Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo didampingi Kadiv Humas Irjen Pol Argo Yuwono, menjelaskan tentang serangan tersebut. (Foto: Istimewa) |
Hal itu dikatakan oleh Ketua Presidium Ind Police Watch
(IPW) Neta S. Pane melalui Siaran Pers IPW yang diterima Redaksi
TangerangNet.Com, Kamis (1/4/2021).
Neta mengatakan untuk itu, IPW berharap Polri mencermati
fenomena ini. Dalam fenomena itu bos teroris ingin menunjukkan dua hal kepada
publik. Pertama, kelompok teroris kini punya pasukan khusus, pasukan
"Inong baleh".
“Sama seperti saat pasukan GAM (Gerakan Aceh Merdeka-red)
disisir habis oleh Polri dan TNI pada era konflik Aceh. Mereka mengedepankan
pasukan perempuan atau ‘Inong baleh’. Kelompok teroris sepertinya meniru apa
yang dilakukan GAM, saat para teroris disisir habis oleh Polri, kini mereka
menurunkan pasukan perempuan (Inong Baleh). Setelah serangan di gereja di
Makassar, Sulawesi Selatan, pasukan ‘Inong baleh’ masuk ke jantung Polri dan
melakukan serangan yang mengagetkan dari dalam komplek Mabes Polri,” ungkap
Neta meyakinkan.
Kedua, kata Neta, bos teroris ingin menunjukkan bahwa
pasukan "Inong baleh" mereka lebih nekat. Dengan kemampuan seadanya
dan tanpa paham "medan pertempuran" pasukan "Inong baleh"
teroris nekat melakukan serangan dari
dalam Mabes Polri.
“Teroris menunjukkan teori baru, serangan tidak dari luar
tapi dari dalam. Para teroris ingin menunjukkan ke publik bahwa inilah pertama
kali dalam sejarah bahwa Mabes Polri bisa diserang teroris dari dalam. Para
teroris ingin menunjukkan betapa lemahnya sistem keamanan Mabes Polri pada era
Kapolri Sigit. Pada saat Polri sedang sibuk melakukan penggerebekan ke sarang
teroris di berbagai tempat justru markas besarnya malah kebobolan dari dalam,”
ucap Neta.
IPW menilai, baik serangan di Makassar maupun di Mabes Polri
masih dalam tingkatan peringatan atau ujicoba bahwa akan ada serangan besar
yang akan dilakukan bos teroris. Untuk itu, Polri harus segera mencari dan
menangkap bos teroris itu. Sebab bagaimana pun, baik serangan di Makassar
maupun di Mabes Polri ada pihak yang mengendalikan dan tidak mungkin pelaku
bekerja sendiri.
“Dalam kasus serangan di Mabes Polri, pihak kepolisian perlu
menjelaskan, apa jenis senjata yang digunakan pelaku, benarkah Air Soft Gun.
Benarkah pelaku berhasil melepaskan enam tembakan. Bagaimana senjata itu bisa
masuk ke dalam Mabes Polri. Dengan siapa pelaku bertemu di dalam Mabes Polri
sehingga pelaku bisa mendapatkan senjata dan melakukan serangan dari dalam,”
tutur Neta.
Melihat mulusnya strategi serangan di Mabes Polri ini, kata
Neta, bukan mustahil kelompok teror ini sedang menyiapkan serangan baru yang
lebih besar. Inilah yang perlu diantisipasi semua pihak agar rencana serangan
itu bisa dipatahkan,” ujar Neta berharap.
IPW menilai serangan ini tak terlepas dari dendam kesumat
kelompok teror terhadap kasus penembakan di Km 50 Jalan Tol Cikampek yang
hingga kini belum selesai penanganannya. (*/pur)
0 Comments