Berita Terkini

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Polisi Didesak Bongkar Mafia Tanah Kelas Kakap

Pengurus FKMTI di kantor Kementerian
ATR/BPN usai menyerahkan laporan. 
(Foto: Bambang TL/TangerangNet.Com)





NET - Forum Korban Mafia Tanah Indonesia (FKMTI) mengapresiasi penangkapan mafia pemalsu sertifikat tanah yang baru saja dirilis oleh pihak Polda Metro Jaya bersama Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).

FKMTI berharap Polisi  berani untuk membongkar mafia perampas tanah yang melibatkan oknum pejabat BPN yang telah menerbitkan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) di atas tanah rakyat tanpa proses jual beli yang sah. Hal tersebut disampaikan Sekjen FKMTI Agus Muldya kepada TangerangNet.Com, pada Jum'at (14/2/2020) sore.

Sekjen FKMTI Agus Muldya mengungkapkan pihaknya sudah menyerahkan berkas 11 kasus korban perampasan tanah yang diduga kuat melibatkan oknum pejabat BPN. Laporan tersebut telah diserahkan pada Oktober 2019. Namun hingga kini pihak Kementerian ATR/BPB belum mengumumkan hasil penelitian atas berkas laporan tersebut.

Agus menjelaskan dengan bukti-bukti yang telah disampaikan sebetulnya kasus perampasan tanah sangat mudah untuk diselesaikan. Contohnya, dalam peraturan dan perundangan jelas tertulis, BPN tidak bisa menerbitkan sertifikat di atas tanah yang dalam status sita jaminan pengadilan.

"Pihak BPN sendiri sudah menyatakan tidak boleh menerbitkan SHGB di atas tanah yang sedang disita jaminan oleh pengadilan. Tapi faktanya ada oknum BPN Tangerang yang masih berani melakukannya, dengam menerbitkan SHGB di atas tanah girik milik Rusli Wahyudi di BSD city Kota Tangerang Selatan. Sebetulnya sangat jelas adanya indikasi oknum pejabat terlibat mafia perampas tanah. Apalagi Mahkamah Agung juga telah mengukuhkan keputusan bawa tidak ada catatan jual beli girik C 913. Jadi bagaimana mungkin bisa terbit SHGB ? Ini salah satu yang kami laporkan," ujar Agus Muldya, Sekjen FKMTI.

Agus menambahkan kasus perampasan tanah lainya, antara lain tanah Sertfikat Hak Milik (SHM) yang dibeli Robert Sudjasmin dari lelang negara Departemen Keuangan tetapi justru dikuasai oleh pengembang. Padahal, sebelum dilelang, pihak BPN sudah memberikan keterangan bahwa tanah tersebut tidak bermasalah. Namun saat proses balik nama di BPN Jakarta Utara, SHM tersebut tidak dikembalikan hingga 30 tahun dan tau-tau sudah dikuasai oleh pihak lain.  

Seharusnya, Depkeu sebagai penjual harus bertanggung jawab untuk mengembalikan hak atas tanah seluas 8.000 meter persegi di Kelapa Gading, Jakarta Utara tersebut kepada pembeli yang sah. 

"Departemen Keuangan dan BUMN (Badan Usaha Milik Negara-red) harus bertanggung jawab seperti terhadap investor Jiwasraya.  Seharusnya negara juga bertanggung jawab terhadap investor yang membeli tanah dari lelang negara, bukan menyuruh pembelinya pontang-panting mengurus yang sebenarnya menjadi tanggung jawab Depkeu selaku penjual," tandasnya.

Agus juga menjelaskan ada juga tanah berstatus SHM yang terancam DIKANGKANGI oleh pihak lain tanpa proses jual beli. Kasus ini menimpa ibu Tri, Didi karsidi dan Susanti Wijaya. FKMTI juga telah melaporkan kasus warga Kirai di Cipete, Jakarta Selatan, kasus perampasan tanah berbasis Kepres di Jalan MT Haryono Jakarta Selatan serta tanah girik milik Supardi Kendi Budiarjo di Cengkareng, Jakarta Barat.

"Intinya kalau mau serius membongkar mafia perampas tanah, FKMTI sangat mendukung langkah pihak ATR/BPN.  Untuk segera menggelar perkara, libatkan media massa seperti debat terbuka, sekalian edukasi rakyat Ibdonesia. Bagaimana perampasan tanah dapat terjadi dan bagaimana proses penyelesaiannya," sarannya.

Menurut Agus, kasus perampasan tanah banyak terjadi di era orde baru yang melibatkan oknum pejabat pada masa lalu. Dan saat ini Presiden Jokowi sudah memerintahkan agar persoalan tersebut dapat segera diselesaikan. Jadi, bukan sebaliknya, dihambat karena ada rasa tidak enak kepada para pejabat BPN yang telah pensiun.

"Kita tahu,  ada mantan kepala BPN yang menjadi komisaris di perusahaan yang bisnisnya berkaitan dengan pertanahan, dan banyak laporan warga, tanah mereka dirampas perusahaan tersebut," ungkapnya.

Sementara itu di tempat terpisah, Kabaghumas ATR/BPN Harison Mokodompit menjelaskan pihaknya akan merilis hasil penelitian laporan kasus perampasan tanah setelah ada perintah dari Dirjen sengketa.  Menurutnya, berkas laporan dari FKMTI sudah dimasukkan dalam satu folder
laporan mafia tanah di Indonesia. (btl)

Post a Comment

0 Comments