Ilustrasi bola kempes atas pembatalan Indonesia sebagai tuan Piala Dunia U-20. (Foto: Istimewa/JPC) |
Tuan I Wayan Koster yang terhormat, saya tak mengenal secara
pribadi Tuan, karena memang tidak ada hubungan apapun sama sekali sebelumnya.
Jadi, tak ada rasa benci, atau sebaliknya, juga tak ada rasa kagum, dari saya
kepada Tuan. Surat ini, saya tulis semata-mata sebagai bentuk kecintaan saya kepada
sepak bola Indonesia, rasa cinta dan bangsa kepada bangsa dan masyarakat
Indonesia.
Tuan I Wayan Koster, selanjutnya dalam surat ini saya sebut
Tuan Wayan Koster saja, tentu Tuan sudah mendengar, akhirnya FIFA bukan hanya
menunda pengundian untuk menentukan group peserta kejuaraan sepak bola dunia
U-20 di Bali, tapi FIFA juga lebih jauh lagi dengan tegas telah membatalkan
atau mencopot status Indonesia sebagai tuan rumah kejuaraan dunia sepak bola U-20
yang semula dijadwal cuma sekitar dua bulan lagi bakal diselenggarakan.
Dengan begitu, harapan Indonesia untuk membuat sejarah baru
di dunia persepakbolaan sirna sudah. Harapan anak-anak muda Indonesia untuk
ikut merasakan terjun dalam kejuaraan dunia sepak bola telah pupus pula.
Keinginan masyarakat merasakan atmosfir dari sebuah kejuaraan sepak bola dunia,
hilang.
Dari berbagai pemberitaan jelas terungkap, FIFA mengambil
keputusan membatalkan Indonesia sebagai tuan rumah kejuaraan dunia terutama
setelah muncul pernyataan kepada publik dan surat Tuan Wayan Koster kepada
Menpora yang menolak serta melarang kesebelasan Israel bertanding di Bali. Saya ingin mengetahui bagaimana perasan Tuan
Wayan Koster mengenai hal ini setelah FIFA membatalkan kejuaraan dunia sepak
bola U-20 di Indonesia?
Tuan Wayan Koster, kata orang, Bali merupakan tanah kepingan
surga yang ada di dunia. Bali bukan hanya dikenal dengan keindahan alamnya,
tapi juga budayanya yang unik. Di Bali
pelaksanaan ritual keagamaan dapat menyatu dengan kebudayaannya. Selaras dengan
itu, budaya dan masyarakat Bali sangat terkenal toleran terhadap berbagai
perbedaan, dan menjamin keamanan terhadap berbagai perbedaan itu. Itulah
sebabnya jika ada suatu event atau penyelenggaraan yang tidak dapat
dilaksanakan di daerah lain, Bali
menjadi solusinya. Tinggal pindahkan saja ke Bali. Beres. Pasti lancar dan
aman.
Mau ada berbagai kontes-kontesan ratu-ratuan, yang
bermasalah di daerah lain, dipindahkan ke Bali,
dapat berlangsung lancar dan aman. Begitu pula ketika ada musyawarah
parlemen dunia, penyelenggaraan di Bali menjadi pilihan tepat. Kehadiran wakil
Israel pun tak menimbulkan gaduh apapun. Semuanya aman, sebagaimana pula
amannya jika di Bali ada seorang wanita berjalan tengah malam seorang diri
hanya mengenakan bikini atau naik motor. Tak ada yang mencela terhadap pilihan
dan sikap wanita itu.
Bali memang istimewa. Khusus. Baik alamnya maupun budayanya.
Soal ini tentulah Tuan Wayan Koster lebih menguasai dari saya. Namun yang saya
tidak faham, dan sekaligus ingin bertanya kepada Tuan Wayan Koster, mengapa
tetiba Tuan Wayan Koster hanya dua minggu sebelum pelaksanaan undian dan
sekitar tiga bulan penyelenggaraan kejuaraan dunia U-20, mengeluarkan
pernyataan dan mengirim surat yang menyatakan menolak kehadiran kesebelasan
Israel di Bali? Menolak kesebelasan Israel bertanding di Bali. Mengapa Tuan?
