Berita Terkini

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Presiden Prabowo Sedang Menggulung Karpet Merah Mafia Migas?

Muhammad Said Didu.
(Foto: Syafril Elain/TangerangNet.Com)


Oleh: Muhammad Said Didu

 

PENANGKAPAN Muhammad Kerry Andriantono Riza (MKAR), putra Mohammad Riza Chalid (MRC) oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesaia  terkait dengan supply bahan baku dan BBM (Bahan Bakar Minyak) ke Pertamina menjadi tanda yang baik dalam memberantas mafia migas di Indonesia.

Penangkapan pejabat Pertamina dan Putra MRC oleh Kejaksaan Agung, semoga sebagai langkah Presiden Prabowo menggulung KARPET MERAH mafia migas Indonesia yang selama ini diberikan oleh rezim sebelumnya kepada mafia migas tersebut

Publik paham bahwa MRC memiliki sejarah panjang sebagai pihak yang selalu mendapatkan karpet merah oleh rezim sebelumnya dalam mengatur tata niaga migas Indonesia.

Tahun 2008 saat Pertamina berkeinginan menghentikan peran Petral dalam mengatur perdagangan migas Pertamina untuk dikendalikan langsung oleh Pertamina lewat ISC (Integrated Supply Chain) Pertamina.

Saat itu, Deputi Direktur ISC Pertamina dipegang oleh Sudirman Said sedang menyiapkan perubahan tersebut, tapi diminta menghentikan proses pengalihan tersebut dan meminta agar pengaturan perdagangan dikembalikan ke Petral lagi.  Perintah seperti ini dapat dipastikan berasal dari keputusan rezim saat itu. Selain program tersebut dihentikan, Sudirman Said juga diberhentikan oleh Dirut Pertamina saat itu (Karen Agustiawan).

Dan kita semua tahu bahwa Petral hanyalah vehicle yang selama ini dikendalikan oleh Geng MRC. Akhirnya Petral kembali ke fungsinya sebagai pengendali tata niaga migas Pertamina.

Cerita tentang penghentian ISC dan Sudirman Said serta Dirut Pertamina (Arie Soemarno - Alm), penulis  paham betul belum saatnya dibuka.

Tahun 2014, Menteri ESDM Sudirman Said membentuk Satgas Anti-Mafia Migas yg diketuai oleh almarhum Faisal Basri dan menemukan bahwa transaksi perdagangan migas di Petral sebagian besar jatuh ke tangan MRC dan Satgas tersebut merekomendasikan pembubaran Petral.

Atas rekomendasi Satgas tersebut maka 2015, Menteri ESDM meminta Pertamina untuk melakukan Audit Investigasi terhadap Petral dan hasilnya sudah dilaporkan ke Presiden Jokowi tahun 2015. Hasil audit tersebut menunjukkan bahwa ada persekongkolan dalam pengadaan migas selama ini. Presiden Joko Widodo saat itu sempat ragu untuk meminta Menteri ESDM untuk melaporkan hasil audit tersebut ke KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi).

Tapi Pertamina dan Menteri ESDM tetap melaporkan ke KPK tapi semua mandeg. Saat itu, sepertinya mafia migas  kembali kuat.

Tahun 2015 terbuka kasus Papa minta saham Freeport. Tokoh utama kasus tersebut adalah mantan Ketua DPR Setya Novanto (yang juga Ketua Partai Golkar ketika itu) dan MRC. Atas kasus tersebut, Setya Novanto sudah menjalani hukuman dengan berhenti sebagai Ketua DPR tapi MRC tidak tersentuh sedikit pun - bahkan berkali-kali sering muncul sebagai tamu VIP Presiden Joko Widodo.

Inilah gambaran ringkas betapa kuatnya MRC dalam "mengendalikan" perdagangan migas di Indonesia karena selalu mendapatkan karpet merah rezim yang sedang berkuasa.

Penulis punya sejarah panjang "bersinggungan" dengan MRC. Bahkan hari pertama sebagai Sesmen BUMN (2005), penulis sudah "berhadapan" dengan yang bersangkutan  dan terakhir saat kasus Papa minta saham - intinya selama ini yang bersangkutan mendapatkan karpet merah setiap rezim yang berkuasa.

Apakah Presiden Prabowo akan menggulung karpet merah yang selalu disiapkan oleh rezim untuk mafia migas selama ini ? Ataukah sekadar ganti mafia?

Mari kita tunggu. (***)


Penulis adalah Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) periode 2005-2010.

 


Post a Comment

0 Comments