![]() |
Wina Armada Sukardi. (Foto: Ist/koleksi pribadi Wina AS) |
FILM biopik “Oppenheimer” karya Sutradara Christopher Nolan yang menukil kisah fisikawan terkenal “penemu” antom asal Amerika Serikat bernama, J. Robert Oppenheimer, dapat memberikan banyak pelajaran kepada kita: bagaimana Amerika mengemas film bukan hanya dari segi tematik dan artistik, tetapi juga dari segi siasat kebudayaan.
Bagaimana menempatkan nasionalisme
Amerika dalam tataran internasional. Film yang diangkat dari buku pemenang
Pulitzer “American Prometheus: The Triumph and Tragedy of J. Robert Oppenheimer“
dan ditulis Kai Bird; Martin J. Sherwin.
Selain menguak problematik dan suasana proses pembebentukan bom antom yang
dijatuhkan di Herosima dan Nagasaki, Jepang. Juga memberikan pelajaran kepada
kita: bagaimana Amerika menerapkan strategi kebudayaan nasionalisme melalui
film.
Secara sinematografi film ini
dipuji oleh sebagian besar kritikus film di dunia. Dari 300-an kritikus film
yang membahas film ini, 94 persen memberikan pujian atau penilaian baik atau
positif terhadap “Oppenheimer.” Tiga persen menilai filmnya biasa-biasa aja,
dan sisanya, tiga persen, menilai film ini kurang baik, terutama dari
skenarionya yang bertele-tele.
Riwayat Hidup
Ahli fisika kuantum Amerika,
Julius Robert Oppenheimer, lahir di New York pada 22 April 1904 dari keluarga
keturunan Yuhudi yang merantau ke Jerman. Dia wafat pada 18 Februari 1967.
Oppenheimer merupakan fisikawan
yang ditempatkan sebagai kepala Laboratorium Los Alamos pada masa Perang Dunia
II. Dia ditugaskan mengorganisir proyek riset Manhattan, sebuah upaya
mengembangkan penemuan bom atom dari Amerika untuk memenangkan perang. Dan dia
berhasil, sehingga penemuanya dipakai Presiden Amerika mengebom dua kota di
Jepang.
Sejarah mencatat, Hirosima
Nagasaki hancur lebur. Penemuan itu terbukti tidak hanya
berpengaruh pada ilmu-ilmu dasar seperti fisika dan kimia, namun juga memberikan
dampak luar biasa kepada konstelasi politik dalam negeri Amerika maupun
internasional.
Akibat penjatuhan bom atom itu,
Jepang pun menyerah total. Ujung- ujungnya, langsung atawa tidak langsung, kekuasaan
di seluruh dunia rontok, termasuk lantas Indonesia dapat menyatakan
kemerdekaannya.
Berperan Besar
Sebagai ilmuwan, Oppenheimer
berperan besar terhadap fisika teori, termasuk pemikirannya mengenai mekanika
kuantum dan fisika nuklir. Secara teknikal dia juga memiliki sumbangsih besar
dalam melahirkan dan mengembangkan teori neutron, dan teori medan kuantum.
Demikian pula dia mengembangkan materi interaksi sinar kosmik.
Oppenheimer meraih gelar sarjana
dalam bidang kimia dari Universitas Harvard pada tahun 1925, disusul gelar doktor
dalam bidang fisika dari Universitas Göttingen di Jerman tahun 1927.
Selanjutnya, dia bergabung dengan
departemen fisika Universitas California, Berkeley dan menjadi profesor tetap
pada tahun 1936.
Dalam film ini dikisahka tahun
1942 Oppenheimer direkrut untuk menggarap Proyek Manhattan. Setahun kemudian,
tahun 1943, dia sudah ditunjuk sebagai kepala proyek Laboratorium Los Alamos di
New Mexico. Lalu tiga tahun kemudian dia dan kawan-kawan sudah berhasil
menemukan bom antom pertama.
Pada 16 Juli 1945 uji coba pertama
bom atom, Trinity. Sukses. Maka bulan Agustus 1945, digunakan untuk pengeboman
Hiroshima dan Nagasaki, yang sampai saat ini menjadi satu-satunya penggunaan
senjata bom atom dalam konflik bersenjata.
Sukses sang ilmuwan memancing
banyak intrik di lingkungan ilmuwan dan politik. Interaksi antara ilmu dan
politik sama ruwetnya dengan teori-teori atom sendiri. Meski jelas-jelas telah
berjasa buta negaranya, lantaran konfigurasi politik, izin akses-akses
keaamanan Oppenheimer dicabut. Kendati begitu Oppenheimer terus memberi kuliah,
menulis, dan berkarya di bidang fisika.
Pada tahun 1963, Presiden John F.
