Ketua Dewan Pers (DP) Dr. Ninik menerima dan berdialog dengan anggota konstituen DP. (Foto: Istimewa) |
NET - Para anggota konstituen Dewan Pers meminta agar induk
organisasi pers di Indonesia itu membuka draf mengenai rancangan Peraturan
Presiden (Perpres) tentang kerja sama platform global dengan media daring
nasional yang dikenal dengan nama Perpres Media Sustainability.
Ketua Umum Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Firdaus
menanggapi secara terpisah, SMSI sebagai kontituen Dewan Pers mendukung penuh
draf Perpres Media Sustainability dibuka secara
transparan sebelum diajukan ke lembaga kepresidenan.
“Jangan sampai ada pihak media yang dirugikan, baik dari
sisi kemerdekaan pers, maupun secara financial bisnis perusahaan media. Jangan
karena didesak waktu, lalu melupakan prinsip keadilan ekonomi bisnis media dan kebebasan
pers,” ujar Firdaus.
Presiden RI Joko Widodo ketika berpidato pada acara Hari
Pers Nasional, pada 9 Februari lalu di Medan minta agar draf ini sudah harus
selesai dalam waktu sebulan.
“Saya minta Dewan Pers harus terbuka, dengan menyampaikan
draf Peraturan Presiden yang disampaikan ke Sekretariat Negara tersebut kepada
publik,” tutur Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Sasmito Madrim.
Hal itu disampaikan dalam pertemuan antara konstituen dengan
Dewan Pers di Gedung Dewan Pers, Selasa (14/2/2022) sebagaimana keterangan pers
Dewan Pers yang diterima kantor Pusat Serikat Media Siber Indonesia (SMSI),
Selasa (14/2/2023) malam.
Tuntutan AJI itu mendapat dukungan dari Wakil Sekjen Persatuan
Wartawan Indonesia (PWI) Dr Suprapto Sastro Atmojo, Ketua Ikatan Jurnalis Televisi
Indonesia (IJTI) Herik Kurniawan, yang hadir bersama tim IJTI, Wahyu Triyoga,
Wakil Ketua Umum Serikat Media Siber Indonesia (SMSI), Yono Hartono, Toto
Sutarto SH dari Serikat Perusahaan Pers (SPS), Jaringan Media Siber Indonesia
(JMSI), serta Ketua Umum Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Wenseslaus Manggut,
yang hadir secara daring.
“Jangan sampai kita mengritik pemerintah untuk selalu
melibatkan publik tapi kita justru tidak melaksanakannya,” ungkap Sasmito.
Sasmito menjelaskan draf Perpres itu sudah dibahas sejak dua
tahun lalu bersama para konstituen dengan Dewan Pers selaku koordinator. Namun
dalam perjalanannya, draf itu mengalami beberapa perubahan sesuai dengan
masukan konstituen.
Terhadap kalangan yang mengklaim sebagai pemilik draf Perpres
itu, Sasmito menamakannya sebagai romli (rombongan liar). AJI siap melakukan
somasi atas klaim tersebut.
Menurut Suprapto, PWI cukup intens melakukan pembahasan,
sampai mengadakan rapat di Bandung. Ini dilakukan demi terciptanya iklim
dan ekosistem media yang lebih baik. Oleh karena itu, kalau ada pihak yang
merasa sebagai pemilik draf tersebut, ini dinilai mencederai kebersamaan dan
akan berhadapan dengan konstituen Dewan Pers yang selama ini telah memberikan
kontribusi dalam dalam penyusunannya.
Sedangkan Herik melihat sebuah keanehan apabila draf yang
disusun bersama itu diklaim oleh kelompok lain. “Dewan Pers harus terbuka dan
bisa menyatukan draf perpres tersebut. IJTI siap mengawal rancangan perpres media
sustainability,” tutur Herik.
Sementara itu, Wens Manggut mengatakan baginya yang penting
adalah dalam penyusunannya harus klir (jelas) mengatur mengenai fungsi dari
lembaga yang akan menjalankan Perpres itu. Lembaga tersebut harus bisa
mengambil posisi dan hubungannya dengan Dewan Pers.
Manggut tak sepakat dengan konsep remunerasi. Dia lebih
melihat itu sebagai bagi hasil (sharing revenue) karena ini menunjukkan kinerja
media dalam memproduksi konten berkualitas.
Manggut menyarankan agar Dewan Pers mengirim surat kepada Presiden
untuk memperjelas soal ini. Intinya kalau pemerintah menerapkan kebijakan satu
pintu, itu akan lebih mudah.
Yono menimpali bila ada pihak yang bersikap eksklusif dan
hanya mementingkan kelompoknya, itu berbahaya. “Gerombolan yang eksklusif hanya
mementingkan kelompoknya, itu tidak berkeadilan. Dewan Pers harus menjaga
kemandirian dan keadilan,” paparnya.
Harapan sama disampaikan Asosiasi Televisi Lokal Indonesia
(ATVLI) yang diwakili oleh Maulana sebagai wakil sekjen.
Menanggapi hal ini, Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu, Wakil
Ketua Dewan Pers Muhamad Agung Dharmajaya, dan anggota Dewan Pers Atmaji Sapto
Anggoro, menyatakan setuju atas masukan dari konstituen tersebut. Dewan Pers
pada dasarnya adalah mengemban amanat yang diberikan oleh anggota konstituen.
Tenaga ahli bidang hukum Dewan Pers Hendrayana mengaku sudah
menyampaikan legal anotasi dari hasil kajian akademis yang dilaksanakan Dewan
Pers. Hasil kajian tersebut menyatakan Perpres itu menjadi bagian dari
Undang-Undang Pers No 40/1999 yang diatur dalam pasal 15.
Dalam hal ini, UU Pers menyatakan bahwa tidak ada lembaga
lain yang mendapatkan amanah untuk mengatur pers selain Dewan Pers. Dalam
pelaksanaan operasionalnya, Dewan Pers selalu melibatkan konstituen. Hendra
menjelaskan norma hukum untuk mengatur media di masa mendatang harus selalu
dikedepankan.
Adapun sebelas konstituen Dewan Pers terdiri dari AJI, PWI,
SPS, IJTI, SMSI, AMSI, JMSI, PFI (Pewarta Foto Indonesia), ATVSI (Asosiasi
Televisi Swasta Indonesia), ATVLI, dan PRSSNI (Persatuan Radio Siaran Swasta
Indonesia). (*/pur)
0 Comments