Dahnil Anzar Simanjuntak: mengangkat marwah. (Foto: Istimewa/detikcom) |
Oleh: Zulhidayat
Siregar
BANYAK ORANG selama ini gerah dengan sikap dan gerakan Ketua
Umum PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak. Karena Dahnil selalu kritis
terhadap setiap kebijakan Pemerintah yang merugikan rakyat dan mengangkangi
akal sehat dan hati nurani. Bahkan tak jarang Dahnil bersama Pemuda
Muhammadiyah dan anggota Kokam turun ke jalan untuk menolak kebijakan Pemerintah
yang dianggap merugikan rakyat.
Melihat berbagai gerakan yang dilakukan selama ini, sampai
banyak orang yang menilai bahwa Pemuda Muhammadiyah sudah seperti organisasi
kemahasiswaan atau bak Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM/NGO) yang selama ini
konsen terhadap isu-isu publik dan advokasi rakyat. Bahkan kerap isu yang
diperjuangkan membuatnya berhadap-hadapaan langsung dengan aparat.
Misalnya pengungkapan kasus kematian Siyono di tangan Densus
88, pembelaan total terhadap penyidik senior Novel Baswedan, dan bersama
sejumlah LSM mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait kewenangan
Kepolisian dalam menerbitkan Surat Izian Mengemudi dan Surat Tanda Nomor
Kendaraan (SIM dan( STNK). Dalam isu ini saja entah sudah berapa kali Dahnil
harus berhadapan dengan aparat. Intimidasi dan teror, jangan tanyakan lagi.
Pemuda Muhammadiyah juga mungkin satu-satunya organisasi
yang mempunyai jaringan dan struktur nasional yang tidak ikut menari dalam
gendang Pemerintah soal perang terhadap kelompok anti- Pancasila, anti-kebhinnekaan,
anti-NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Karena stigma tersebut hanya
ditujukan kepada pihak-pihak yang selama ini kritis kepada Pemerintah.
Karena itu, Pemuda Muhammadiyah selalu diopinikan sebagai
organisasi radikal, Islam garis keras. Apalagi Pemuda Muhammadiyah, melalui
Pedri Kasman, adalah organisasi pertama yang melaporkan kasus Al Maidah 51 yang
melibatkan Basuki Tjahaja Purnama. Bahkan Dahnil ikut turun langsung dalam aksi
411, yang menjadi awal gerakan aksi 212.
Saat tingginya tensi politik ketika itu, Presiden mengundang
tokoh-tokoh umat dan pimpinan ormas. Dalam pertemuan tersebut, Dahnil mempertanyakan
kenapa presiden tidak mengundang tokoh-tokoh yang dianggap berseberangan
seperti Habib Rizieq dan Ustadz Bachtiar Nasir. Pemuda Muhammadiyah juga
menolak narasi terorisme yang dibangun Pemerintah/aparat.
Tapi yang menarik, Pemuda Muhammadiyah juga dituding sudah
disusupi kelompok kiri. Karena terlibat dalam mengadvokasi atau memfasilitasi
petani Kendeng dan Karawang yang berjuang untuk mendapatkan hak mereka. Apalagi
Dahnil turut menyayangkan adanya penyerangan sekelompok orang terhadap kantor
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) karena diduga adanya kegiatan
berbau Partai Komunis Indonesia (PKI). Bahkan Pemuda Muhammadiyah ikut dalam
aksi solidaritas dan beres-beres kantor YLBHI yang mengalami kerusakan.
Dahnil bisa leluasa dalam menyampaikan dan bersikap sesuai
hati nurani karena dia berhasil dalam menjaga independensi. Terutama dalam hal
keuangan. Pemuda Muhammadiyah di bawah Dahnil tidak pernah meminta-minta proyek
kepada Pemerintahan. Dalam sebuah silaturrahim di Istana, Presiden Jokowi
sampai bertanya-tanya. Semua kegiatan tersebut, dari mana dananya? Bahkan Presiden
bertanya, apakah boleh dia ikut membantu kegiatan Pemuda Muhammadiyah?
