Tanah milik keluarga Mokoginta yang dikuasai penyerobot di Kotamobagu. (Foto: Istimewa) |
Prof Ing Mokoginta menjelaskan bukti pidana perampasan tanah
ini sangat kuat. Tidak ada jual beli, namun tanah SHM (Sertipikat Hak Milik) Nomor
98 terbitan tahun 78 yang tertulis berasal dari tanah adat tiba-tiba terbit sertifikat
pada 2009 dengan Nomor 2567 di atas
tanah seluas 1,7 hektar.
“Dalam sertifikat 2567 tersebut tertulis berasal dari tanah
negara. Saya tahu tidak ada tanah negara di Kotamobagu,” ujar Mokoginta keapada
wartawan di Jakarta, Rabu (7/4/2021).
Profesor wanita yang sudah sepuh ini menjelaskan pengadilan
mulai tingkat pertama sampai di tingkat PK Mahkamah Agung pun sudah memutuskan
bahwa tanah di tersebut miliknya dan kakaknya Since Mokoginta. Bahkan BPN sudah
membatalkan sejumlah sertifikat turunan dari sertifikat No. 2567 tahun 2009
tersebut.
“Lantaran laporan tindak pidana mandek, pihak keluarga akhirnya
melapor ke Propam Mabes Polri pada bulan Agustus 2020. Sebagai Guru Besar IPB
jadi korban mafia tanah, saya meminta tolong kepada Presiden Jokowi dan
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk penyelesaian ini,” ucap Prof
Mokoginta.
Menurut Prof Ing Mokoginta, bukti pidana perampasan tanah
ini sangat kuat. Tidak ada jual beli, namun tanah SHM No. 98 terbitan tahun 78
yang tertulis berasal dari tanah adat tetiba terbit sertifikat pada 2009 dengan
nomor 2567. Dengan waktu terbit hanya 8 hari dan tertulis berasal dari tanah
negara di atas tanah seluas 1,7 hektar.
Pengadilan mulai tingkat pertama sampai di tingkat PK
Mahkamah Agung pun sudah memutuskan bahwa tanah tersebut milik Prof Ing
Mokoginta. Bahkan BPN sudah membatalkan sejumlah sertifikat turunan dari
sertifikat No. 2567 tahun 2009 tersebut. Lantaran laporan tindak pidana mandek,
pihak keluarga akhirnya melapor ke Propam Mabes Polri pada bulan Agustus 2020.
Menurutnya, Propam Mabes Polri telah melakukan penyelidikan
dan telah ditemukan pelanggaran etik pada oknum penyidik Polda Sulawesi Utara.
"Bahkan sudah ada perintah dari Kapolda Irjen Pol Panca Putra tetapi tetap
Laporan-2 di SP-3 kan oleh penyidik. Oleh karena itu, kami pada tanggal 7
Desember melaporkan kembali Laporan ke -3 tetapi sampai saat ini belum naik ke
tahap penyidikan,” ucap Mokoginta.
Karena itu, keluarga Prof Mokoginta berharap kasus
perampasan tanah ini mendapat perhatian dari Presiden dan Kapolri sehingga
jajaran dibawahnya bisa menindak para mafia dan oknum yang merampas tanah
tersebut.
"Kami sudah menang di pengadilan mulai dari PTUN (Pengadilan
Tata Usaha Negara) sampai PK (Peninjauan Kembali) di Mahkamah Agung, dan
sertifikat turunan 2567 tersebut sudah dibatalkan. Tapi tanah masih dikuasai
oleh pihak penyerobot. Karena itu, kami mohon Presiden, Pak Jokowi dan Kapolri
Listyo Sigit dapat menolong kami, rakyar kecil agar dapat keadilan,"
ujarnya dalam video yang dikirim kepada para awak media, Rabu (7/4/2021).
Sementara itu, Sekjen Forum Korban Mafia Tanah Indonesia
(FKMTI) Agus Muldya Natakusumah mengatakan kasus ini merupakan bukti mafia
tanah masih bisa mengendalikan oknum dan mempermainkan hukum. Seharusnya
jajaran kepolisian di berbagai wilayah mematuhi perintah Kapolri untuk
menindaklanjuti laporan para korban perampasan tanah. Sebab, Kapolri sudah
tegas menyatakan akan menindak oknum dan beking-beking mafia tanah. (btl)
0 Comments