Berita Terkini

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Akan Penuhi Panggilan, Tim Pengacara Kecam Kriminalisasi Terhadap Said Didu

Muhammad Said Didu (celana putih) dan Tim
Advokasi yang akan penuhi panggilan polisi.
(Foto: Istimewa)  


NET - Tim Advokasi/Pengacara   mengecam keras upaya kriminalisasi terhadap Muhammad Said Didu atas pemanggilan yang dilakukan oleh Polres Kota Tangerang di Tigaraksa.

“Sejak awal rangkaian proses hukum terhadap Said Didu ini, kami menduga bertujuan untuk membungkam kritik keras Said Didu terhadap implementasi kebijakan Proyek Strategis Nasional Pantai Indah Kapuk 2 (PSN PIK-2) di Pantai Utara Tangerang, Provinsi Banten,” ujar Gufroni, Senin (18/11/2024).

Gufroni adalah anggota Tim Advokasi Said Didu yang terdiri atas berbagai organisasi advokasi/bantuan hukum, kantor hukum, dan individu advokat. Mereka itu berasal dari Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Publik Pimpinan Pusat  (LBH-AP PP) Muhammadiyah, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesaia (YLBHI), LBH Jakarta, Themis Indonesia, AMAR, dan PBHI.

Gufroni yang dari LBH-AP PP Muhammadiyah itu mengatakan alih-alih dihentikan, proses hukum ini justru terus berlanjut. Dalam perkembangan yang terbaru, Said Didu justru dipanggil oleh Satreskrim Polresta Tangerang untuk hadir memberikan keterangan sebagai saksi pada 19 November 2024.

“Pak Said Didu akan dimintai keterangan sehubungan dengan dugaan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 28 ayat (2) UU ITE tentang penyebaran informasi yang sifatnya menghasut dan menimbulkan kebencian, Pasal 28 ayat (3) UU ITE tentang penyebaran berita bohong, serta Pasal 310 tentang pencemaran nama, dan Pasal 311 KUHP tentang fitnah. Kami akan dating untuk mendampingi,” urai Gufroni.

Menurut Gufroni, negara wajib melindungi hak konstitusional warga negara dan menghentikan upaya kriminalisasi terhadap Said Didu.

Gufroni mengutip Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi, "Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”.

Pasal 9 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia berbunyi, “Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat, dalam hal ini termasuk kebebasan mempunyai pendapat dengan tidak mendapat gangguan dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan keterangan dan pendapat dengan cara apapun juga dan dengan tidak memandang batas-batas”.

Muhammad Fadhil Alfathan dari LBH Jakarta menyebutkan terkait dengan proses hukum terhadap Said Didu ini, tim  advokasi berpandangan sebagai berikut:

Pertama, proses hukum terhadap Said Didu adalah pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dan hak konstitusional warga negara. Hal tersebut karena berbagai pernyataan Said Didu terkait dengan PSN PIK-2 merupakan pendapat atau ekspresi yang disampaikan di ruang publik secara sah dan damai, serta dijamin oleh berbagai instrumen hukum dan HAM baik di level nasional maupun internasional.

“Dalam konteks ini, negara khususnya Pemerintah berposisi sebagai pemangku kewajiban (duty bearer). Artinya, negara wajib menghormati, melindungi, dan memenuhi HAM dan hak konstitusional warga negara. Oleh karenanya, segala macam gangguan atau intervensi terhadap pendapat atau ekspresi individu, dapat dikategorikan sebagai pelanggaran HAM. Termasuk di dalamnya gangguan atau intervensi yang dilakukan melalui suatu proses hokum,” tutur Fadhil.

Kedua, Said Didu adalah figur publik yang aktif menyuarakan berbagai persoalan ketidakadilan, khususnya mengenai proyek-proyek pembangunan yang tidak berpihak pada kesejahteraan rakyat. Bukan hanya soal PSN PIK-2, Said Didu juga mengkritisi PSN Rempang Eco City, proyek pembangunan Bandara Kertajati dan Jalan Tol Becakayu, serta banyak kebijakan pembangunan lainnya. Kritik yang disuarakan di ruang publik merupakan bagian dari partisipasi warga negara untuk kepentingan publik. Hal tersebut adalah hal yang lumrah dalam negara yang mengaku diri sebagai negara yang demokratis.

“Jika dikaitkan dengan proses hukum yang bergulir terhadapnya, maka hal ini kami nilai sebagai kriminalisasi. Adapun yang kami maksud sebagai kriminalisasi merujuk pada penegakan hukum yang dilakukan bukan untuk tujuan penegakan hukum itu sendiri. Akan tetapi, kewenangan-kewenangan penegakan hukum yang seolah-olah bertujuan untuk menegakan hukum dan motif lain di baliknya, yang semata-mata hanyalah untuk merugikan seseorang yang diproses hukum dilandasi dengan itikad buruk (improper motive or improper purpose),” ucap Fadhil.

Ibnu Syamsu Hidayat dari Themis Indonesia Law Firm menyebutkan berdasarkan pandangan-pandangan Tim Pengacara di atas, demi keutuhan demokrasi serta ikhtiar penghormatan dan perlindungan HAM, mendesak Kapolri untuk memerintahkan jajaran di bawahnya, khususnya Kapolresta Tangerang agar segera menghentikan proses penyidikan dalam perkara ini.

“Kami mengajak seluruh elemen masyarakat, organisasi masyarakat sipil, dan rekan-rekan media untuk terus mengawal kasus ini. Salah satunya dengan hadir memberikan dukungan dan melakukan peliputan terhadap proses pemeriksaan yang dijadwalkan pada Selasa, 19 November 2024 pukul 11:00 WIB di Polres Kota Tangerang, Jalan Abdul Hamid, Tigaraksa, Kabupaten Tangerang,” imbuh Ibnu Syamsu. (*/rls/pur)

Post a Comment

0 Comments