Malah dalam kesempatan lain dalam pertemuan bersama
tokoh-tokoh umat dan pimpinan ormas, Dahnil satu-satunya yang kritis terhadap
ajakan Presiden. Saat itu, Presiden mengatakan akan memaksa para taipan
membangun kemitraan. Nah dia bertanya, apakah para tokoh tersebut bersedia.
Semuanya tidak mempersoalkan tawaran tersebut, bahkan ada yang bernada agar
segera direalisasikan.
Namun Dahnil saat itu mengajukan syarat. Pemuda Muhammadiyah
hanya berkenan bekerja sama dengan taipan yang perusahaannya tidak merusak
lingkungan dan kegiatan usahanya compatible dengan suasana kebatinan umat
Islam.
"Oh...saya kira semuanya sudah setuju. Ternyata ada
yang tidak setuju atau setuju dengan syarat. Apa tadi syaratnya Mas Dahnil?"
kata Jokowi menimpali.
Begitulah Dahnil dalam menjaga dan merawat integritas dan
komitmen. Dia tetap kokoh dan konsisten dengan berbekal Tauhid, Ilmu, dan Amal.
'Rayuan' Presiden saja dia tolak, apalagi beragam tawaran
dari para anak buah Presiden yang selalu datang, juga ditolak kalau tidak
sejalan dengan visi Pemuda Muhammadiyah dan bermakud melemahkan gerakan.
Merawat moral dan integritas ini merupakan tekad besar
Dahnil yang menjadi bagian utama visi-misinya "Nalar Baru Gerakan Pemuda
Muhammadiyah" yang disampaikan saat Muktamar empat tahun lalu di Padang,
Sumatera Barat. Tekad tersebut langsung diikuti ikrar/deklarasi anti-korupsi saat
pelantikan kepengurusannya.
Saat ini, empat tahun kemudian, ketika masa jabatannya akan
habis, Dahnil dikerjai. Sulit ut tidak mengatakan bahwa apa yang dialaminya
belakangan ini adalah upaya kriminalisasi. Kesalahannya terkesan kuat dicari-cari.
Apalagi dengan kasus yang selama ini dia diperangi. Sungguh fitnah yang sangat
keji. Upaya demoralisasi yang sempurna.
Ditambah lagi saat ini tahun politik. Di mana Dahnil sudah
berijtihad mengambil posisi berseberangan dengan petahana. Aroma politisasinya
pun semakin kental. Tujuannya, bisa ke Dahnil sendiri atau ke organisasi yang
dia dukung di Muktamar Pemuda Muhammadiyah agar kalah, atau jangka panjang menggerus
suara pemilih Prabowo.
Tapi rakyat sudah paham, cerdas. Mereka tak begitu saja
percaya dengan aparat. Malah semakin mendukung. Sebab sudah banyak contoh
berapa sudah orang-orang yang kritis dijerat atau dikerjai aparat. Sementara
para pendukung rezim bebas leluasa. Karena itu yang membully Dahnil juga orang-orang
yang selama ini tak suka dengan dia, terutama yang berlainan arah politik di
2019.
Begitu juga kader Pemuda Muhammadiyah. Mereka tahu bagaimana
bahkan bersama Dahnil dalam perjuangan selama ini. Dahnil sudah terbukti
mengangkat marwah organisasi. Saat ini kader di berbagai daerah bangga menjadi
bagian dari Pemuda Muhammadiyah. Mereka mendukung Dahnil melawan upaya
kriminalisasi ini. Dan mereka berharap banyak agar berbagai terobosan yang
telah dilakukan selama ini dilanjutkan oleh penerus Dahnil.
Penulis adalah
Kader Pemuda Muhammadiyah.
0 Comments