Berita Terkini

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Sketsa Serba-Serbi Sholat Subuh (3): Satu Generasi Lewat Sudah

Wina Armada Sukardi. 
(Foto: Ist/koleksi pribadi Wina AS)  


Oleh:  Wina Armada Sukardi

 

SUBUH hari ini penulis  membuka pintu pagar. Kala itu pintu pagar rumah kami belum diubah menjadi setinggi  seperti sekarang. Setelah pintu penulis tutup kembali, dan penulis membalik badan, sudah ada Pak Latif  di depan penulis. Pak Latief merupakan tetangga satu rumah sebelah kiri depan rumah penulis.

Usia Pak Latief jauh di atas penulis. Mungkin berbeda sekitar 15 tahunan. Tepatnya penulis tidak tahu.  Dia termasuk jemaah tetap mesjid dekat rumah kami. Bukan hanya  jemaah sholat subuh, melainkan juga jemaah waktu sholat lainnya.

Waktu itu, kami sama-sama menuju mesjid untuk sholat subuh. Sambil berjalan kaki, kami sempat ngobrol-ngobrol sejenak, sampai  kami di mesjid. Rumah kami ke mesjid memang cuma sebatas “lembaran batu.”

Tapi itu kejadian sekitar sepuluh  tahun silam. Kini  Pak Latief sudah tidak ada. Sekitar dua tahun silam almarhum wafat. Lantaran waktu itu sedang berjangkit wabah Covid-19, penulis bahkan tidak dapat melayat dan mengantar ke peristirahatan terakhir.

Selama penulis sholat subuh di mesjid, Pak Latief merupakan salah satu orang tua yang sering bertemu penulis waktu berjalan ke mesjid atau waktu di mesjidnya sendiri. Bahkan ketika pada usia senjanya, Pak Latief menderita dimensia, semacam penyakit lupa, dia masih sering terlihat berjalan menuju mesjid.

Bersama-sama Pak Latief penulis juga hampir setiap hari bersua dengan banyak “bapak-bapak” lain yang usianya di atas penulis. Katakanlah satu generasi di atas penulis. Para orangntua itu telah lebih dahulu dipanggil kembali oleh Sang Pencipta. Mereka satu persatu kembali ke pangkuan-NYA.

 Pak Nawawi, misalnya, mantan ketua RT dan orang yang ikut aktif salama proses pembangunan mesjid dekat rumah penulis, sudah lebih dahulu  menghadap Sang Khalik. Lelaki  yang dulu tinggal di dekat tikungan itu pernah memberkan penulis pohon kurman, tapi sayang karena saat itu musim hujan lebat, pohon kormanya walaupun sudah ditanam dengan bergerobak-gerobak pasir, akhirnya gagal tumbuh.

Penulis mendengar cerita dari banyak orang, Pak Nawawi semasa muda mampu mengatasi berbagai problem keamanan atau sengketa sosial. Oleh lantaran itu, dia ketika hidup menjadi tokoh yang sangat disegani. Belakangan Pak Abbas, anaknya, meneruskan jejaknya pernah sebagai ketua RT.

Ada juga Pak Yamin. Jurangan besi ini yang membawa penulis membeli tanah di depan rumah penulis seluas 1.800an meter persegi, tapi kini sudah saya jual kembali. Di bawah kepemimpinan kegiatan RW kami waktu itu sangat dinamis. Di juga salah satu jemaah yang sangat sering sholat subuh di mesjid. Dia malah sudah meninggal lebih dahulu dari generasinya.

Ada juga Pak Sainan. Lelaki yang menjadi perantara waktu penulis membeli rumah yang penulis tempati sekang, pun telah pergi selama-lamanya. Sebelumnya, dia hampir  selalu lalu lalang di depan rumah penulis. Tetangga setelah tingkungan dalam rumah penulis ini, kalau lebaran selalu pada pagi hari pertama datang lengkap dengan hampir seluruh keluarga besarnya. Kini tinggal anak cucunya yang masih berinteraksi dengan kami, karena isterinya pun beberapa bulan silam menyusulnya ke alam baka. Salah satu anaknya sekarang menjadi ketua RT di lingkungan kami.

Itu cuma empat contoh tetangga yang biasa  sholat subuh bersama-sama di mesjid. Semua telah pergi. Selain keempatnua, tentu,  banyak lagi yang telah pergi untuk selama-lamanya. Penulis perhatikan, saat ini tinggal beberapa orang tua saja generasi di atas penulis yang masih hidup, ternasuk Ustad  Satiri, ketua mesjid kami. Selebihnya tinggal kenangan saja. Sebuah generasi jemaah sholat subuh di mesjid tanpa terasa berlalu sudah.

Dengan begitu, dalam usia penulis saat ini 64 tahun, penulis telah memasuki genrasi baru sebagai jemaah sholat subut! Posisi yang sebelumnya ditempat oleh para alhmarhum seperti Pak  Latief, Pak Yanin, Pak Nawawi atau Pak Sainan, telah beralih ke generasi penulis. Sekitar 25 tahun terjadi peralihan itu. Maka kini, penulis dan kawan-kawan segenerasi sudah dikelompokan ke generasi “bapak-bapak” yang relatif sepuh.

Agama Islam mengajarkan agar kita memanfaatkan waktu sebaik-baiknya. Merugilah  mereka yang menyia-nyiakan waktu. Dalam hal ini, bukankah ada ajaran yang terkenal: manfaatkanlah lima perkara, sebelum datang lima perkara lain:

1. Manfaatkankah waktu mudamu, sebelum waktu tuamu tiba.

2. Manfaatkanlah masa sehatmu, sebelum waktu sakitmu tiba.

3. Manfaatkanlah masa kayamu, sebelum masa miskinmu tiba.

4. Manfaatkanlah waktu luangmu, sebelum waktu sibukmu tiba.

5. Manfaatkanlah waktu hidupmu, sebelum waktu  matimu tiba.

Sholat subuh rutin  di mesjid, tanpa terasa sudah menghasilkan generasi baru. Setidaknya kami yang rutin sholat subuh di mesjid, sudah memanfaatkan waktu yang diberikan oleh  Pencipta kepada kami, tanpa terasa telah  rutin sholat subuh di mesjid. Mungkin itulah sebabnya disebut “_sholat subuh lebih baik daripada tidur…….”

        T a b i k.**

 

Bersambung….

 

Penulis adalah  wartawan dan advokat senior, juga anggota Dewan Pakar Pimpinan Pusat Muhamadiyah. Tulisan ini merupakan opinni pribadi dan tidak mewakili organisasi.


Post a Comment

0 Comments