![]() |
Neta S. Pane. (Foto: Istimewa/koleksi pribadi) |
Hal itu disampaikan oleh Ketua Presidium Ind Police Watch (IPW)
Neta S. Pane dalam Siaran Pers IPW yang diterima Redaksi TangerangNet.Com,
Minggu (31/1/2021).
Ind Police Watch (IPW) menilai, kata Pane, ada tiga alasan
kenapa Kapolri Sigit harus menuntas kasus penembakan enam laskar FPI itu.
Pertama, Komnas HAM (Hak Asasi Manusia) telah menyampaikan hasil investigasi
dan sejumlah rekomendasi kepada Presiden Jokowi.
“Salah satunya, Komnas HAM meminta adanya penyelidikan lebih
lanjut ihwal unlawfull killing empat laskar FPI dan penegakan hukum dengan
pengadilan pidana. Alasannya, keempatnya tewas ketika sudah dalam penguasaan
aparat kepolisian. Komnas HAM juga merekomendasikan agar kasus itu dilanjutkan
ke pengadilan pidana,” tutur Neta.
Kedua, imbuh Neta, untuk menindaklanjuti temuan serta
rekomendasi Komnas HAM, Kapolri (saat itu) Jenderal Idham Azis telah membentuk
tim khusus yang terdiri atas Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri, Divisi
Hukum Polri, dan Divisi Propam Polri.
“Tim khusus ini bertugas menyelidiki dugaan pelanggaran HAM
oleh oknum polisi terhadap empat laskar FPI yang tewas tertembak itu. Dan
hasilnya hingga kini belum ada,” ungkap Neta yang suka menghisap rokok lisong
itu.
Ketiga, kata Neta, adanya Perkap 1 Tahun 2009 tentang
Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian. Menurut Perkap itu, setiap kasus
penembakan harus dipertanggungjawabkan polisi penembak. Sehingga eksekutor
penembakan terhadap 6 laskar FPI itu harus mempertanggungjawabkan perbuatannya
sesuai Perkap 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan
Kepolisian.
“Terutama anggota Polri yang mengeksekusi 4 laskar FPI yang
sudah tertangkap tapi tidak diborgol itu,” ucap Neta.
Bagaimana pun, kata Neta, pelaku penembakan ini patut diusut
tuntas agar dapat ditemukan pelanggaran Standar Operasional Prosedur (SOP) di
kepolisian. Menurut Pasal 13 ayat (1) Perkap 1 Tahun 2009, setiap individu
anggota Polri wajib bertanggung jawab atas pelaksanaan penggunaan kekuatan
dalam tindakan kepolisian yang dilakukannya. Sehingga dengan adanya tranparansi
siapa pelaku eksekusi terhadap laskar FPI ini menjadi evaluasi dan pembelajaran
bagi Polri ke depan.
Menurut Neta, tujuan diberlakukannya Perkap ini seperti yang
tertuang dalam Pasal 2 ayat (1) adalah untuk memberi pedoman bagi anggota Polri
dalam pelaksanaan tindakan kepolisian yang memerlukan penggunaan kekuatan,
sehingga terhindar dari penggunaan kekuatan yang berlebihan atau tidak dapat
dipertanggungjawabkan.
“Dengan adanya pengusutan lebih lanjut dalam kasus ini, bisa
diketahui, apakah eksekusi terhadap 4 laskar FPI itu telah sesuai dengan
prinsip-prinsip penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian seperti yang
diamanatkan Perkap. Utamanya legalitas yang berhubungan dengan Hak Asasi
Manusia (HAM), prinsip preventif dan prinsip masuk akal (reasonable),” ujar
Neta berharap.
Selain itu, kata Neta, perlu diungkap, siapa pejabat yang
memerintahkan para polisi itu untuk menguntit Habib Rizieq Syihab (HRS) dan
laskar FPI. Apakah dalam perintah penguntitan itu ada perintah penembakan.
“Bukankah penguntitan adalah tugas intelijen? Kenapa
aparatur reserse bisa dilibatkan untuk melakukan penguntitan? Kenapa Rizieq
tidak ditangkap saja sebelum terjadi penembakan,” ucap Neta dengan senyum khas.
Neta mengatakan lalu siapa yang memerintahkan penembakan,
baik penembakan pertama maupun penembakan kedua? Adakah pejabat Polri yang
bakal digeser dalam kasus kematian laskar FPI itu?
Komnas HAM sudah mengirimkan rekomendasinya ke Presiden dan
Kapolri (saat itu) Idham Azis sudah membentuk tim, sehingga tugas Kapolri Sigit
menuntaskannya agar BAP (Berita Acara Pemeriksaan) kasus ini segera dilimpahkan
ke kejaksaan agar bisa diproses di pengadilan.
“Jika para polisi penguntit memang tidak bersalah biar
pengadilan yang membuktikannya agar Polri terhindar dari fitnah jalanan,” tutur
Neta. (*/btl)
0 Comments