Berita Terkini

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Ditolak Seluruh Pasal Pembungkam Kebebasan Pers Dan Kebebasan Berekspresi Di RUU Penyiaran

Ilustrasi, ekspresi kebebasan pers. 
(Foto: Istimewa)   

NET – “Kami, yang terdiri atas berbagai organisasi pers, gabungan pers mahasiswa, dan organisasi pro-demokrasi di Jakarta, menolak pasal-pasal bermasalah dalam revisi Undang-Undang Penyiaran yang sedang dibahas di DPR RI. Pasal-pasal tersebut akan membungkam kebebasan pers dan kebebasan berekspresi di Indonesia, yang merupakan pilar utama dalam sistem demokrasi,”  ujar Kesit Budi Handoyo di Jaakarta, Kamis (23/5/2024).

Kesit Budi Handoyo adalah Ketua PWI Jaya bersama pengurus organisasi pers, gabungan pers mahasiswa, organisasi pro demokrasi di Jakarta mengeluarkan suatu pernyataan terkait revisi Undang-Undang Penyiaran. Organisasi tersebut yakni Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Jakarta Raya, Pewarta Foto Indonesia (PFI), Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif Untuk Demokrasi (SINDIKASI), LBH Pers Jakarta, LPM Institut UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, LPM Progress Universitas Indraprasta PGRI, LPM KETIK PoliMedia Kreatif Jakarta, LPM Parmagz Paramadina, LPM SUMA Universitas Indonesia, LPM Didaktika Universitas Negeri Jakarta, LPM ASPIRASI - UPN Veteran, Mata IBN Institute Bisnis Nusantara, LPM Media Publica, dan LPM Unsika.

Kesit menyebutkan Revisi Undang-Undang Penyiaran tersebut mengandung sejumlah ketentuan yang dapat digunakan untuk mengontrol dan menghambat kerja jurnalistik. Beberapa pasal bahkan mengandung ancaman pidana bagi jurnalis dan media yang memberitakan hal-hal yang dianggap bertentangan dengan kepentingan pihak tertentu. Ini jelas bertentangan dengan semangat reformasi dan demokrasi yang telah kita perjuangkan bersama.

“Tidak hanya jurnalis, sejumlah pasal dalam RUU Penyiaran juga berpotensi mengekang kebebasan berekspresi, dan diskriminasi terhadap kelompok marginal. Kekangan ini akan berakibat pada memburuknya industri media dan memperparah kondisi kerja para buruh media dan pekerja kreatif di ranah digital,” tutur Irsyan Hasyim  dari AJI Jakarta).

Disebutkan poin-poin yang ditolak yakni satu; ancaman terhadap kebebasan pers: Pasal-pasal bermasalah dalam revisi ini memberikan wewenang berlebihan kepada Komisi Penyiaran Indonesia untuk mengatur konten media, yang dapat mengarah pada penyensoran dan pembungkaman kritik terhadap pemerintah dan pihak-pihak berkepentingan, seperti termuat pada draf pasal 8A huruf q, pasal 50B huruf c dan pasal 42 ayat 2.

Dua, kebebasan berekspresi terancam: Ketentuan yang mengatur tentang pengawasan konten tidak hanya membatasi ruang gerak media, tetapi juga mengancam kebebasan berekspresi warga negara, melalui rancangan sejumlah pasal yang berpotensi mengekang kebebasan berekspresi.

Tiga, kriminalisasi jurnalis:  Adanya ancaman pidana bagi jurnalis yang melaporkan berita yang dianggap kontroversial merupakan bentuk kriminalisasi terhadap profesi jurnalis.

Empat, independensi media terancam: Revisi ini dapat digunakan untuk menekan media agar berpihak kepada pihak-pihak tertentu, yang merusak independensi media dan keberimbangan pemberitaan, seperti termuat dalam draf pasal 51E.

Lima, revisi UU Penyiaran berpotensi mengancam keberlangsungan lapangan kerja bagi pekerja kreatif: Munculnya pasal bermasalah yang mengekang kebebasan berekspresi berpotensi akan menghilangkan lapangan kerja pekerja kreatif, seperti tim konten Youtube, podcast, pegiat media sosial dan lain sebagainya.

“Kami menuntut dan menyerukan; DPR RI segera menghentikan pembahasan Revisi Undang-Undang Penyiaran yang mengandung pasal-pasal bermasalah ini. DPR RI harus melibatkan organisasi pers, akademisi, dan masyarakat sipil dalam penyusunan kebijakan yang berkaitan dengan kebebasan pers dan kebebasan berekspresi,” tutur Irsyan.

DPR RI, kata Irsyan, memastikan bahwa setiap regulasi yang dibuat harus sejalan dengan prinsip-prinsip demokrasi dan kebebasan pers.

“Menyerukan agar seluruh insan pers, pekerja kreatif dan pegiat media sosial di Jakarta untuk bersiap turun ke jalan melakukan aksi protes ke DPR RI. Kami percaya bahwa kebebasan pers dan kebebasan berekspresi adalah hak asasi manusia yang harus dijaga dan dilindungi. Untuk itu, kami akan terus mengawal proses legislasi ini dan siap melakukan aksi massa jika tuntutan kami tidak dipenuhi,” ucap Irsyan. (*/rls/pur)

Post a Comment

0 Comments