Berita Terkini

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Sikap Tegas Gubernur Banten Soal UMK, Dinilai Pengamat KPN Tepat

Ilustrasi dua orang pekerja pabrik sepatu.
(Foto: Ist/ccindonesia)


NET - Pengamat dari Lembaga Kajian Politik Nasional (KPN) Adib Miftahul mengaku setuju dengan sikap tegas Gubernur Banten H. Wahidin Halim (WH) yang konsisten dengan hasil penetapan Upah Minimum Provinsi dan Kabupaten/Kota se-Provinsi Banten. Penetapan UMP dan UMK sudah melalui pembahasan yang melibatkan berbagai pihak, pertimbangan kondisi ekonomi di tengah pandemi Covid-19 dan tentu saja perundang-undangan yang berlaku.

“Pertama, saya kira penetapan UMK Kabupaten/Kota se-Provinsi Banten sudah diputuskan dengan mempertimbangkan kehati-hatian. Sebab, banyak hal yang perlu dipertimbangkan, sehingga pada akhirnya disepakati perwakilan (Dewan Pengupahan),” ujar Adib kepada wartawan di Kota Serang, Selasa (7/12/2021).

Adib yang juga dosen itu mengatakan penetapan UMK dipastikan mempertimbangkan setidaknya dua kepentingan, yaitu kepentingan pekerja dan pengusaha dengan difasilitasi sejumlah stakeholder terkait. Dalam menetapkan UMK, Gubernur WH juga sudah mengacu pada kesepakatan yang difasilitasi Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Banten.

Selanjutnya, penetapan UMK dipastikan mempertimbangkan kondisi perekonomian Provinsi Banten dan Nasional pada umumnya, yakni pandemi Covid-19 sangat berdampak terhadap pertumbuhan perekonomian. Kendati demikian, pertimbangan tersebut jangan sampai serta merta mengabaikan apa yang menjadi hak buruh.

“Covid-19 memang menjadi alasan mengapa kenaikan UMK tidak sebesar beberapa tahun lalu, tetapi tidak serta merta tidak menaati apa yang harus menjadi hak buruh. Dalam tataran global, alasan atau pertimbangan penetapan UMK tak jauh dari masalah dampak Covid-19,” tutur Adib.

Lepas dari itu, Adib menilai kenaikan UMK di Provinsi Banten cukup bagus. “Kalau kita ambil data, besaran kenaikan UMK di Provinsi Banten nomor dua terbesar setelah Jawa Barat. Lagi pula, pembahasan UMK sudah ada perwakilan buruh. Sudah melalui musyawarah. Kenaikan yang sudah disepakati, merupakan keputusan yang harus ditaati,” ucapnya.

Adib mengatakan bahwa Pemerintah perlu mempertimbangkan iklim investasi. Jangan sampai investor memindahkan usahanya ke daerah lain.  “Itu juga penting menjadi pertimbangan, di Jawa Tengah tidak bergejolak. Jika akhirnya investasi berpindah maka bisa menimbulkan PR (pekerjaan rumah-red) bersama lagi, yaitu masalah pengangguran,” ujarnya.

Menanggapi tidak besarnya kenaikan UMK dibandingkan beberapa tahun sebelumnya, Adib memahami bahwa perekonomian Provinsi Banten dan Indonesia pada umumnya mengalami kelesuan, sebagai dampak pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung hampir dua tahun tersebut.

"Lesunya perekonomian yang menyebabkan kenaikan UMP tidak besar. Kondisi itu harus dipahami bersama,” ucapnya.

Terpisah, Wakil Ketua DPRD Provinsi Banten dari Fraksi Demokrat  M Nawa Said Dimyati mengungkapkan Gubernur itu secara hirarki pemerintahan adalah Wakil Pemerintah Pusat di daerah. Yakni semua kebijakannya harus mengacu pada kebijakan Pemerintah Pusat, yaitu Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja  dan seluruh aturan turunannya.

"Pemerintah Pusat menganggap bahwa penetapan upah minimum adalah bagian dari proyek strategis nasional. Diharapkan, dengan penentuan upah minimum itu akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional," ungkapnya.

"Kenaikan UMP 0,56 persen yang ditetapkan oleh Gubernur Banten itu selaras dengan kebijakan Pemerintah Pusat," tutur anggota dewan yang akrab dipanggil  Cak Nawa itu.

Dikatakan, sebagai anggota  Fraksi Partai Demokrat berharap Pemerintah segera merevisi UU  Nomor 11 Tahun 2020 sebagaimana perintah dari MK (Mahkamah Konstitusi). Revisi tersebut harus memuat aspirasi buruh, baik itu dalam kesejahteraan, perlindungan kesehatan dan perlindungan masa depan. (*/rls)

Post a Comment

0 Comments