Hendry Ch. Bangun. (Foto: Istimewa) |
NET – Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat Hendry Ch Bangun mengecam keras keputusan Dewan Kehormatan (DK) PWI yang dianggap ilegal dan tidak sah. Keputusan DK yang mengeluarkan surat pemberhentian Hendry Ch Bangun dari keanggotaan PWI dianggap tidak memiliki dasar hukum yang kuat.
Hendry menjelaskan DK telah bertindak melampaui
kewenangannya. "Keputusan tersebut bukan hasil rapat resmi DK. Lima
anggota DK bahkan tidak mengetahui hal ini dan sudah bersurat kepada Sasongko
Tedjo," jelas Hendry di Kantor PWI Pusat, Kebon Sirih, Jakarta Pusat,
Selasa (16/7/2024).
Hendry menjelaskan permintaan Ketua DK untuk menyiapkan
Kongres Luar Biasa (KLB) juga tidak berdasar.
"Menurut PD PRT Pasal 28, KLB hanya bisa dilakukan jika
Ketua Umum menjadi terdakwa kasus yang merendahkan martabat wartawan dan
diminta oleh sekurang-kurangnya 2/3 jumlah provinsi," tuturnya.
Berdasarkan Keputusan Pengurus Pusat PWI Nomor
218-PLP/PP-PWI/2024 tanggal 27 Juni 2024, susunan Dewan Kehormatan PWI periode
2023-2028 telah berubah.
Ketua Dewan Kehormatan saat ini adalah Sasongko Tedjo,
dengan Mahmud Matangara sebagai Wakil Ketua dan Tatang Suherman sebagai
Sekretaris. Anggota lainnya adalah Diapari Sibatangkayu, Akhmad Munir,
Fathurrahman, M. Noeh Hatumena, Hendro Basuki, dan Berman Nainggolan.
Dengan perubahan tersebut, Nurcholis tidak lagi menjabat
sebagai Sekretaris DK. "Nurcholis sudah tidak memiliki legal standing
untuk bertindak atas nama DK. Oleh karena itu, surat keputusan yang dikeluarkan
menjadi batal demi hukum," ujar Hendry Ch Bangun.
Hendry mengatakan segala keputusan DK hanya bisa diambil
oleh rapat yang dihadiri oleh Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota DK sesuai Surat
Keputusan PWI Nomor 218-PLP/PP-PWI/2024.
Hendry menyoroti permintaan DK kepada Ketua Bidang
Organisasi untuk segera melakukan KLB sebagai tindakan ngawur. "Yang
berwenang memerintahkan Ketua Bidang Organisasi hanya Ketua Umum," ucapnya.
Menurut Hendry, tindakan Sasongko Tedjo yang
menyelenggarakan rapat DK tanpa mengikuti aturan tersebut tidak memiliki
landasan hukum. "Tindakan ini tidak memiliki kekuatan hukum yang
mengikat," ujarnya.
Sasongko Tedjo juga dinilai telah menyalahgunakan kop surat
dan cap DK tanpa tanda tangan Sekretaris yang sah, sehingga merupakan
pelanggaran hukum dengan implikasi pidana.
Atas dasar ini, Pengurus Pusat PWI memberikan peringatan
pertama dan terakhir kepada Sasongko Tedjo untuk tidak lagi menggunakan atribut
dan nama DK sejak ditetapkannya perubahan tersebut.
Sasongko diberi waktu tiga hari untuk meminta maaf kepada
Ketua Umum PWI Pusat dan mencabut pernyataan yang ia keluarkan dalam rilis.
"Jika peringatan ini tidak diindahkan, kami akan menempuh proses
hukum," imbuh Hendry Ch Bangun. (*/pur)
0 Comments