Luc Montagnier. (Foto: Istimewa) |
BEREDAR video di medsos, mengutip pendapat seorang pakar
yang menyatakan "vaksin untuk melawan Covid-19" adalah "senjata
biologis". Dengan yakin dia bilang, mereka yang divaksin akan mati
"dalam dua tahun". Percaya kita? Meskipun yang bilang adalah pemenang
Hadiah Nobel?
Dia adalah Luc Montagnier, peraih hadiah Nobel bidang
Kedokteran dan Fisiologi asal Prancis pada 2008. Di WAG juga beredar hal
serupa. Dalam sub judul tertulis, "BREAKING NEWS: Semua orang yang
divaksinasi akan mati dalam 2 tahun." Benarkah?
Melalui laman resminya, Satgas Penanganan Covid-19
menyatakan Montaigner tidak pernah menyatakan bahwa orang yang divaksinasi akan
mati dalam dua tahun. Berdasarkan penelusuran, tidak ada pernyataan ahli
virologi tersebut dalam berita yang dilampirkan pada pesan WhatsApp tersebut.
“Montagnier tidak mengatakan bahwa setiap orang yang
menerima vaksin eksperimental Covid-19 akan “mati semuanya” dalam dua tahun.
Kutipan itu secara keliru dikaitkan dengannya dalam meme berita palsu yang
telah beredar secara luas,” ungkap Celeste McGovern, penulis berita yang terbit
pada 19 Mei 2021, seperti dilansir Satgas Penanganan Covid-19.
Dalam berita juga dibilang Montagnier menyatakan vaksinasi
massal melawan Covid-19 menyebabkan "terciptanya varian virus berbahaya"
yang mendorong kepada kematian.
Pernyataan tersebut dibantah oleh profesor biokimia yang
memimpin upaya pengurutan varian SARS CoV-2 di West Virginia, AS, Peter Stoilov
PhD. Dikutip healthline, dia menyatakan bahwa mutasi yang menentukan varian
SARS-CoV-2 saat ini muncul sebelum vaksin dibuat atau tersedia secara luas.
Sejauh ini berbagai kalangan menentang vaksinasi. Misalnya,
Stephen Karanja, ketua asosiasi dokter Katolik Kenya. Di organisasi ini, dia
digambarkan sebagai "dokter pejuang sejati". Dia tidak setuju dengan
suntikan vaksin untuk menekan pandemi Covid-19 dengan mengatakan "vaksinasi
sama sekali tak diperlukan".
Penyebaran Covid-19, menurut dia, bisa ditekan "cukup
dengan mengenakan masker". Juga sebagai pendukung teori konspirasi,
Karanja meninggal dunia setelah mengidap Covid-19, 29 April 2020, di rumah
sakit swasta di ibukota kota Kenya, Nairobi, tulis bbc.com.
Ketetapan Allâh SWT
Setiap orang Islam yakin bahwa kematian adalah
ketentuan-Nya. Seseorang bisa mati kapan saja, dengan cara apa saja. Sakit atau
tidak. Divaksin atau tidak. Seminggu, tiga bulan, dua tahun, sepuluh tahun. Itu
juga misteri.
Firman Allah SWT, "Dan setiap yang bernyawa tidak akan
mati kecuali dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan
waktunya. Barangsiapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya
pahala (dunia) itu, dan barangsiapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan
(pula) kepadanya pahala (akhirat) itu, dan Kami akan memberi balasan kepada
orang-orang yang bersyukur. (QS Ali Imran: 145).
Tidak ada satu pun ciptaan Allah yang tidak merasakan mati.
Malaikat pencabut nyawa pun nantinya juga akan merasakannya. Hanya Allah yang
hidup sebelum semua dibangkitkan di hari akhir, hari pembalasan. Kematian
"bukan akhir perjalanan" seseorang, melainkan satu jalan untuk
mencapai kehidupan baru: Kehidupan di alam kubur dan di akhirat yang kekal
kelak.
Manusia mampu menciptakan berbagai teknologi canggih yang
dapat memperkecil dampak bencana alam. Atau kerusakan yang timbul karena ulah
manusia. Tetapi, sepandai apapun, dia tidak akan mampu menciptakan alat dan
obat yang bisa menghindarkan seseorang dari kematian. (***)
Penulis adalah pengamat social dan kebangsaan.
0 Comments