Syafril Elain, RB (Foto: Ist/koleksi pribadi Syafril Elain) |
DENGAN ada keinginan Pemerintah untuk menyelenggarakan
Pilkada Serentak seluruh wilayah di Indonesia yang jumlah daerah sangat banyak
itu, biaya pun menjadi keharusan. Bila Pilkada dilaksanakan terpisah, anggaran
pun berasal daerah setempat.
Biaya pelenyelenggara Pilkada Serentak 2024 disebutkan oleh
Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) dari tiga tahun anggaran, yakni 2022, 2023, dan 2024.
Berdasarkan data dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu), total
anggaran yang diajukan untuk pelaksanaan Pilkada serentak 2024 mencapai Rp37,52
triliun.
Anggaran tersebut digunakan untuk menyelenggarakan pemilihan
di 545 daerah di seluruh Indonesia. Adapun alokasi anggaran tersebut disalurkan
kedua lembaga yakni KPU di daerah sebanyak Rp28,76 triiun dan Bawaslu di daerah
sebanyak Rp8,76 triliun.
Sedangkan sumber dana Pilkada Serentak 2024 yakni berasal
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) melalui alokasi Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dari masing-masing pemerintah daerah.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan anggaran
yang dialokasikan Pemda dari APBD itu bentuknya dalam sebuah hibah ke Komisi
Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) di daerah.
Pemerintah daerah sudah membayar Pilkada ini Rp 37,52
triliun dan dilakukan hibah APBD ke KPU dan Bawaslu Rp 36,61 triliun untuk
penyelenggaraan Pilkada di seluruh daerah.
Pemerintah daerah yang paling tinggi menyediakan dana mencapai
Rp 1,1 tiriliun yakni Provinsi Jawa Barat, dengan jumlah penduduk 50.345.200
jiwa. Kemudian diikuti oleh Pemerintah DKI Jakarta sebesar Rp 975 miliar dengan
jumlah penduduk 10.684.900 jiwa. Sedangkan Pemerintah Provinsi Jawa Timur menyediakan
anggaran Pilkada 2024 sebesar Rp 845 miliar dengan jumlah penduduk 41.814.500
jiwa dan Pemerintah Provinsi Banten Rp 608 miliar dengan jumlah penduduk 12.431.400
jiwa.
Lalu bagaimana dengan kabupaten dan kota? Sebagai contoh Pemerintah Kabupaten Lebak,
Provinsi Banten menyediakan anggaran Pilkada 2024 sebesar Rp 70 miliar dan
Pemerintah Kota Tangerang sebesar Rp 77,5 miliar. Sedangkan Pemerintah Kota
Depok, Jawa Barat, menyediakan anggaran untuk Pilkada 2024 sebesar Rp73,9
miliar.
Selain dari Pemerintah yang juga ikut mengeluarkan dana dari
koceknya yakni partai politik berikut pengurus partai, anggota, dan simpatisan.
Namun yang berkepentingan tentulah calon kepala daerah itu sendiri baik calon
gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil
walikota.
Besar biaya yang dikeluarkan oleh masing-masing daerah tentu
tidaklah sama. Dari data di atas tercatat paling tinggi Pemerintah Jawa Barat mengeluarkan
anggaran mengalahkan provinsi yang ada di Pulau Jawa yakni Rp 1,1 triliun.
Calon kepala daerah yang secara terbuka telah mengeluarkan dana sebanyak Rp 60
miliar yakni Ridwan Kamil, calon Gubernur DKI Jakarta.
Calon kepala daerah lain belum ada yang terang-terangan menyatakan
berapa banyak dana yang sudah dikeluarkan tapi mereka wajib melaporkan ke KPU
setempat. Hal ini diatur dalam Peraturan KPU Nomor 14 Tahun 2024 tentang Dana
Kampanye Peserta Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil
Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota. Pelaporan keuangan tersebut
dilaporkan ke KPU masing-masing daerah. KPU bekerjasama dengan akuntan publik untuk
diaudit. Sejauh ini belum ada persoalan dana kampanye menjadi masalah sampai ke
pengadilan.
