![]() |
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo di antara Rektor dan dosen Universitas Jayabaya seusai wisuda sarjana. (Foto: Istimewa) |
"Di dalam PPHN terdapat capaian yang ingin diraih
bangsa dalam berbagai sector salah satunya sektor pendidikan," ujar Bamgang
Soesatyo (Bamsoet) saat memberikan orasi ilmiah dalam rangka Dies Natalis ke-64
dan Wisuda Program Sarjana S1, S2, dan S3 Tahun Akademik 2021/2022 Universitas
Jayabaya, Jakarta, Selasa (11/10/2022).
Dengan demikian, kata Bamsoet, tidak lagi terjadi setiap
kali ganti pemerintahan atau ganti menteri, menyebabkan ganti kurikulum pendidikan
yang justru membuat tenaga pendidik dan peserta didik menjadi kebingungan.
Seringkalinya terjadi pergantian kurikulum menandakan bahwa bangsa kita belum
memiliki roadmap pendidikan yang terarah, yang bisa dilaksanakan oleh siapapun
yang memimpin Indonesia.
Turut hadir antara lain, Koordinator Lembaga Layanan Pendidikan
Tinggi (LL DIKTI) Wilayah III Paristiyanti Nurwardani, Ketua Yayasan Jayabaya
Yuyun Moeslim Taher yang diwakili Adang Taher, Rektor Universitas Jayabaya Amir
Santoso, dan segenap sivitas akademika Universitas Jayabaya.
Ketua DPR RI ke-20 itu menjelaskan generasi muda adalah
aset, potensi, dan investasi penting bagi bangsa dan negara untuk melangkah
menuju kemajuan peradaban. Terlebih saat ini bangsa Indonesia telah menapakan
kaki pada fase bonus demografi, yakni komposisi demografi didominasi penduduk
usia produktif yang mayoritasnya adalah generasi muda.
Titik puncak fase bonus demografi, imbuh Bamsoet,
diperkirakan terjadi hingga tahun 2030. Jumlah penduduk Indonesia diperkirakan
mencapai sekitar 285 juta hingga 300 juta jiwa. Dari jumlah tersebut, sekitar
70 persennya, atau sekitar 199,5 juta hingga 210 juta jiwa adalah kelompok usia
produktif.
"Yayasan Indonesia Forum dalam Visi Indonesia 2030
memproyeksikan kekuatan ekonomi Indonesia mencapai posisi lima besar dunia pada
tahun 2030, pada saat kita berada pada posisi puncak bonus demografi,” jelas
Bamsoet.
Tingkat pendapatan perkapita mencapai 18.000 US dollar per
tahun, kata Bamsoet, terbesar kelima setelah China, India, Amerika Serikat, dan
Uni Eropa. Sementara dalam laporan 'Essential 2007' yang diterbitkan United
Bank of Switzerland (UBS), diprediksi pada tahun 2025 Indonesia akan menjadi
kekuatan ekonomi terbesar ke-7 di dunia, dan pada tahun 2050, posisi Indonesia
akan menempati urutan ke-5.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar itu menerangkan berbagai
proyeksi tersebut menggambarkan besarnya potensi kekuatan perekonomian
nasional, dan kontribusi bonus demografi sebagai sebuah momentum penting yang
tidak boleh begitu saja dilewatkan. Bangsa Indonesia perlu belajar dari
pengalaman negara yang telah sukses mengoptimalkan periode bonus demografi,
seperti Korea Selatan, Tiongkok, dan Jepang.
"Kunci keberhasilan negara-negara tersebut dalam
memanfaatkan bonus demografi adalah dengan mempersiapkan sumber daya manusia
(SDM). Sehingga ketika berada pada fase bonus demografi keberlimpahan penduduk
usia produktif bertransformasi menjadi sumberdaya pembangunan yang tidak hanya
memiliki daya saing, kreatif, dan inovatif. Namun memiliki karakter dan wawasan
kebangsaan," terang Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila itu mengingatkan
menyiapkan kelompok usia produktif sebagai sumber daya pembangunan yang
berkarakter dan berwawasan kebangsaan adalah tantangan yang tidak mudah.
Mengingat modernitas zaman di mana lompatan kemajuan teknologi berpacu dengan
derasnya arus globalisasi, serta kenyataan bahwa landscape ideologi, politik,
dan ekonomi global yang dinamis, penuh dengan disrupsi dan kompetisi.
Di sinilah, imbuh Bansoet, pentingnya pendidikan karakter
bangsa dan wawasan kebangsaan untuk diselenggarakan dalam forum-forum
lingkungan akademis, khususnya perguruan tinggi, sehingga dapat secara langsung
menyentuh generasi muda bangsa sebagai aset pembangunan.
"Dalam kerangka itu, MPR senantiasa berupaya membangun
'benteng ideologi', melalui vaksinasi ideologi menggunakan vaksin Empat Pilar
MPR RI, yang terdiri dari Pancasila sebagai dasar negara, landasan ideologi,
falsafah, etika moral serta alat pemersatu bangsa; Undang-Undang Dasar Negara
Republik Tahun 1945 sebagai landasan konstitusional; Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) sebagai konsensus yang harus dijunjung tinggi serta semboyan
Bhinneka Tunggal Ika sebagai semangat pemersatu bangsa," pungkas Bamsoet.
(*/rls)
0 Comments