![]() |
Ketua DK PWI Pusat Ilham Bintang. (Foto: Istimewa) |
Hal itu menjadi keputusan rapat daring DK PWI Selasa
(8/12/2020) petang. Rapat dihadiri Ketua DK PWI Ilham Bintang, Sekretaris
Sasongko Tedjo, anggota: Tri Agung, Asro Kamal Rokan, dan Nasihin Masha.
Ilham Bintang mengatakan Dewan Kehormatan PWI Pusat perlu
membuat pernyataan untuk mengurangi keraguan wartawan dalam mengungkap
kebenaran, terkait kasus bentrokan antara aparat Polri dan laskar FPI.
“Pernyataan ini perlu untuk mengurangi keraguan wartawan dan
media dalam melakukan investigasi terhadap peristiwa tol Cikampek,” tutur Ilham
Bintang.
Langkah wartawan untuk mengungkapkan kasus di tol Cikampek,
kata Ilham, bukan untuk mencari siapa salah dan siapa benar, melainkan untuk
menjalankan fungsi pers yang sesungguhnya, sesuai Undang-Undang Nomor 40 Tahun
1999 tentang Pers dan Kode Etik Wartawan Indonesia.
“Semagat kita menjaga kemerdekaan pers, menaati kode etik
dan kode perilaku wartawan,” ucap Asro Kamal Rokan.
Tri Agung menjelaskan dalam buku “Sembilan Elemen
Jurnalisme: Apa yang Seharusnya Diketahui Wartawan dan Yang Diharapkan Publik” (Yayasan
Pantau, 2006), Guru jurnalislistik Bill Kovach dan Tom Rosentiel mengingatkan
elemen dasar jurnalistik yang seharusnya dipatuhi oleh seorang wartawan. Elemen
itu pada perkembangannya bertambah menjadi sepuluh, dengan masuknya jurnalisme
warga. Namun, hal utama yang tidak boleh dilupakan wartawan, adalah kewajiban
pertama jurnalisme adalah pada kebenaran.
Selain itu, Bill dan Tom mengingatkan pula, loyalitas
pertama jurnalisme itu pada warga dan wartawan seharusnya berdisiplin dalam
memverifikasi data dan informasi yang diperolehnya. Tidak boleh ditinggalkan
pula, karena bertanggungjawab pada publik, wartawan harus menjaga jarak yang
sama terhadap narasumbernya dan menjadi pemantau yang independent terhadap kekuasaan.
Hal dasar dalam jurnalisme yang dianut banyak wartawan di seluruh dunia itu
sebenarnya tersedia pula di Kode Etik Wartawan Indonesia tahun 2006, yang
diinisiasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) pula, bersama organisasi
kewartawanan lain dan Dewan Pers.
Pasal 1 Kode Etik Wartawan Indonesia menegaskan, wartawan
Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan
tidak beritikad buruk. Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional
dalam melaksanakan tugas jurnalistik (pasal 2). Selain itu, pada pasal 3 dan 4
ditegaskan, wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara
berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan
asas praduga tak bersalah.
Terkait dengan peristiwa kematian enam anggota laskar Front
Pembela Islam (FPI), Senin (7/12/2020) lalu, sebagai akibat berbenturan dengan
Kepolisian, dengan masing-masing laporan versi Polri atau FPI, Dewan Kehormatan
PWI Pusat mendorong wartawan Indonesia untuk dapat mewujudkan keterbukaan
informasi, sehingga duduk perkara kasus itu terungkap.
Hal itu senada pula dengan pesan Penasihat PWI Pusat Jakob
Oetama (1931-2020), dalam buku “Pers Indonesia: Berkomunikasi dalam Masyarakat
yang Tidak Tulus” (Penerbit Buku Kompas, 2004), yaitu “Orang membaca surat
kabar untuk mencari informasi, yakni informasi yang cukup lengkap, sehingga
jelas duduknya perkara dan karena itu memberikan bahan informasi yang berarti.”
Pada era saat ini, media bukan hanya surat kabar, tetapi
juga media elektronik: televisi dan radio, serta media online (dalam jaringan).
Anggota Dewan Kehormatan PWI Pusat Raja Parlindungan Pane
pun menambahkan pers harus obyektif dan menjunjung tinggi cover both side dan
menyampaikan fakta yang terjadi. Pers jangan sampai partisan dan akhirnya PWI
terkena imbasnya.
Nashihin Masha menjelaskan wartawan harus menjunjung fakta
yang ditemukannya, bukan sekadar mengikuti pendapat narasumber. Oleh karena
itu, untuk mampu mengungkapkan fakta terkait kasus di tol Cikampek yang
sesungguhnya, tak bisa lain, wartawan harus turun ke lapangan.
Menurut Sekretaris Dewan Kehormatan PWI Pusat Sasongko
Tedjo, dalam melakukan upaya mengungkapkan kebenaran terkait kejadian di tol
Cikampek, wartawan tetap harus mengutamakan keselamatannya, terutama dalam
situasi pandemi Covid-19 hari ini.
“Tidak ada berita sehebat apapun yang seharga dengan
keselamatan jiwa wartawan. Selain itu, ada kepentingan masyarakat dan bangsa
yang harus dipertimbangkan pula,” ucap Sasongko. (*/pur)
0 Comments