Ketua MPR RI Bambang Soesatyo. (Foto: Istimewa) |
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menuturkan hal itu ketika menjadi
pembicara utama dalam Webinar Syariah “Kejelasan ‘spin off’ Unit Usaha Syariah,
Rampungkah Tahun 2023?', di Jakarta, Selasa (4/10/2022).
"Beberapa catatan penting yang dapat kita jadikan
rujukan antara lain adanya upaya penguatan regulasi Jaminan Produk Halal (JPH),
dimana pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2021 tentang
Penyelenggaraan JPH,” ujar Bambang Soesatyo (Bamsoet).
Pada awal 2021, kata Bamsoet, Presiden Joko Widodo (Jokowi)
meresmikan brand ekonomi syariah untuk meningkatkan literasi, edukasi, serta
sosialisasi ekonomi dan keuangan syariah secara massif. Dengan tujuan untuk
meningkatkan pengetahuan dan keyakinan masyarakat terhadap ekonomi dan keuangan
syariah.
Ketua DPR RI ke-20 menjelaskan sebagai implementasi dari
amanat Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Otoritas
Jasa Keuangan (OJK) selaku salah satu otoritas yang mengatur sistem perbankan
Indonesia mengeluarkan kebijakan kewajiban pemisahan unit usaha (spin off).
Kebijakan ini dilakukan dengan tujuan menciptakan struktur perbankan yang kuat,
memperbesar skala usaha serta peningkatan daya saing melalui kemampuan inovasi,
serta dapat berkontribusi signifikan dalam perekonomian nasional.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008
menetapkan bahwa spin off unit usaha syariah dilakukan maksimal 15 tahun sejak
penerbitan undang-undang tersebut. Artinya, batas waktu unit usaha syariah
menjadi bank umum syariah adalah pada 16 Juli 2023 atau sekitar 10 bulan lagi.
"Persoalannya, di tengah kondisi perekonomian yang
masih berupaya bangkit dan memulihkan diri dari dampak pandemi serta pelambatan
pertumbuhan ekonomi, implementasi spin off tentunya bukan hal yang mudah.
Berdasarkan data Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), hingga
tahun 2020, masih terdapat sekitar 9 hingga 12 unit usaha syariah yang
menyatakan belum siap. Sementara menurut Asosiasi Bank Syariah Indonesia
(ASBISINDO), hingga Agustus 2022, masih ada 21 unit usaha syariah yang harus
spin off dari induk perbankan," urai Bamsoet.
Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Pertahanan dan
Keamanan KADIN Indonesia ini menerangkan sebuah unit usaha syariah yang akan
memisahkan diri dari induknya. Otomatis keluar dari induk usahanya dan akan
menjadi entitas ekonomi baru, harus menyesuaikan diri dengan beberapa
persyaratan. Di antaranya, kecukupan jumlah modal inti.
“Jika mengikuti aturan permodalan bank terbaru, maka untuk
melakukan spin off, setiap unit usaha syariah harus memiliki modal inti
setidaknya Rp 1 triliun, jika bank induknya telah memenuhi batas bawah modal
inti sebesar Rp 3 triliun,” ucap Bamsoet.
Di samping itu, spin off unit usaha syariah harus mampu
untuk bersaing di pasar. Sebagai catatan, pangsa pasar keuangan syariah di
tanah air masih sangat kecil, dan baru berkontribusi 10,16 persen pada 2021.
Angka ini masih jauh dari target yang ditetapkan dalam masterplan ekonomi
syariah sebesar 20 persen pada tahun 2024 mendatang.
"Selain melakukan spin off, masih ada alternatif lain
yang bisa ditempuh oleh bank pemilik unit usaha syariah, yaitu menjual bisnis
unit usaha syariah ke bank umum syariah, atau menutup portofolio syariahnya.
Namun tentunya pilihan utamanya adalah tetap mempertahankan unit usaha syariah,
mengingat unit usaha syariah juga memiliki peran penting dalam membesarkan
pangsa pasar keuangan syariah. Semakin besar unit usaha syariah, semakin besar
peluang untuk memperbesar market share perbankan syariah itu sendiri,"
jelas Bamsoet.
Bamsoet menjelaskan dalam wacana yang berkembang di ranah
publik, muncul beberapa aspirasi yang mengemuka terkait kebijakan spin off. Di antaranya
adalah penundaan tenggat waktu penyelesaian spin off, atau bahkan perubahan
kebijakan spin off, dari yang tadinya bersifat kewajiban, menjadi sebuah
pilihan. Ada pula pandangan bahwa untuk mendorong kesiapan unit usaha syariah
melakukan spin off, maka diperlukan bantuan bank induk untuk memberikan
suntikan modal.
"Satu hal yang penting kita kemukakan, kebijakan apa
pun yang diambil, haruslah berkiblat pada tujuan awal lahirnya kebijakan spin
off unit usaha syariah. Yaitu menciptakan struktur perbankan nasional yang
kuat, dan bermuara pada penguatan perekonomian nasional. Dalam konteks ini,
agar implementasi kebijakan spin off dapat benar-benar memberikan manfaat bagi
sebesar-besarnya kepentingan rakyat, maka dalam proses nya harus ada peran
pengawasan, bimbingan, dan pembinaan dari otoritas pemangku kepentingan,
khususnya OJK," pungkas Bamsoet. (*/pur)
0 Comments