Mangarahon Dongoran ketika memaparkan tentang UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik. (Foto: Istimewa) |
Anggota Dewan Kehormatan PWI Jaya Mangarahon Dongoran sebagai
pemateri mengatakan betapa pentingnya masyarakat, termasuk mahasiswa mengetahui
dan memahami Kode Etik Jurnalistik.
"Wartawan punya kode etik seperti juga organisasi profesi
lainnya. KEJ itu lebih banyak diperbincangkan, karena tiap hari wartawan menghasilkan
berita," ucap pria yang biasa dipanggil Rahon itu.
Rahon menjelaskan dalam kaitannya dengan seseorang,
sekelompok orang, yang keberatan atas pemberitaan pers, mereka diberikan
menyampaikan hak jawab dan koreksi. Ini sesuai pasal 5 ayat (2) dan (3) UU
Pers. Juga tertulis pada pasal 11 KEJ. Jadi, masyarakat dipersilakan mengirim
hak jawab dan koreksi ke media yang bersangkutan dengan tembusan ke Dewan Pers
(DP). Jika media tersebut tidak memuatnya, DP akan mengingatkannya," ucap
Rahon.
Menurut Rahon, KEJ-lah yang membedakan media arus utama
(mainstream) dengan medsos (media sosial). Meski begitu, ia mengingatkan mahasiswa
agar bijak bermain medsos.
"Medsos tidak ada kode etiknya secara tertulis. Etika
penulisan di medsos bergantung pada masing-masing individu," imbuh Rahon.
Dalam kesempatan itu dari 50 mahasiswa yang hadir onsite
maupun secara daring, lima mahasiswa bertanya seputar KEJ dan pengalaman
menjadi wartawan.
"Bagaimana PWI menyikapi medsos yang meng-upload
tanpa mengindahkan kaidah-kaidah etika jurnalistik?
"KEJ itu lahir atas perintah Undang-Undang Nomor 40
Tahun 1999 tentang Pers. KEJ itu mahkota bagi jurnalis. Namanya, mahkota harus
betul-betul dijaga, seperti halnya seorang raja menjaga mahkotanya,"
katanya.
Dalam konteks medsos, kata Rahon, Dewan Pers (DP) yang menjadi tempat pengaduan masyarakat
terhadap dugaan pelanggaran kode etik akan melakukan penilaian atas medsos yang
berbadan hukum.
"Sekarang, media mainstream banyak yang memiliki saluran medsos berupa YouTube, Tiktok, Facebook. Jadi, yang milik media arus utama maupun media yang sudah berbadan hukum (Perusahaan Terbatas atau PT, yayasan dan koperasi) akan diperhatikan dan dibela, terhadap medsos yang tidak berbadan hukum, itu bukan ranah PWI dan DP," katanya.
Selain Rahon, kegiatan tersebut juga diisi Sekretaris DK PWI
Jaya, Irdawati. Sedangkan Retno Intani ZA, anggota DK yang juga dosen di kampus
tersebut menjadi moderator acara.
Irdawati menjelaskan KEJ adalah etika profesi yang wajib
dipatuhi oleh jurnalis dalam menjalankan tugasnya. Selain itu, masyakat sebagai
komunikan juga harus memahami KEJ, karena di dalamnya jelas diatur soal hak dan
kewajiban wartawan. Sehingga bila ada jurnalis melanggar KEJ, masyarakat punya
hak untuk melapor ke Dewan Pers.
Irdawati berpesan kepada mahasiswa agar bijak dan beretika
dalam bermedsos. Pada era digital ini banyak masyarakat sangat bebas menulis di
media sosial. Padahal bila tulisan yang diupload dinilai merugikan pihak lain,
maka bisa berhadapan dengan hukum.
Sebagai informasi, sosialisasi tersebut merupakan
program kerja DK PWI Jaya 2025-2029. Meski masih pada 2024, kegiatan menebar
pemahaman Kode Etik Jurnalistik sudah mulai dilaksanakan.
"Semacam kick off sebab, sosialisasi ke eksternal
penting," kata Irdawati.
Binus menjadi pilihan untuk sosialisasi KEJ karena merupakan
salah satu kampus unggul yang mahasiswanya aktif bermedia. (*/rls/pur)
0 Comments