Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono (tengah) beri penjelasan kepada wartawan. (Foto: Istimewa) |
"Bahwa broadcast ini adalah tidak benar, broadcast ini
adalah salah. Dengan adanya broadcast yang tidak benar itu akan berdampak
negatif bagi siapa saja," ujar Argo saat memberikan keterangan pers
bersama Kementerian Kesehatan (Kemenkes) di Jakarta, Jumat (5/2/2021).
Adapun pesan berantai tersebut, jelas Argo, berisikan
informasi bahwa lockdown atau penutupan total Ibu Kota telah diputuskan oleh
Presiden Joko Widodo.
Pesan itu mengimbau agar masyarakat menyediakan bahan
makanan, selama lockdown diberlakukan. Menurut Argo, pesan itu jug berisi
informasi bila kepolisian akan menangkap langsung dan melakukan swab, kepada
yang diketahui berada di luar rumah.
"Memang kontennya biasa saja, tapi isinya bisa bersifat
menghasut membuat fitnah. Kemudian hoax itu akan menyasar emosi masyarakat dan
kemudian menimbulkan opini negatif yang mengakibatkan kegaduhan di masyarakat
dan diintegrasi bangsa," tutur Irjen Argo.
Terkait hoax itu, Argo memaparkan Polri telah menangani
total 352 kasus penyebaran berita hoax. Dalam kasus pesan berantai itu, diingatkan
potensi ancaman dan hukuman yang diterima kepada pelaku.
Menurut Argo, pelaku bisa diancam kurungan hingga 10 tahun
lewat sejumlah pasal dan undang-undang. Beberapa di antaranya seperti pasal 28
ayat 1 UU 11 tahun 2008, tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE). Ada pula
KUHP pasal 14 ayat (1),( 2), dan (3). (*/pur)
0 Comments