Camat
Sukadiri Ahmad Hafid bersama para pemangku kepentingan memimpin musyawarah. (Foto: Istimewa) |
“Ini memiskinkan rakyat, bukan mensejahterakan rakyat. Malah
memperburuk karena dari semula mempunyai pencarian tetap dari menaman padi di
sawah. Jadi kehilangan karena tanahnya jadi jalan tol dengan ganti rugi yang
rendah,” ujar M. Suryadinata, Kamis (14/11/2024).
Suryadinata adalah salah seorang pemilik lahan yang terkena
proyek Jalan Tol Kataraja, di sela-sela Musyawarah Penetapan Bentuk Ganti
Kerugian Pembangunan Ruas Jalan Tol Kamal – Teluk Naga – Rajeg di Kantor Desa
Pekayon, Kecamatan Sukadiri, Tangerang.
Hadir dalam musyawarah tersebut Camat Sukadiri Ahmad Hafid,
Kepala Desa Pekayon Suaryo, Wakil Kementerian PU Najih, Wakil Kantor ATR/BPR
Kabupaten Tangerang Didi, Wakil Provinsi Banten Nugroho, staf Kantor Jasa
Penilai Publik (KJPP) yang menjadi penilai atau appraisal nilai tanah untuk
jalan tol. Ikut pula hadir perangkat Desa Pekayon dan 22 orang pemilik lahan
atau yang mewakili yang terkena proyek jalan tol.
Suryadinata menghitung tanah miliknya dihargai hanya
Rp118.000 per meter persegi setelah dia menghitung nilai ganti rugi yang disodorkan
oleh KJPP pada pertemuan tersebut. Pemilik lahan yang lain juga mendapatkan
penepatan harga yang sama per meter perseginya.
Selain Suryadinata, semua pemilik lahan atau anggota
keluarga yang mewakili juga menolak nilai ganti rugi yang ditetapkan KJPP.
Sikap tersebut mereka sampaikan dalam form yang disediakan Desa Pekayon.
Najih mengatakan sesuai dengan UU No 2 Tahun 2012 tentang
Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, harga yang ditetapkan
KJPP mutlak tidak bisa ditawar. Masyarakat pemilik lahan yang tidak menerima
nilai ganti rugi bisa mengajukan keberatan nilai ganti rugi ke Pengadilan
Negeri Tangerang.
“Nanti KJPP menjelaskan ke pengadilan,” tutur Najih.
Pemilik lahan yang terkena jalan tol yang tercatat di daftar
undangan musyawarah yang diterbitkan Kantor ATR/BPN Kabupaten Tangerang selain
Suryadinata adalah H. Sukri, Siti Mudiroh, Madias, Muhibah, Yordia Martadinata,
Aldwin Martadinata, Ambih, Virly Martadinata, Endi, Marsiah, H. Muhayar, As Bt
Oton, Saptinah, Sarta, Mariyah, Saniman, Saptinah, Marta, Asdi, Majar, dan As
Bt Oton.
Muhibah memilih tanahnya tidak terkena proyek jalan tol jika
nilai ganti ruginya rendah karena lebih menguntungkan baginya menanam padi yang
bisa dinikmati hasilnya setiap kali panen. Sawah di Desa Pekayon merupakan
sawah irigasi teknis dengan ketersediaan air sepanjang tahun dari Sungai
Cisadane.
Oman yang mewakili keluarga Marsiah, mengatakan dalam
aplikasi pesan bahwa nilai ganti rugi yang ditetapkan bukannya mensejahterakan
rakyat tapi memaksa rakyat supaya lebih kebelangsak. Sementara pemilik lahan
yang lain secara bersamaan menyatakan kaget dengan penetapan nilai ganti rugi
yang rendah tersebut.
Ahmad Hafid, sangat mengharapkan warganya mendapatkan ganti
untung, bukan ganti rugi. Namun dia mengaku, sesuai ketentuan baru mengenai
penetapan nilai ganti rugi lahan, pihaknya tidak dilibatkan lagi.
“Yang menetapkan pihak ketiga yakni KJPP,” ujarnya.
Staf KJPP beralasan nilai ganti rugi lahan yang ditetapkan
pihaknya berdasarkan rata-rata nilai pasar tanah di wilayah Pekayon. “Saya
sudah tanya ke mana-mana, nilainya sekitar itu [Rp118.000 per meter persegi],”
ujarnya.
Suryadinata menganggap nilai ganti rugi KJPP tidak wajar
jika diukur dari jarak Desa Pekayon dengan Jakarta yang menjadi barometer
ekonomi nasional. Sementara nilai jual pasar tanah di daerah yang lebih jauh
dari Jakarta sudah lebih tinggi.
“Harganya terlalu jomplang,” ucapnya.
Dia menyebutkan harga tanah di Rumpin, Bogor, berdasarkan
keterangan orang yang ditemuinya yang baru membeli tanah di daerah itu,
harganya sudah mencapai Rp500.000 per meter persegi. Berdasarkan penelurusan
melalui aplikasi Google Map, jarak Desa Pekayon dengan wilayah Jakarta yang
terdekat seperti Kamal sekitar 23 kilometer. Selain itu, Pekayon juga dekat
dengan Bandar Udara Soekarno-Hatta. Sementara itu, jarak Rumpin dengan daerah
Jakarta terdekat sekitar 40 kilometer.
Menurut Suryadinata, pemilik tanah tidak menolak adanya
proyek jalan tol karena memahami bahwa pembangunan tersebut untuk kepentingan
umum. Namun dengan nilai ganti rugi yang rendah, dana tersebut tidak cukup
sebagai kompensasi dari kehilangan mata pencarian dan menopang hidup ke
depannya. (*/rls/pur)
0 Comments