Hasil audit belum pernah disebutkan bersumber dana dari
mana, apakah dari uang halal dan haram? Semua dianggap uang halal. Belum pernah
mencuat ke permukaan bahwa ada penggunaan dana kampanye dari hasil judi atau
korupsi. Apakah dana kampanye diaudit secara benar atau tidak, hanya tim audit
dan KPU yang tau. Meski ada sejumlah pihak mensinyalir ada uang hasil korupsi dan
judi ikut dipakai.
Terkait pernyataan Presiden RI Prabowo Subianto yang menyatakan
biaya Pilkada Serentak 2024 mahal, perlu dikaji ulang. Demokrasi memang banyak
menelan waktu, tenaga, dan biaya. Perlu diingat setiap kali diadakan Pilkada baik
secara terpisah pasti melibat banyak orang dan banyak instansi dan tentu
kegiatan pun banyak.
Begitu juga dengan penyelenggaran Pilkada Serentak 2024 yang
baru saja berlalu. Banyak melibatkan orang, instansi, dan kegiatan pun banyak.
Oleh karena itu, biaya yang dikeluarkan untuk itu perlu dana yang besar.
Bila penyelenggaraan Pilkada Serentak 2024 sebanyak 545
daerah dan dana yang dikeluarkan Pemerintah sebesar Rp37,52 triliun (berdasar
data Menteri Keuangan) data Kementerian
Dalam Negeri per 8 Juli 2024 menyebutkan Rp 41 triliun.
Okelah, penulis mengambil data dari Kementerian Dalam Negeri
sebesar Rp 41 triliun biaya Pilkada Serentak 2024. Kemudian dari masing-masing
calon kepala daerah mengeluarkan uang dari sakunya. Hanya, Ridwan Kamil yang
mengungkapkan Rp 60 miliar telah keluarkannya dan tim. Tentu angka ini, kata Kang
Emil (begitu Ridwan Kamil biasa disapa) termasuk dari berpasangan calon dan dan
yang dikeluarkan partai pengusung.
Bila di DKI Jakarta ada tiga pasangan calon mengeluarkan
angka yang sama tentu ada uang yang terpakai dan dikeluarkan mencapai Rp 180
miliar. Angka ini tentu tidak valid, bisa lebih bisa kurang. Namun, untuk memudahkan
menghitung diambil angka yang sama yakni Rp 60 miliar.
Sementara Pemerintah DKI Jakarta menyediakan dana Pilkada
Serentak 2024 sebesar Rp 975 miliar dan dana yang keluarkan ketiga pasangan Rp
180 miliar (angka perkiraan), hanya 5,4 persen lebih.
Penulis mengambil angka lebih ekstrim yakni Pemerintah
mengeluarkan Rp 41 triliun dan ditambah separoh (50 persen) dari angka itu
dikeluarkan pasangan calon kepala daerah dari koceknya yakni Rp 20,5 triliun. Total yang dipakai
untuk Pilkada Serentak 2024 sebesar Rp 41 triliun ditambah Rp 20,5 triliun
sehingga didapat angka Rp 61,5 triliun.
Dana sebanyak itu tak seberapa dibandingkan dengan kerugian
negara yang dikorupsi dari PT Timah Tbk oleh Harvey Moeis dan kawan-kawan yang
merugikan keuangan negara Rp 300 triliun. Harvey Moeis yang suami artis Sandra
Dewi itu pun banyak tersenyum atas vonis majelis hakim yang hanya menghukum 6,5 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.
Meski biaya Pilkada Serentak 2024 disebutkan Presiden Prabowo Subianto itu mahal bukanlah kehendak dari pemilih yang menentukan pasangan kepala daerah itu menang atau kalah. Pemilih pasif, apakah dapat sembako atau amplop dari tim kampanye atau tidak, tetap datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) untuk memberikan hak suaranya demi masa depan daerahnya mendapat pemimpin yang adil dan beradab.
Itulah pelaksanaan demokrasi langsung. (**/habis)
0 Comments