Kapolda Sumsel Irjen Eko Indra Heri. (Foto: Istimewa) |
Apabila Kapolri tidak menetapkan sanksi pada Kapolda Sumsel
maka bisa dikatakan Kapolri telah melakukan praktek impunitas. Pasalnya,
Kapolri melakukan pembiaran terhadap Kapolda Sumsel yang sudah secara jelas dan
tegas telah mengakui kesalahannya "tertipu" dalam sumbangan 2 triliun
melalui pernyataan pers karena dirinya tidak hati-hati.
Hal itu disampaikan oleh Plt Ketua Indonesia Police Watch
(IPW) Sugeng Teguh Santoso melalui Siaran Pers IPW yang diterima Redaksi
TangerangNet.Com, Jumat (13/8/2021).
Indonesia Police Watch (IPW), kata Sugeng, menilai
"pengakuan dosa" dari Kapolda Sumsel bukanlah alasan pemaaf bagi
bebasnya tanggung jawab sebagai insan bhayangkara yang tidak menjunjung tinggi
Kode Etik Profesi Polri (KEPP) seperti tercantum pada Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2002 tentang Polri.
Karena di dalam pasal 34 ayat 1 undang-undang kepolisian itu
tegas dikatakan, sikap, dan prilaku pejabat Kepolisian Negara Republik
Indonesia terikat pada kode etik profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.
“Sehingga untuk menegakkan Undang-Undang Kepolisian,
kesalahan dan ketidak hati-hatian yang dilakukan oleh Kapolda Sumsel, tidak
boleh dibiarkan oleh Kapolri,” tutur Sugeng.
Hal itu, kata Sugerng, merujuk kepada Peraturan Kapolri
Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri (KEPP) sebagai turunannya,
yakni pada pasal 3 huruf d menegaskan prinsip-prinsip KEPP kesamaan hak, yaitu
setiap anggota Polri yang diperiksa atau dijadikan saksi dalam penegakan KEPP
diberikan perlakuan yang sama tanpa membedakan pangkat, jabatan, status sosial,
ekonomi, ras, golongan, dan agama.
Menurut Sugeng, kalau Kapolri tidak menuntaskan kasus yang
menimpa Kapolda Sumsel, dengan cara terus mempertahankan jabatan kapolda dipegang
oleh Irjen Eko Indra Heri. IPW khawatir peristiwa ini akan menimbulkan
kecemburuan di lapisan bawah Polri. Sebab, Kapolri melakukan diskriminasi
dengan melindungi anak buahnya yang telah melanggar KEPP dan UU Polri.
Sugeng mengatakan hal itu sangatlah bertolak belakang dengan
Kapolri sebelumnya, Idham Azis yang dengan cepat mencopot Kapolda Metro Irjen
Nana Sudjana dan Kapolda Jabar Irjen Rudy Sufahradi. Keduanya, dicopot karena
dinilai tidak melaksanakan tugas menegakkan aturan protokol kesehatan di
wilayah hukumnya dalam mengatasi kerumunan Rizieq Shihab.
Kalau Kapolri Jenderal Listyo Sigit tidak mencopot Kapolda
Sumsel Irjen Eko Indra Heri, imbuh Sugeng, akan menimbiulkan keresahan di level
bawah. Akibatnya, adanya kesan hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas bukan
saja menjadi jargon yang ada di masyarakat, namun juga ada di kalangan internal
kepolisian sendiri. (*/rls)
0 Comments