Selain program tersebut
dihentikan, Sudirman Said juga diberhentikan oleh Dirut Pertamina saat itu
(Karen Agustiawan).
Dan kita semua tahu bahwa Petral hanyalah vehicle yang
selama ini dikendalikan oleh Geng MRC. Akhirnya Petral kembali ke fungsinya
sebagai pengendali tata niaga migas Pertamina.
Cerita tentang penghentian ISC dan Sudirman Said serta Dirut
Pertamina (Arie Soemarno - Alm), penulis paham betul belum saatnya dibuka.
Tahun 2014, Menteri ESDM Sudirman Said membentuk Satgas
Anti-Mafia Migas yg diketuai oleh almarhum Faisal Basri dan menemukan bahwa
transaksi perdagangan migas di Petral sebagian besar jatuh ke tangan MRC dan
Satgas tersebut merekomendasikan pembubaran Petral.
Atas rekomendasi Satgas tersebut maka 2015, Menteri ESDM
meminta Pertamina untuk melakukan Audit Investigasi terhadap Petral dan
hasilnya sudah dilaporkan ke Presiden Jokowi tahun 2015. Hasil audit tersebut
menunjukkan bahwa ada persekongkolan dalam pengadaan migas selama ini. Presiden
Joko Widodo saat itu sempat ragu untuk meminta Menteri ESDM untuk melaporkan
hasil audit tersebut ke KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi).
Tapi Pertamina dan Menteri ESDM tetap melaporkan ke KPK tapi
semua mandeg. Saat itu, sepertinya mafia migas
kembali kuat.
Tahun 2015 terbuka kasus Papa minta saham Freeport. Tokoh
utama kasus tersebut adalah mantan Ketua DPR Setya Novanto (yang juga Ketua
Partai Golkar ketika itu) dan MRC. Atas kasus tersebut, Setya Novanto sudah
menjalani hukuman dengan berhenti sebagai Ketua DPR tapi MRC tidak tersentuh
sedikit pun - bahkan berkali-kali sering muncul sebagai tamu VIP Presiden Joko
Widodo.
Inilah gambaran ringkas betapa kuatnya MRC dalam
"mengendalikan" perdagangan migas di Indonesia karena selalu
mendapatkan karpet merah rezim yang sedang berkuasa.
Penulis punya sejarah panjang "bersinggungan"
dengan MRC. Bahkan hari pertama sebagai Sesmen BUMN (2005), penulis sudah
"berhadapan" dengan yang bersangkutan dan terakhir saat kasus Papa minta saham -
intinya selama ini yang bersangkutan mendapatkan karpet merah setiap rezim yang
berkuasa.
Apakah Presiden Prabowo akan menggulung karpet merah yang
selalu disiapkan oleh rezim untuk mafia migas selama ini ? Ataukah sekadar
ganti mafia?
Mari kita tunggu. (***)
Penulis adalah Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) periode 2005-2010.
0 Comments