Berita Terkini

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

DK PWI Jaya Sosialisasikan Kode Etik Ke Mahasiswa Binus, Pembaca Punya Hak Koreksi

Mangarahon Dongoran ketika memaparkan 
tentang UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik. 
(Foto: Istimewa)  


NET – Mahasiswa Komunikasi Massa Universitas Bina Nusantara (Binus) Alam Sutra, Kota Tangerang, mengikuti sosialisasi Undang-Undang Pers dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ), Kamis (12/12/2024). Kegiatan ini dilakukan dengan tujuan agar mahasiswa lebih mengenal dan mengetahui tugas jurnalis yang harus berpedoman pada kedua aturan tersebut.

Anggota Dewan Kehormatan PWI Jaya Mangarahon Dongoran sebagai pemateri mengatakan betapa pentingnya masyarakat, termasuk mahasiswa mengetahui dan memahami Kode Etik Jurnalistik.

"Wartawan punya kode etik seperti juga organisasi profesi lainnya. KEJ itu lebih banyak diperbincangkan, karena tiap hari wartawan menghasilkan berita," ucap pria yang biasa dipanggil Rahon itu.

Rahon menjelaskan dalam kaitannya dengan seseorang, sekelompok orang, yang keberatan atas pemberitaan pers, mereka diberikan menyampaikan hak jawab dan koreksi. Ini sesuai pasal 5 ayat (2) dan (3) UU Pers. Juga tertulis pada pasal 11 KEJ. Jadi, masyarakat dipersilakan mengirim hak jawab dan koreksi ke media yang bersangkutan dengan tembusan ke Dewan Pers (DP). Jika media tersebut tidak memuatnya, DP akan mengingatkannya," ucap Rahon.

Menurut Rahon, KEJ-lah yang membedakan media arus utama (mainstream) dengan medsos (media sosial). Meski begitu, ia mengingatkan mahasiswa agar bijak bermain medsos.

"Medsos tidak ada kode etiknya secara tertulis. Etika penulisan di medsos bergantung pada masing-masing individu," imbuh Rahon.

Dalam kesempatan itu dari 50 mahasiswa yang hadir onsite maupun secara daring, lima mahasiswa bertanya seputar  KEJ dan pengalaman menjadi wartawan.

"Bagaimana PWI menyikapi medsos yang  meng-upload tanpa mengindahkan kaidah-kaidah etika jurnalistik?

"KEJ itu lahir atas perintah Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. KEJ itu mahkota bagi jurnalis. Namanya, mahkota harus betul-betul dijaga, seperti halnya seorang raja menjaga mahkotanya," katanya.

Dalam konteks medsos, kata Rahon, Dewan Pers  (DP)  yang menjadi tempat pengaduan masyarakat terhadap dugaan pelanggaran kode etik akan melakukan penilaian atas medsos yang berbadan hukum.

"Sekarang, media mainstream banyak yang memiliki saluran medsos berupa YouTube, Tiktok, Facebook. Jadi, yang milik media arus utama maupun media yang sudah berbadan hukum (Perusahaan Terbatas atau PT, yayasan dan koperasi) akan diperhatikan dan dibela, terhadap medsos yang tidak berbadan hukum, itu bukan ranah PWI dan DP," katanya.

Selain Rahon, kegiatan tersebut juga diisi Sekretaris DK PWI Jaya, Irdawati. Sedangkan Retno Intani ZA, anggota DK yang juga dosen di kampus tersebut menjadi moderator acara.

Irdawati menjelaskan KEJ adalah etika profesi yang wajib dipatuhi oleh jurnalis dalam menjalankan tugasnya. Selain itu, masyakat sebagai komunikan juga harus memahami KEJ, karena di dalamnya jelas diatur soal hak dan kewajiban wartawan. Sehingga bila ada jurnalis melanggar KEJ, masyarakat punya hak untuk melapor ke Dewan Pers.

Irdawati berpesan kepada mahasiswa agar bijak dan beretika dalam bermedsos. Pada era digital ini banyak masyarakat sangat bebas menulis di media sosial. Padahal bila tulisan yang diupload dinilai merugikan pihak lain, maka bisa berhadapan dengan hukum.

Sebagai informasi, sosialisasi tersebut  merupakan program kerja DK PWI Jaya 2025-2029. Meski masih pada 2024, kegiatan menebar pemahaman Kode Etik Jurnalistik sudah mulai dilaksanakan.

"Semacam kick off sebab, sosialisasi ke eksternal penting," kata Irdawati.

Binus menjadi pilihan untuk sosialisasi KEJ karena merupakan salah satu kampus unggul yang mahasiswanya aktif bermedia. (*/rls/pur)


Post a Comment

0 Comments