Berita Terkini

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Irjen Wasisto: Geng Motor Masih Dianggap Berbahaya

Kelompok diskusi saat berlangsung. 
(Foto: Dade Fachri/TangerangNet.Com) 


NET - Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto mengatakan kejahatan geng motor hingga kini masih ada dan dianggap berbahaya karena tindakan yang brutal dengan anggota yang juga bersenjata tajam. Mereka selalu menggunakan senjata parang atau samurai. 

"Jadi, kalau mereka naik motor dengan samurai itu sampai mengeluarkan api. Malam Minggu itu kita kejar-kejar kala itu saya masih bertugas di Bandung, Jawa Barat. Saat itu, sejumlah personel polisi mengejar anggota geng motor.  Salah satu rekan mereka terluka akibat sabetan senjata tajam," ungkap  Setyo Wasisto, Jumat (8/11/208), saat acara diskusi soal geng motor, di Menara 165, Jakarta Selatan.

Ada anggota waktu itu disabet, mereka ditembak jatuh dan lalu dibawa oleh teman-temannya. “Kita cari di seluruh Bandung tidak ketemu, yakin itu dibawa ke luar kota untuk dibawa ke dukun hingga kini kasus kejahatan geng motor masih ada yang belum terungkap. Salah satunya adalah kasus penyerangan terhadap anak Karo Provos Polri Brigjen Hendro Pandowo,” ungkap Setyo. 

Setyo mengungkapkan putranya pernah dianiaya di daerah Jakarta sampai sekarang belum terungkap pelakunya. Padahal luka berat karena dibacok, kini anaknya Polisi, belum yang lain-lain. Kehadiran geng motor disebabkan adanya mutasi budaya dari luar oleh remaja di Indonesia, yang pertama imitasi, rambut, dan bahkan pakaian diimitasi.

“Hidup kita tidak pernah lepas dari imitasi, mana yang jadi tren kita akan ikut termasuk geng motor," ujarnya.

Masalah ekonomi juga bisa jadi penyebab munculnya geng motor, kata Setyo. Hal ini perlu dicegah dengan perhatian anggota keluarga agar anak-anak mereka tak terjebak dalam lingkungan kejahatan.

“Kita saksikan pelarian. Di Indonesia itu rata dari menengah ke bawah, pendidikan tidak memadai. Jadi akhirnya pelarian, kumpul-kumpul, minum-minum mabuk-mabuk. Inilah hal yang kita saksikan dengan penuh kesedihan,” tutur Setyo lirih. (dade)

Post a Comment

0 Comments