Berita Terkini

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Pemprov Banten Gencarkan Penanganan Stunting

Wakil Gubernur Banten Andika Hazrumy 
berdialog dengan seorang ibu yang 
menggendong bayinya. 
(Foto: Istimewa)  


NET - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten terus melakukan upaya penanganan stunting melalui Tim Percepatan Penanggulangan Stunting (TPPS). Tim lintas Organisasi Perangkat Daerah (OPD) itu melaksanakan penanganan stunting melalui kewenangan masing-masing merupakan tindak lanjut Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting.

Saat ini, berdasarkan data Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) Provinsi Banten, saat itu di wilayah Provinsi Banten terdapat 10.643 Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) yang tersebar  8 Kabupaten dan Kota. Operasional Posyandu itu didukung oleh 53.214 kader.

Kepala DPMD Provinsi Banten Enong Suhaeti mengatakan pembinaan dan pelatihan penanganan stunting dilakukan kepada kader Posyandu dan kader PKK. Selain itu, pihaknya memfasilitasi sarana dan prasarana dalam pelayanan Posyandu.

“Untuk insentif kader Posyandu, bisa dialokasikan dari dana desa. Sehingga tergantung hasil musyawarah desa,” jelas Enong.

Dikatakan, pihaknya akan terus menjalin dan melakukan koordinasi, sinergitas, dan harmonisasi dengan Forum Kader Posyandu baik di tingkat provinsi, kabupaten, dan kota, mengakomodir bantuan hibah Forum Kader Posyandu, serta pembinaan kepada kader Posyandu dan kader PKK untuk menekan stunting.

Terpisah, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Kependudukan dan Keluarga Berencana (DP3AKKB) Provinsi Banten Siti Ma’ani Nina mengungkapkan penekanan angka stunting menjadi program prioritas, mengarah kepada intervensi berbasis keluarga berisiko stunting.

Dengan menekankan pada penyiapan kehidupan berkeluarga, kata Siti, pemenuhan asupan gizi, perbaikan pola asuh, peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan dan peningkatan akses air minum dan sanitasi.

Guna percepatan berbasis keluarga, kata Siti, dibentuk Tim Pendamping keluarga (TPK) terdiri atas unsur bidan, kader pmk dan kader IMP. Penurunan stunting menitikberatkan pada penanganan penyebab masalah gizi, yaitu faktor yang berhubungan dengan ketahanan pangan khususnya akses terhadap pangan bergizi (makanan), lingkungan sosial yang terkait dengan praktik pemberian makanan bayi dan anak (pengasuhan).

“Akses terhadap pelayanan kesehatan untuk pencegahan  dan pengobatan (kesehatan), serta kesehatan lingkungan yang meliputi tersedianya sarana air bersih dan sanitasi (lingkungan). Keempat faktor tersebut mempengaruhi asupan gizi dan status kesehatan ibu dan anak. Hal ini akan mencegah masalah kekurangan gizi,” tutur Siti.

Menurut Siti, kunci percepatan penurunan angka stunting yakni intervensi penurunan stunting terintegrasi dengan pembagian peran dan tanggung jawab antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten, dan Pemerintah Kota sampai dengan Pemerintahan Desa.

Dijelaskan, terdapatnya perbedaan data antara  SSGI dan e-PPGBM. SSGI  adalah Studi Status Gizi Indonesia yang merupakan survei berskala Nasional untuk mengetahui perkembangan status gizi balita (stunting, wasting, dan underweight) tingkat nasional, provinsi, kabupaten, dan kota. Sedangkan e-PPGBM merupakan Aplikasi elektronik-Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis masyarakat.

Berdasarkan SSGI Tahun 2021 prevalensi stunting Provinsi Banten pada 2021 sebesar 24,5. Sementara berdasarkan e-PPGBM prevalensi stunting Provinsi Banten pada 2019 sebesar 15,43, tahun 2020 sebesar 10,38, dan pada tahun 2021 sebesar 7,4.

“Berdasarkan hasil penginputan e-PPGBM Persentase Stunting pada 2019 sampai dengan 2021 sudah ada penurunan tetapi tetap harus dilihat cakupan yang diukur berdasarkan sasaran yang ada. Dan sudah di bawah target 2021,  21.1 persen,” pungkasnya. (*/pur)

 

Post a Comment

0 Comments