Tuan Wayan Koster berdalih, itu bukan sekedar pendapat
pribadi, tetapi pendapat yang juga sudah
sesuai dengan pendapat pemerintah, sehingga Tuan menghindari mengambil
beban tanggung jawabnya secara pribadi. Betulkah begitu Tuan Wayan Koster?
Terhadap hal ini terus terang saya heran dan agak bingung. Bagaimana tidak,
ternyata bertolak belakang dari keterangan Tuan Wayan Koster, Presiden Joko
Widodo malah menegaskan jangan campur adukan politik dengan sepak bola. Perlu
diingat pula , bukankah PSSI lewat ketua umum barunya, Erick Thohir, dari awal
sudah menegaskan dengan gamblang PSSI bakal menerima kehadiran kesebelasan Israel? Bukankah Tuan Wayan
Koster sendiri sudah memberikan jaminan pemerintah kepada FIFA untuk boleh dan
menjamin pelaksanaan kejuaraan dunia sepak bola U-20 di Bali?
Tuan Wayan Koster, jika saja Tuan bukanlah Gubernur Bali,
tapi misalnya gubernur wilayah lain, lantas Tuan Wayan Koster mengeluarkan
pernyataan dan penolakan itu, sejatinya tidak begitu masalah. Daerah lain, dari
awal berbeda dengan Bali yang memiliki toleransi begitu besar. Bali yang
menghormati perbedaan. Bali yang sudah sehari-hari biasa hidup dengan berbagai
orang asing. Bali yang berbagai kebudayaan dapat hidup berdampingan dengan
damai. Makanya jika ada pimpinan wilayah lain membuat pernyataan dan penolakan
itu, saya sih tidak begitu peduli. Mungkin FIFA pun demikian. Tapi Bali? Hal
itu sulit diterima, terutama juga oleh FIFA.
Makanya, Tuan Wayan Koster, penolakan Anda tidak hanya
mengejutkan sebagian anak bangsa ini, tapi juga mengejutkan FIFA. Jika Bali
sebagai barometer Indonesia saja sudah menolak kesebelasan Israel, itu artinya
bagi FIFA sudah dapat dipastikan, tidak mungkin ada harapan yang lebih baik
untuk daerah lain di Indonesia. Kalau Bali saja yang selama ini terkenal begitu
toleran sudah menolak, apalagi daerah lain pasti lebih keras menolak. Maka FIFA
hanya dalam hitungan beberapa hari setelah Tuan Wayan Koster mengeluarkan
pernyataan penolakan itu, langsung membatalkan rencana undian pembagian group
dan lantas diikuti dengan pembatalan Indonesia sebagai tuan rumah kejuaraan
dunia U-20.
Tuan Wayan Koster, pernyataan dan penolakan Tuan juga
dianggap FIFA sebagai sebuah penghianatan terhadap komitmen dan tanggung jawab
yang sudah diberikan hitam di atas putih. FIFA menilai dalam konteks ini
ternyata Indonesia tidak siap. Dapat ditafsirkan Indonesia dipandang sebagai
negara munafik. Tidak sportif. Tidak menghargai komitmen. Jaminan tertulis yang
sudah diberikan saja, dapat dibatalkan begitu saja hanya tiga bulan jelang
berlangsung kejuaraan dunia U-20. Bagi FIFA sudah sepantasnya mandat menjadi
tuan kejuaraan dunia U-20 yang diberikan kepada Indonesia dicabut.
Tuan Wayan Koster,
adakah Anda faham hal ini karena pilihan dan tindakan Tuan Wayan Koster?
