Neta S. Pane (Foto: Istimewa/koleksi pribadi) |
NET - Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) perlu menangkapi sejumlah oknum Polisi yang meminta paksa
sejumlah proyek kepada para kepala dinas. Aksi minta paksa proyek ini tidak
hanya modus baru korupsi di daerah, tapi juga menjadi penghancur pembangunan di
daerah.
Hal itu dikatakan Ketua Presidium
Ind Police Watch (IPW) Neta S. Pane melalui Siran Pers IPW yang diterima Redaksi TangerangNet.Com,
Selasa (15/9/2020).
Neta mengatakan IPW menerima laporan
dari sejumlah daerah para kepala dinas,
terutama pekerjaan umum (PU), pendidikan, kesehatan, para bendahara dan lainya sering
didatangi oknum Polisi yang meminta proyek tertentu agar dikerjakan rekanan
yang ditunjuknya.
Jika tidak diberikan, kata Neta, oknum
Polisi itu meminta fee 10 sampai 15 persen dari nilai proyek tersebut. Jika
tidak diberikan para kepala dinas itu diganggu dengan berbagai panggilan
kepolisian, mulai dari klarifikasi, wawancara hingga meminta keterangan.
Akibatnya, imbuh Neta, banyak
kepala dinas yang stres dan mundur dari jabatannya akibat tidak kuat menghadapi
teror seperti ini. Jika hal ini terus berlanjut nasib pembangunan di daerah
dipastikan akan terhambat dan tidak maksimal.
“Di Kota Padangsidempuan,
Sumatera Utara, misalnya, saat ini para kepala dinas banyak yang stres
menghadapi ulah oknum Polisi. Bahkan ada istri kepala dinas yang sakit dan
akhirnya meninggal dunia karena suaminya dipanggil wawancara oleh oknum Polisi
dari jam 09;00 hingga jam 23.00 selama beberapa kali tanpa diketahui secara
jelas kesalahannya,” ungkap Neta.
Sikap oknum Polisi seperti itu,
kata Neta, perlu segera ditertibkan agar
pembangunan di daerah bisa berjalan lancar dan maksimal. Munculnya ulah nekat
para oknum Polisi ini akibat tidak maksimalnya pengawasan dari para Kapolda
maupun Propam Polri. Kasus oknum Polisi yang makin marak meminta proyek ini
sudah dilaporkan IPW kepada Menko Politik Hukum dan HAM (Polhukam) maupun Menteri
Dalam Negeri (Mendagri) agar ada
tindakan tegas dari pemerintah dan ulah oknum Polisi tersebut dibersihkan.
Menurut Neta, sebelumnya, hasil
kajian, Komisi Pemberantasan Korupsi Korupsi (KPK) menyebut, 82 persen dana
yang digunakan oleh para calon kepala daerah (Cakada) bersumber dari pihak
swasta yang berperan sebagai sponsor. Hasil kajian tersebut mengindikasikan
adanya potensi kolusi dan korupsi dalam pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah
(Pilkada) 2020.
KPK, kaka Neta, menilai pihak
swasta yang berperan sebagai sponsor paslon, pada akhirnya akan melakukan
praktek kolusi dan korupsi, baik pada saat Pilkada berlangsung dan setelahnya
jika paslon yang disponsorinya menang dan memegang jabatan sebagai kepala
daerah.
Hasil kajian KPK ini sangat
faktual. Namun IPW, imbuh Neta, melihat ada fenomena baru di mana makin banyak
oknum Polisi yang meminta paksa berbagai proyek dari para kepala dinas di
sejumlah daerah.
Dalam kasus ini, IPW berharap KPK
tidak hanya melakukan kajian tapi segera
menangkapi oknum oknum Polisi tersebut. Sebab IPW melihat, sejauh ini ada
korelasi kuat penghancuran pembangunan di daerah, setelah korupsi di sektor
swasta dengan para kepala daerah, kini muncul aksi minta paksa proyek oleh
oknum kepolisian kepada para kepala dinas. (*/pur)
0 Comments