Ilustrasi logo PTPN V. (Foto: Istimewa) |
Hal itu disampaikan oleh Ketua Indonesia Police Watch (IPW)
Sugeng Teguh Santoso dalam Siaran Pers IPW yang diterima Redaksi
TangerangNet.Com, Selasa (19/10/2021).
Kasus yang terbaru, kara Sugeng, terlihat nyata adalah
keberpihakan Polres Kampar terhadap PTPN V yang bermarkas di Riau. Laporan
Polisi bernomor: LP/434/IX/2021/SPKT/POLRES KAMPAR/POLDA RIAU tertanggal 1
September 2021 langsung disambut antusias. Hanya dalam waktu sehari, yakni 2
September 2021, Kiki Islami Parsha ditetapkan sebagai tersangka. Kemudian pada
tanggal 7 September 2021, Samsul Bahri juga dijadikan tersangka.
Sugeng menjelaskan kedua tersangka itu dituduh menggelapkan
barang milik PTPN V dan merampas truk milik koperasi. Padahal Islami memetik
buah sawitnya di kebun sendiri. Mereka akhirnya, minta perlindungan ke Lembaga
Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan juga melaporkan kasusnya ke Komnas HAM.
“Penanganan secepat kilat ini sangat bertolak belakang
dengan laporan yang dibuat oleh anggota dan pengurus Kopsa-M ke Polda Riau yang
sejak tahun 2016 tidak ada ujungnya hingga kini,” tutur Sugeng yang didampingi
Sekjen IPW Data Wardhana.
Bahkan, kata Sugeng, sampai ketua koperasinya, Anthony
Hamzah dikriminalisasi dengan dijadikan tersangka sebagai otak perusakan
perumahan karyawan PT Langgam Harmuni yang mencaplok tanah petani sawit anggota
Kopsa-M pada peristiwa demo 15 Oktober 2020.
“Laporan Polisi ke Polda Riau itu dilakukan saat Anthony
Hamzah belum sebulan diangkat menjadi Ketua Kopsa-M pada 30 Juli 2016
menggantikan Mustaqim. Laporan Polisi nomor: STPL/426/VIII/2016/SPKT/RIAU tertanggal 10 Agustus 2016 tersebut tentang
dugaan penjualan lahan Kopsa-M seluas kurang lebih 300 hektar,” ungkap Sugeng.
Sebelumnya, menurut Sugeng, pada 2 Mei 2016 pihak koperasi
juga telah melaporkan ke Polda Riau dengan laporan nomor:
STPL/271/V/2016/SPKT/RIAU tentang penggelapan hasil kebun dengan cara
mengontrakkan kebun KKPA seluas 470 hektar kepada KSO dengan perkiraan kerugian
Rp 3 miliar.
“Dalam kedua kasus ini, pihak PTPN V yang menjadi Bapak Angkat
dari Kopsa-M diduga telah melakukan pembiaran terjadinya tindak pidana,” ungkap
Sugeng.
Sugeng mengatakan kegigihan Ketua Kopsa-M Anthony Hamzah
dengan menolak menandatangani surat pengakuan hutang senilai Rp 115 miliar yang
disodorkan PTPN V sebagai Bapak Angkat dan meminta penjelasan penggunaan uang
pinjaman bank oleh PTPN V, disamping meminta penjelasan hilangnya 650 hektar
lahan petani telah menjadi target untuk dijebloskan ke bui. Sehingga berbagai cara
digunakan untuk membungkam Anthony melalui upaya kriminalisasi yang difasilitasi
oleh Polres Kampar.
Hal ini terlihat ketika Polres Kampar, imbuh Sugeng,
menetapkan Anthony Hamzah sebagai tersangka dalam perkara perusakan disertai
ancaman dan pengusiran yang terjadi di Perumahan Karyawan PT Langgam Harmuni,
yang berlokasi di Desa Pangkalan Baru Kecamatan Siak Hulu, pada Kamis (15
Oktober 2020).
“Penyidik mengkaitkan adanya aliran dana Anthony ke Hendra
Sakti itu untuk melakukan demo dan perusakan. Padahal, Anthony Hamzah sendiri
tidak ada di tempat kejadian perkara dan tidak pernah merancang demo. Anthony
meminta bantuan kepada Hendra Sakti sesuai kesepakatan rapat koperasi untuk
menyelesaikan kasus laporan di Polda Riau agar diproses dan membayar 6 kali
tahapan dengan total Rp 600 juta,” tutur Sugeng.
Penyidik Polres Kampar, kata Sugeng, lupa bahwa yang ada di
lapangan saat itu adalah Kanit Intel Polsek Siak Hulu yang berkoordinasi dengan
komandan lapangan Hendra Sakti Effendi. Seharusnyalah Kanit intel tersebut juga
dijadikan tersangka sebagai orang yang turut serta sesuai pasal 55 ayat 1
kesatu KUHP. Atau bisa dijerat karena melakukan pembiaran demo pada malam hari,
anarkis dan saat situasi pandemi Covid-19 di mana kerumunan dilarang.
Sehingga adanya demo yang digerakkan oleh Hendra Sakti juga harus dipertanggungjawabkan kepada
Kapolsek dan Kapolres. Jarak Polsek Siak Hulu dengan lokasi demo sekitar 5 km
dan Hendra Sakti terlebih dulu datang ke Polsek Siak Hulu, semestinya sudah
dilakukan pencegahan dan atau antisipasi.
“Sebab, pelaksanaan demo itu harus ada pemberitahuan ke
polisi dan dilakukan mulai pagi sampai sore. Hal ini harus diungkap dalam
sidang dengan tersangka Hendra Sakti
Effendi,” ucap Sugeng.
Kejanggalan-kejanggalan tersebut, imbuh Sugeng, harus
menjadi perhatian dan dituntaskan Kapolri Listyo Sigit yang mengusung konsep
Polri Presisi. Sehingga menurunnya citra Polri akibat #PercumaLaporPolisi
berubah menjadi kepercayaan publik terhadap Polri sesuai dengan grand strategi
Polri 2005-2025. (*/rls)
0 Comments