Tuan Wayan Koster, soal politik terhadap Israel sudah tidak
perlu diragukan lagi, bangsa Indonesia sampai hari ini masih berseberangan atau
bertentangan dengan Israel. Tak perlu pula diragukan Indonesia sepenuh hati
mendukung perjuangan Palestina. Ini prinsip dasar yang sudah dipegang dan
dibuktikan oleh Indonesia. Hal itu sudah tidak usah diragukan lagi. Kendati
demikian, hal itu tidak berarti serta merta otomatis kita wajib menolak
kesebelasan Israel bertanding di Indonesia
Tuan Wayan Koster, sebelum mengambil keputusan harusnya Tuan
Wayan Koster menyimak fakta yang ada. Palestina yang ingin kita perjuangkan
kemerdekaannya malah dengan besar hati tidak menolak kesebelasan Israel
bertanding di Indonesia. Buat Palestina, kehadiran kesebelasan Israel di
Indonesia tidak mengurangi secuil pun tekad dan kerasnya Indonesia mendukung
Palestina melawan Israel. Walaupun kesebelasan Israel diperbolehkan bertanding
di Indonesia, pemerintah dan rakyat Palestina tetap yakin Indonesia memberikan
dukungan penuh kepada mereka. Tidak ada satu pun bangsa di dunia yang mendukung
Palestina sebesar yang diberikan oleh Indonesia. Dengan begitu, pemerintah
Palestina memaklumi jika ada kesebelasan Israel sampai hadir dan bertanding di
Indonesia di bawah naungan FIFA. Apalagi di Bali. Lalu kenapa Tuan Wayan Koster
malah menolaknya?
Demikian pula mungkin Tuan Wayan Koster sudah mengetahui ada
beberapa pemain Israel berlaga dalam kompetesi liga Palestina? Lantas kenapa Tuan Wayan Koster lantang
menolak kesebelasan Israel?
Jangan dilupakan pula, ada segelintir pemain sepak bola
Israel yang muslim atau beragama Islam,
sehingga kurang relevan menempatkan isu agama untuk menolak kesebelasan Israel.
Namun kenapa Tuan Wayan Koster dengan gagah perkasa menyatakan. dan memberikan
surat penolakan kesebelasan Israel
bermain di Bali? Kenapa, Tuan? Kenapa?
Tuan Wayan Koster, kesediaan kita menerima kesebelasan
Israel tidak sedikitpun mengurangi perjuangan kita membela Palestina. Juga
tidak merugikan Palestina secuil pun. Makanya rakyat dan Pemerintah Palestina
sama sekali tidak keberatan. Tapi mengapa Tuan Wayan Koster sampai bertindak “lebih
Palestina dari Palestina sendiri?”
Begitu pula mengapa
Tuan Wayan Koster sampai mengambil Keputusan yang berbeda dengan PSSI dan Pemerintah
pusat Indonesia? Apa sebenarnya yang ada dalam alur pikiran Tuan Wayan Koster?
Oh ya jangan lupa, para pemain kesebelasan Israel juga masih
muda. Jika mereka mendapat sambutan dan sikap yang baik dari Indonesia yang
nota bene “musuh politik” Israel, bukan tidak mungkin beberapa dari pemain itu
justeru terkesan dengan Indonesia dan
dapat menjadi semacam “juru siar” mengenai
kebaikan Indonesia kepada para warga negara Israel.
Tuan Wayan Koster, lihat apa yang sekarang terjadi akibat
pilihan dan sikap Tuan ? Begitu banyak
dampak buruk yang dialami Indonesia, dan juga Bali sendiri. Begitu juga dampak
negatif baik yang dirasakan langsung oleh kesebelasan Indonesia maupun bangsa
dan masyarakat Indonesia.
Dari aspek kesebelasan Indonesia, sudah jelas para “bintang
Indonesia” yang sudah digodok sekitar tiga tahun kehilangan kesempatan. Mereka
tidak dapat merasakan tanding di kejuaraan dunia. Sesuatu yang sangat penting
baik untuk pemainnya sendiri maupun jutaan generasi muda pemain bola lainnya.
Asa pemain kesebelasan U-20 pastilah hancur berantakan. Hati mereka yang sudah melambung harus
terhempas secara keras. Pemain dan anak-anak muda yang mau belajar dari
tampilan kesebelasan kita ketika menghadapi kesebelasan lain pada level dunia,
juga menjadi tertutup.
Belum lagi kita bicara dari segi finansial. Persiapan di semua
aspek membutuhkan biaya tidak sedikit. Semua itu menjadi tidak mencapai
sasaran.
