![]() |
Ketua FKMTI Budiardjo perlihatkan dokumen yang menjadi korban mafia tanah. (Foto: Istimewa) |
Ketua FKMTI SK Budiardjo, Selasa (10/8/2021) menjelaskan
pengungkapan kasus perampasan tanah sengaja digelar menjelang HUT Kemerdekaan
NKRI ke-76.
Tujuannya, Budiardjo, agar para penyelenggara negara
menjalankan tugasnya seperti yang termaktub dalam pembukaan UUD 1945. Dalam
pembukaan UUD 45 jelas dinyatakan penjajahan harus dihapuskan karena tidak
sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
Menurut Budiardjo, perampasan tanah adalah bentuk penjajahan
yang nyata dan terjadi hingga kini. "Tugas penyelenggara negara seharusnya
mencegah perampasan hak tanah rakyat, melindungi segenap bangsa seperti yang
tertulis dalam pembukaan UUD ‘45. Bukan sebaliknya melindungi mafia perampas
tanah anti Pancasila yang merusak persatuan bangsa," ujarnya.
Penguasaan tanah di NKRI oleh asing ini pernah diungkapkan
Menkopolhukam Mahfud MD. Mahfud juga menantang untuk membuka data siapa pihak
yang telah mengobral-obral sekitar 70 persen tanah di Indonesia saat itu.
Menurut Budiardjo, pengungkapan kasus perampasan tanah di berbagai
daerah melalui serial zooming akan bisa menguak tabir, kenapa bisa terjadi
perampasan, mengapa korban perampasan kesulitan mendapatkan hak tanah mereka.
Budiardjo mengatakan konflik pertahanan ada 2 jenis, Sengketa
dan Perampasan. Dalam Sengketa Tanah,
ada beberapa pihak yang punya hubungan bisnis atau pun sebagai ahli waris.
Perampasan tanah, mafia tanah bisa menguasai dan menerbitkan hak baru di atas
tanah orang lain tanpa pernah membelinya.
"Cara inilah yang dilakukan oleh para mafia tanah untuk
merampas tanah rakyat dan terjadi secara masif di seluruh tanah air dan kita
akan ungkap semua itu dalam serial zooming," tutur Budiardjo.
Budiardjo mencontokan, meski sudah ada perintah Presiden
Jokowi untuk memberantas mafia tanah, namun seorang camat di Provinsi Banten
(Camat Serpong Mursinah-red) saat menjabat pun berani mengabaikan surat dari 2
Kementerian, Komnas Hak Asasi Manusia (HAM) dan putusan pengadilan yang sudah
inkrah di Mahkamah Agung.
Padahal, kata Budiardjo, camat tersebut hanya diperintahkan
untuk menulis sesuai fakta hukum bahwa tidak ada catatan jual beli di atas
tanah girik C-913 Kelurahan Lengkong Gudang, Kecamatan Serpong. Di atas tanah
tersebut telah terbit Surat Hak Guna Bangunan (SHGB) tanpa proses jual beli
yang sah dan bahkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Tangsel sendiri secara
tertulis sudah mengatakan warkah SHGB tersebut belum ditemukan.
"Kasus perampasan tanah Pak Rusli di Serponh ini jadi
salah satu contoh, penegakkan hukum tidak berpihak kepada korban. Camat Serpong
tidak menjalankan putusan pengadilan yang sudah inkrah untuk membuat pernyataan
tertulis tidak ada catatan jual beli di atas girik C-913 seluas 2,5 hektar.
Sudah ada surat dari Kementerian Penertiban Aparatur Negara (PAN), Kemendagri.
Kenapa Camat Serpong berani melawan? Siapa yang dibela Camat Serpong,"
tutur Budiardjo terheran-heran.
Sedangkan Ketua Relawan WLJ (Wira Lentera Jiwa) dan Ketua
Relawan WLJ (Wira Lentera Jiwa - We Love Jokowi ) Yanes Yosua menjelaskan saat
ini Indonesia dalam keadaan Darurat Agraria. Karena itu, dia mendukung
kebijakan Presiden untuk melakukan Reformasi Agaria dan perintah Kapolri untuk
memberantas mafia tanah dan beking-bekingnya.
Menurut Yanes, banyak rakyat yang jadi korban perampasan
tanah tapi diabaikan laporan pengaduannya oleh instansi terkait.
Yanes mencontohkan berlarutnya kasus perampasan tanah di
Kotmobagu milik Guru Besar IPB di Kotamobagu, Sulawesi Utara. Kasus tersebut
sudah dilaporkan ke Polda Sulut sejak 4 tahun lalu. Buktinya pun sangat jelas,
Sertifikat yang diterbitkan di atas tanah Guru Besar IPB itu pun sudah dibatalkan.
"Saya selaku relawan Jokowi sejak tahun 2013
mengingatkan Pak Jokowi agar memperhatikan nasib korban perampasan tanah.
Jangan sampai pada akhir periode ke-2 ini, perintah Presiden untuk selesaikan
perampasan tanah nol besar karena tidak dikalahkan oleh aparat negara. Saya
kasih contoh, Guru Besar IPB, yang bertugas mencerdaskan bangsa, tapi kasus
perampasan tanahnya sudah 4 tahun tapi tak kunjung tuntas. Kapolda nya juga
sudah berganti-ganti. Saya minta dengan hormat, Pak Kapolri Jendral Listyo yang
saya segani untuk memperhatikan kasus ini. Selesaikan lah dalam tahun ini,
setidaknya satu, dua kasus perampasan tanah," tuturnya. (btl)
0 Comments