Berita Terkini

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Tanah Di Indonesia 76 Tahun Merdeka, 76 Persen Dikuasai Asing

Ketua FKMTI Budiardjo perlihatkan 
dokumen yang menjadi korban mafia tanah. 
(Foto: Istimewa)  



NET - Peringati hari Kemerdekaan Republik Indonesia (RI), Relawan Jokowi bersama Forum Korban Mafia Tanah Indonesia (FKMTI) akan membuka data kasus Perampasan tanah yang terjadi hampir di seluruh provinsi di wilayahi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Ketua FKMTI SK Budiardjo, Selasa (10/8/2021) menjelaskan pengungkapan kasus perampasan tanah sengaja digelar menjelang HUT Kemerdekaan NKRI ke-76.

Tujuannya, Budiardjo, agar para penyelenggara negara menjalankan tugasnya seperti yang termaktub dalam pembukaan UUD 1945. Dalam pembukaan UUD 45 jelas dinyatakan penjajahan harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. 

Menurut Budiardjo, perampasan tanah adalah bentuk penjajahan yang nyata dan terjadi hingga kini. "Tugas penyelenggara negara seharusnya mencegah perampasan hak tanah rakyat, melindungi segenap bangsa seperti yang tertulis dalam pembukaan UUD ‘45. Bukan sebaliknya melindungi mafia perampas tanah anti Pancasila yang merusak persatuan bangsa," ujarnya.

Penguasaan tanah di NKRI oleh asing ini pernah diungkapkan Menkopolhukam Mahfud MD. Mahfud juga menantang untuk membuka data siapa pihak yang telah mengobral-obral sekitar 70 persen tanah di Indonesia saat itu.

Menurut Budiardjo, pengungkapan kasus perampasan tanah di berbagai daerah melalui serial zooming akan bisa menguak tabir, kenapa bisa terjadi perampasan, mengapa korban perampasan kesulitan mendapatkan hak tanah mereka.

Budiardjo mengatakan konflik pertahanan ada 2 jenis, Sengketa dan Perampasan. Dalam Sengketa  Tanah, ada beberapa pihak yang punya hubungan bisnis atau pun sebagai ahli waris. Perampasan tanah, mafia tanah bisa menguasai dan menerbitkan hak baru di atas tanah orang lain tanpa pernah membelinya.

"Cara inilah yang dilakukan oleh para mafia tanah untuk merampas tanah rakyat dan terjadi secara masif di seluruh tanah air dan kita akan ungkap semua itu dalam serial zooming," tutur Budiardjo.

Budiardjo mencontokan, meski sudah ada perintah Presiden Jokowi untuk memberantas mafia tanah, namun seorang camat di Provinsi Banten (Camat Serpong Mursinah-red) saat menjabat pun berani mengabaikan surat dari 2 Kementerian, Komnas Hak Asasi Manusia (HAM) dan putusan pengadilan yang sudah inkrah di Mahkamah Agung.

Padahal, kata Budiardjo, camat tersebut hanya diperintahkan untuk menulis sesuai fakta hukum bahwa tidak ada catatan jual beli di atas tanah girik C-913 Kelurahan Lengkong Gudang, Kecamatan Serpong. Di atas tanah tersebut telah terbit Surat Hak Guna Bangunan (SHGB) tanpa proses jual beli yang sah dan bahkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Tangsel sendiri secara tertulis sudah mengatakan warkah SHGB tersebut belum ditemukan.  

"Kasus perampasan tanah Pak Rusli di Serponh ini jadi salah satu contoh, penegakkan hukum tidak berpihak kepada korban. Camat Serpong tidak menjalankan putusan pengadilan yang sudah inkrah untuk membuat pernyataan tertulis tidak ada catatan jual beli di atas girik C-913 seluas 2,5 hektar. Sudah ada surat dari Kementerian Penertiban Aparatur Negara (PAN), Kemendagri. Kenapa  Camat Serpong berani melawan? Siapa yang dibela Camat Serpong," tutur Budiardjo terheran-heran.

Sedangkan Ketua Relawan WLJ (Wira Lentera Jiwa) dan Ketua Relawan WLJ (Wira Lentera Jiwa - We Love Jokowi ) Yanes Yosua menjelaskan saat ini Indonesia dalam keadaan Darurat Agraria. Karena itu, dia mendukung kebijakan Presiden untuk melakukan Reformasi Agaria dan perintah Kapolri untuk memberantas mafia tanah dan beking-bekingnya.

Menurut Yanes, banyak rakyat yang jadi korban perampasan tanah tapi diabaikan laporan pengaduannya oleh instansi terkait. 

Yanes mencontohkan berlarutnya kasus perampasan tanah di Kotmobagu milik Guru Besar IPB di Kotamobagu, Sulawesi Utara. Kasus tersebut sudah dilaporkan ke Polda Sulut sejak 4 tahun lalu. Buktinya pun sangat jelas, Sertifikat yang diterbitkan di atas tanah Guru Besar IPB itu pun sudah dibatalkan.  

"Saya selaku relawan Jokowi sejak tahun 2013 mengingatkan Pak Jokowi agar memperhatikan nasib korban perampasan tanah. Jangan sampai pada akhir periode ke-2 ini, perintah Presiden untuk selesaikan perampasan tanah nol besar karena tidak dikalahkan oleh aparat negara. Saya kasih contoh, Guru Besar IPB, yang bertugas mencerdaskan bangsa, tapi kasus perampasan tanahnya sudah 4 tahun tapi tak kunjung tuntas. Kapolda nya juga sudah berganti-ganti. Saya minta dengan hormat, Pak Kapolri Jendral Listyo yang saya segani untuk memperhatikan kasus ini. Selesaikan lah dalam tahun ini, setidaknya satu, dua kasus perampasan tanah," tuturnya. (btl)

 

Post a Comment

0 Comments