Tuan Wayan Koster, kerugian untuk bangsa dan masyarakat
Indonesia lebih besar lagi. Ada kerugian nyata ada pula kerugian “opportunity
loss” atawa “kerugian atas hilangnya kesempatan yang ada.” Kerugian nyata pun
banyak. Mulai dari labeling kepada bangsa Indonesia yang dinilai tidak dapat
memegang janji dengan teguh. Setelah memberikan jaminan pemerintah, Tuan Wayan
Koster malah mengirim surat ke Menpora yang berisi penolakan kesebelasan Israel
bertanding di wilayah Bali. Penolakan yang cuma sekitar tiga bulan dari
perhelatan sepak bola internasional ini di mata asing langsung membuat kita
langsung dicap tidak dapat dipercaya. Janji bangsa Indonesia dianggap cuma
manis di bibir sementara hatinya lain . Bangsa yang tidak sportif.
Selain itu kini tiba-tiba kita diklasifikasi sebagai bangsa
yang rasis, tidak dapat membedakan dimana harus bersikap tegas secara politik,
dan dimana harus mengedepankan toleransi keolahragaan.
Tuan Wayan Koster,
dengan dibatalkannya kejuaraan sepak bola U-20 disini, Indonesia juga
kehilangan mempromosikan semua kebaikan Indonesia. Dari alamnya, budayanya, dan
berbagai potensi perekonomian Indonesia lainnya, termasuk ribuan UKM (Usaha
Kecil, dan Menengah) yang sebelumnya mendapat kesempatan mempromosikan dan
menjual produknya.
Bagi Bali sendiri, sikap Tuan Wayan Koster dapat mengubah
pendapat orang tentang Bali yang selama ini termasuk paling toleran, paling
dapat menerima perbedaan, dapat juga terkikis. Bali yang selama ini terkenal
“sebagai tanah dan budaya surga dunia “mungkin” saja memperoleh persepsi lain.
Dan kalau ini terjadi wisata Bali yang sudah tumbuh sehat lagi, dapat terganggu
oleh perkara ini.
Ke depan kesempatan
Indonesia untuk menyelenggarakan event-event internasional menjadi lebih
terbatas, apalagi di bidang olah raga. Organisasi olah raga internasional bakal
berpikir ulang lagi untuk mengadakan acara di Indonesia. Dalam sport mereka
tidak mau ada rasis. Sedangkan Indonesia justeru kali ini dipersoalkan sikap toleransinya
terhadap perbedaan.
Tuan Wayan Koster, sadarkan Tuan semua itu terutama lantaran
perbuatan Tuan Wayan Koster? Suka tidak suka, mau tidak mau, Tuan sudah
menorehkan tinta hitam dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia, khususnya di
bidang olah raga, lebih khusus lagi di dunia lapangan sepak bola. Nama Tuan Wayan Koster tidak diragukan lagi
masuk dalam daftar nama hitam persepakbolaan dan sejarah bangsa Indonesia ke
depan. Setiap membicarakan persepakbolaan Indonesia di arena internasional,
nama Tuan Wayan Koster yang telah menghilangkan kesempatan Indonesia menjadi
tuan rumah kejuaraan dunia U-20 pasti muncul.
Ini , mohon maaf, dapat menghadirkan beban yang teramat
besar dan berat buat Tuan Wayan Koster dan keluarga, walaupun tidak dapat
melebihi kerugiaan dan derita sebagian dari beban masyarakat Indonesia
dirugikan.
Hanya parahnya lagi, catatan sejarah ini tak dapat didelete
atau dihilangkan. Saya kepo atawa ingin tahu, apa yang dirasakan hati dan
pikiran Tuan Wayan Koster soal ini? Jangan-jangan saya salah besar, ternyata
dapat saja Tuan Wayan Koster tidak memiliki perasan khusus apa-apa ikhwal kasus
ini. Boleh jadi Tuan cuma “kesal” dituding sebagai biang kerok gagalnya
Indonesia menjadi penyelenggara kejuaraan dunia U-20?
Apapun jawaban dari Tuan Wayan Koster, boleh jadi kini sudah
saatnya Tuan melakukan kontemplasi terhadap yang oleh sebagian masyarakat,
khususnya pengemar sepak bola, blunder dan “dosa-dosa” Tuan. Tuan dapat
merenungkan dalam-dalam. Tuan dapat berpikir holistik dan jernih, termasuk
siapa tahu, Tuan Wayan Koster berjiwa
besar mau minta maaf kepada seluruh bangsa Indonesia dan lantas mundur dari
kursi Gubernur Bali sebagai bentuk pertanggung jawaban……
T a b i k.*
0 Comments