Berita Terkini

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

IPW Harapkan Kapolri Evaluasi Kinerja Polres Kampar, Atas Dugaan Korupsi Di PTPN V

Ilustrasi logo PTPN V. 
(Foto: Istimewa)  



NET - Adanya dugaan korupsi di PT Perkebunan Nusantara (PTPN) V dan hilangnya 650 hektar lahan yang dibongkar Koperasi Petani Sawit Makmur (Kopsa-M) di Desa Pangkalan Baru, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar, Riau, menjadi penyebab dikriminalisasikannya anggota dan pengurus koperasi oleh Polres Kampar di berbagai kasus. Oleh karenanya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo harus mengevaluasi kinerja Polres Kampar yang menghianati konsep Polri Presisi.
 

Hal itu disampaikan oleh Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso dalam Siaran Pers IPW yang diterima Redaksi TangerangNet.Com, Selasa (19/10/2021).

Kasus yang terbaru, kara Sugeng, terlihat nyata adalah keberpihakan Polres Kampar terhadap PTPN V yang bermarkas di Riau. Laporan Polisi bernomor: LP/434/IX/2021/SPKT/POLRES KAMPAR/POLDA RIAU tertanggal 1 September 2021 langsung disambut antusias. Hanya dalam waktu sehari, yakni 2 September 2021, Kiki Islami Parsha ditetapkan sebagai tersangka. Kemudian pada tanggal 7 September 2021, Samsul Bahri juga dijadikan tersangka.

Sugeng menjelaskan kedua tersangka itu dituduh menggelapkan barang milik PTPN V dan merampas truk milik koperasi. Padahal Islami memetik buah sawitnya di kebun sendiri. Mereka akhirnya, minta perlindungan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan juga melaporkan kasusnya ke Komnas HAM.

“Penanganan secepat kilat ini sangat bertolak belakang dengan laporan yang dibuat oleh anggota dan pengurus Kopsa-M ke Polda Riau yang sejak tahun 2016 tidak ada ujungnya hingga kini,” tutur Sugeng yang didampingi Sekjen IPW Data Wardhana.

Bahkan, kata Sugeng, sampai ketua koperasinya, Anthony Hamzah dikriminalisasi dengan dijadikan tersangka sebagai otak perusakan perumahan karyawan PT Langgam Harmuni yang mencaplok tanah petani sawit anggota Kopsa-M pada peristiwa demo 15 Oktober 2020.

“Laporan Polisi ke Polda Riau itu dilakukan saat Anthony Hamzah belum sebulan diangkat menjadi Ketua Kopsa-M pada 30 Juli 2016 menggantikan Mustaqim. Laporan Polisi nomor: STPL/426/VIII/2016/SPKT/RIAU  tertanggal 10 Agustus 2016 tersebut tentang dugaan penjualan lahan Kopsa-M seluas kurang lebih 300 hektar,” ungkap Sugeng.

Sebelumnya, menurut Sugeng, pada 2 Mei 2016 pihak koperasi juga telah melaporkan ke Polda Riau dengan laporan nomor: STPL/271/V/2016/SPKT/RIAU tentang penggelapan hasil kebun dengan cara mengontrakkan kebun KKPA seluas 470 hektar kepada KSO dengan perkiraan kerugian Rp 3 miliar.

“Dalam kedua kasus ini, pihak PTPN V yang menjadi Bapak Angkat dari Kopsa-M diduga telah melakukan pembiaran terjadinya tindak pidana,” ungkap Sugeng.

Sugeng mengatakan kegigihan Ketua Kopsa-M Anthony Hamzah dengan menolak menandatangani surat pengakuan hutang senilai Rp 115 miliar yang disodorkan PTPN V sebagai Bapak Angkat dan meminta penjelasan penggunaan uang pinjaman bank oleh PTPN V, disamping meminta penjelasan hilangnya 650 hektar lahan petani telah menjadi target untuk dijebloskan ke bui. Sehingga berbagai cara digunakan untuk membungkam Anthony melalui upaya kriminalisasi yang difasilitasi oleh Polres Kampar.

Hal ini terlihat ketika Polres Kampar, imbuh Sugeng, menetapkan Anthony Hamzah sebagai tersangka dalam perkara perusakan disertai ancaman dan pengusiran yang terjadi di Perumahan Karyawan PT Langgam Harmuni, yang berlokasi di Desa Pangkalan Baru Kecamatan Siak Hulu, pada Kamis (15 Oktober 2020).

“Penyidik mengkaitkan adanya aliran dana Anthony ke Hendra Sakti itu untuk melakukan demo dan perusakan. Padahal, Anthony Hamzah sendiri tidak ada di tempat kejadian perkara dan tidak pernah merancang demo. Anthony meminta bantuan kepada Hendra Sakti sesuai kesepakatan rapat koperasi untuk menyelesaikan kasus laporan di Polda Riau agar diproses dan membayar 6 kali tahapan dengan total Rp 600 juta,” tutur Sugeng.

Penyidik Polres Kampar, kata Sugeng, lupa bahwa yang ada di lapangan saat itu adalah Kanit Intel Polsek Siak Hulu yang berkoordinasi dengan komandan lapangan Hendra Sakti Effendi. Seharusnyalah Kanit intel tersebut juga dijadikan tersangka sebagai orang yang turut serta sesuai pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP. Atau bisa dijerat karena melakukan pembiaran demo pada malam hari, anarkis dan saat situasi pandemi Covid-19 di mana kerumunan dilarang.

Sehingga adanya demo yang digerakkan oleh Hendra Sakti  juga harus dipertanggungjawabkan kepada Kapolsek dan Kapolres. Jarak Polsek Siak Hulu dengan lokasi demo sekitar 5 km dan Hendra Sakti terlebih dulu datang ke Polsek Siak Hulu, semestinya sudah dilakukan pencegahan dan atau antisipasi.

“Sebab, pelaksanaan demo itu harus ada pemberitahuan ke polisi dan dilakukan mulai pagi sampai sore. Hal ini harus diungkap dalam sidang dengan tersangka Hendra  Sakti Effendi,” ucap Sugeng.

Kejanggalan-kejanggalan tersebut, imbuh Sugeng, harus menjadi perhatian dan dituntaskan Kapolri Listyo Sigit yang mengusung konsep Polri Presisi. Sehingga menurunnya citra Polri akibat #PercumaLaporPolisi berubah menjadi kepercayaan publik terhadap Polri sesuai dengan grand strategi Polri 2005-2025. (*/rls)

Post a Comment

0 Comments