Wakil Ketua Dewan Pers M. Agung Dharmajaya didampingi pengacara Dewan Pers Wina Armada memberi penjelasan kepada wartawan. (Foto: Istimewa) |
“Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK
Usman Anwar, yang memimpin sidang. Dengan demikian permohonan uji materiil terhadap
UU Pers itu pun gugur.
MK membantah beberapa argumen yang diajukan pemohon.
Tudingan bahwa hanya Dewan Pers yang membuat aturan organisasi pers dimentahkan
oleh MK.
Menurut MK, Dewan Pers memfasilitasi pembahasan bersama
dalam pembentukan peraturan organisasi konstituen pers. Dalam hal ini tidak ada
intervensi dari pemerintah maupun Dewan Pers. Fungsi memfasilitasi, dinilai MK
sesuai dengan semangat independensi dan kemandirian organisasi pers.
Adanya tuduhan bahwa Pasal 15 ayat (2) UU Pers membuat Dewan
Pers memonopoli pembuatan peraturan tentang pers juga dibantah MK. “Tuduhan
monopoli pembuatan peraturan oleh Dewan Pers adalah tidak berdasar,” tutur
Usman.
Mengenai gugatan atas Uji Kompetensi Wartawan (UKW), MK
menyatakan bahwa hal itu merupakan persoalan konkret dan bukan norma (aturan).
Masalah ini sudah diputuskan pada 2019 dalam sidang di Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat.
Soal kemerdekaan pers, MK menyatakan Pasal 15 ayat (2) huruf
(f) dan Pasal 15 ayat (5) UU Pers tidak melanggar kebebasan pers. Bahkan
kebebasan berserikat dan mengeluarkan pendapat pun tidak dihalangi oleh pasal
tersebut.
Bersyukur
Menanggapi keputusan tersebut, Wakil Ketua Dewan Pers M.
Agung Dharmajaya mengaku bersyukur. Ia
berpendapat sembilan hakim MK telah menjalankan tugasnya dengan pikiran jernih
dan bersikap adil.
“Itu juga menandakan tidak ada hal yang kontradiktif antara
Pasal 15 ayat (2) huruf (f) dan Pasal 15 ayat (5) dalam UU Pers dengan UUD
1945. Justru pasal-pasal dalam UU Pers itu sinkron dengan UUD 1945,” ungkap Agung.
Sedangkan anggota Dewan Pers, Ninik Rahayu mengutarakan
secara umum apa yang digugat oleh para pemohon adalah masalah konkret dan bukan
norma. Itu sebabnya dia mengimbau agar semua konstituen pers yang merasa tidak
puas atas ketentuan yang dibuat oleh organisasi pers hendaknya memberi masukan.
Masukan itu akan melengkapi dan memperbaiki ketentuan yang
dibuat oleh insan pers tersebut. “Dengan keputusan MK ini, kami berharap semua
pihak bisa mematuhi. Bukan hanya terbatas pada insan dan organisasi pers, akan
tetapi Pemerintah pun perlu mematuhinya,” ujar Ninik Rahayu.
Uji materiil UU Pers tersebut dimohonkan oleh Heintje
Grinston Mandagie, Hans M Kawengian, dan Soegiarto Santoso. Mereka mengajukan
uji materiil UU Pers ke MK pada 12 Agustus 2021. Adapun dari Dewan Pers yang
ikut menyaksikan jalannya persidangan adalah M. Agung Dharmajaya, Ninik Rahayu,
dan Asmono Wikan. Mereka hadir secara daring mendampingi pengacara Dewan Pers,
Wina Armada SH.
Gelar Jumpa Pers
Sesuai MK memutuskan menolak gugatan uji materiil UU Pers,
Dewan Pers, Rabu (31/8/2022) menggelar jumpa pers di Gedung Dewan Pers, Jalan
Kebon Sirih, Jakarta Pusat dengan
dihadiri reporter dari berbagai platform dan pengurus organisasi pers
konstituen Dewan Pers.
Wakil Ketua Umum Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Yono
Hartono, Ketua Umum AJI Indonesia Sasmito Madrim, dan pengurus organisasi pers
lainnya.
Wakil Ketua Dewan Pers M. Agung Dharmajaya didampingi
pengacara Dewan Pers Wina Armada menjelaskan keputusan MK yang memenangkan
Dewan Pers atas gugatan uji materi Undang- Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang
pers.
Uji materiil UU Pers ini dimohonkan oleh Heintje Grinston
Mandagie, Hans M Kawengian, dan Soegiarto Santoso. Ketiganya mengajukan uji
materiil UU Pers ke MK pada 12 Agustus 2021.
Wina Armada menjelaskan UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 itu
pangkal demokrasi, menjamin kebebasan pers, dan kebebasan seluruh lapisan
masyarakat dalam menyampaikan pendapat.
Pada jumpa pers tersebut, Sekretaris Jenderal SMSI Mohammad
Nasir menyampaikan selamat kepada Dewan Pers atas kemenangan dalam menghadapi
gugatan uji materiil UU Pers tersebut.
“Kemenangan dalam sidang MK ini menguatkan Dewan Pers dalam
memperjuangkan kemerdekaan pers,” kata Nasir. (*/pur)
0 Comments