Kennedy menganugerahinya Penghargaan Enrico Fermi. Pada tahun 2022, pemerintah
AS membatalkan keputusan tahun 1954 terkait pencabutan izin keamanan
Oppenheimer.
Menempelkan Kedigyaan Amerika
Kendati ini film drama biopik
Oppenheimer, namun tanpa disadari banyak penonton, pada film ini tetap
menempelkan kedigyaan Amerika. Dengan sangat halus, mereka memframing betapa
Amerikalah yang berjasa untuk perdamian dunia.
Ada beberapa adegan yang
menunjukkan itu. Pertama, setelah percobaan bom sukses. Diperlihatkan para
peneliti yang sedang euforia, dan di belakang gambar diselipkan gambar bendera
Amerika yang tak terlalu Amerika sudah terpanteng di lokasi pemantauan
percobaan.
Adegan ini secara harus ingin
memgingatkan, bangsa Amerikalah penemu berbagai kemajuan ilmu pengetahuan,
termasuk teori-teori tentang nuklir, yang dapat dipakai untuk berbagai
kepentingan, termasuk untuk bom atom.
Kedua, sesaat setelah bom
dijatuhkan dan Amerika meraih kemenangan, juga ada ada dengan yang memperlihatkan
bendera Amerika. Sekali lagi, tanpa sadar kita digiring untuk mengakui Amerika
sebagai bangsa besar.
Adegan lain lagi, baik ketika
Oppenheimer menyadari Ilmuwan cuma menciptakan saja, sedangkan pemanfaatan ada
di tangan politikus. Hal yang sama terjadi dalam dialog antara Oppenheimer
dengan presiden Amerika. Dari adegan-adegan ini, film kembali menempelkan
pesan, bangsa Amerikalah yang menentukan sejarah dunia. Keputusan membom
Horisoma dan Nagasaki merupakan keputusan bangsa Amerika yang tepat. Lewat
Keputusan ini Amerika berhasil mengubah tatanan dunia internasional. Dan
Amerika pun ditempatkan sebagai adikuasa. Maka janganlah coba-coba melawan
Amerika.
Bukan Hanya Rambo
Biasanya film Amerika yang
dijadikan contoh mengubah kelemahan Amerika menjadi kekuasaan, nasionalisme
Amerika, melalui film Rambo. Padahal sangat banyak film sepeti itu. Kita sebut
saja The Last Samurai, Karete Kid dan lainnya, termasuk film “Oppenheimer.”
Perlu diperhatikan cara mereka
memasukan unsur nasionalisme begitu halus dan menyatu dengan film. Dengan
begitu, penonton dalam negeri mereka seperti mendapat pembenaran ikhwal
kehebatan Amerika. Sedangkan bagi penoton luar Amerika, tanpa sadar
disosialisasikan sampai internelezed kejayaan Amerika. Tanpa sadar di benak
kita sudah terbentuk pemahaman bangsa Amerika memang luar biasa hebat.
Tentu ini bukan tanpa kesengajaan.
Itulah “strategi kebudayaan” mereka. Film menjadi sarana yang ampuh untuk
menghantarkan persepsi dan citra keunggulan Amerika. Semua aspek kehebatan
tentang Amerika dapat tersalurlan dengan efektif melalui film.
Adegan presiden yang berdebat
dengan Oppenheimer, bagi penonton mungkin cuma menangkap kesan bagaimana
ilmuwan dapat berlainan dengan para politikus. Sebenarnya, adegan itu ingin
menekankan betapa demokrasinya negara Amerika. Dikesankan, meski begitu banyak
perbedaan, pada akhirnya di Amerika demokrasilah yang menang. Demokrasilah yang
menentukan.
Semua kehebatan Amerika di film
tidak diungkap dengan vulgar. Tak ada satu kalimat pun yang berbunyi, ”Kamu
harus mencintai bangsamu! ” atau “Bangsa Amerika adalah bangsa yang besar!.”
Sebaliknya penyampaiannya
disesuaikan dengan kaedah-kaedah film.
Mengoptimalkan Peran Film
Bagaimana di Indonesia? Dalam
konteks ini kita harus akui, Indonesia patut belajar dari Amerika. Film adalah
sarana yang efektif untuk menyampaikan unsur kebangsaan, sehingga kita
harusmengoptimalkan film sebagai sarana komunikasi dan edukasi soal kebangsaan.
Kini kita sudah memiliki UU
Pemajuan Kebudayaan. UU ini dapat kita jadikan acuan buat lebih memperbesar
peran film dalam mengantarkan keunggulan Indonesia, tanpa harus melupakann
unsur estetis filmnya.
Ke depan film harus lebih
diamanatkan sebagai sarana mencapaikan keunggulan-keunggulan bangsa Idnonesia. (**)
Penulis adalah krtikus film.
0 Comments