Berita Terkini

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Aksi Kartu Kuning Untuk Presiden

Gan Gan R.A. (Foto: Koleksi pribadi)  
Oleh: Gan Gan R.A.

“SAJAK Pertemuan Mahasiswa” yang ditulis pada tanggal 1 Desember 1977 oleh penyair dan dramawan Rendra, bisa memberikan aksentuasi gambaran dunia pendidikan perguruan tinggi saat ini, di mana kampus mulai dipisahkan dari persoalan-persoalan sosial, dan mahasiswa sebagai agen perubahan mulai tersingkir dari pergolakan sosial politik akibat kebijakan pemerintah. Rendra, seorang pemikir besar yang selalu lantang menyuarakan kritik kepada penguasa, menuliskan kegelisahannya, di sebuah era ketika pergerakan mahasiswa ditekan oleh rezim Orde Baru, 

”Kita ini dididik untuk memihak yang mana?/ Ilmu-ilmu yang diajarkan disini akan menjadi alat pembebasan, ataukah alat penindasan?.” Dan kini, setelah pergerakan mahasiswa berhasil menumbangkan rezim Orde Baru, lalu dibajak oleh para politisi oportunis, hingga agenda reformasi melaju tanpa arah yang pasti, mulai menampakkan geliat perlawanannya setelah sekian lama mati suri.  

Ketua Umum Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia (UI), Zaadit Taqwa diamankan Paspampres setelah meniup peluit dan mengacungkan sebuah buku bersampul kuning (media massa menyebutnya “Kartu Kuning”), di acara Dies Natalis ke-68 UI di Balairung, Depok, pada hari Jum’at, tanggal 2 Februari 2018, seusai Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan pidato sambutan. Aksi Kartu Kuning yang dilakukan Ketua Umum BEM UI tersebut merupakan bentuk peringatan keras dari BEM UI kepada Presiden Jokowi atas berbagai kemelut permasalahan bangsa selama berjalannya 4 tahun pemerintahan Jokowi.

Sebuah aksi elegan yang menyedot perhatian publik.

BEM UI membuat catatan buruk tentang kinerja Jokowi sebagai Presiden RI yang tidak berhasil membawa Indonesia ke arah yang lebih baik. Ada beberapa issue nasional yang disampaikan BEM UI dalam aksi Kartu Kuning untuk Presiden yang menjadi viral di media massa & jejaring sosial media, antara lain :

1. Gizi Buruk di Asmat.
BEM UI mempertanyakan terjadinya insiden kemanusiaan, gizi buruk yang melanda beberapa tempat di penjuru Nusantara, khususnya Papua yang sangat berbeda dengan provinsi lainnya, karena Papua memiliki dana Otonomi Khusus yang tidak sedikit jumlahnya. Pada tahun 2017, dana Otonomi Khusus untuk Papua dari Pemerintah pusat mencapai sekitar Rp 11,67 triliun, dipecah untuk 2 wilayah, yakni untuk Provinsi Papua sekitar Rp 8,2 triliun dan Provinsi Papua Barat sekitar Rp 3,47 triliun. Menurut Zaadit Taqwa, “Kondisi gizi buruk tersebut tidak sebanding dengan dana otonomi khusus yang Pemerintah alokasikan untuk Papua.” 

Alasan pemerintah tentang medan geografis yang sulit dijangkau, hanyalah alibi dan bukan alasan yang harus dijadikan pembenaran atas jatuhnya korban yang tewas akibat gizi buruk dan penyakit campak. Bukankan sudah menjadi tugas dan kewajiban negara untuk melindungi segenap bangsa indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, sebagaimana yang termaktub dalam pembukaan UUD 1945, amanat konstitusi yang harus dijalankan oleh pemerintah.

2. Upaya Menghidupkan Kembai Dwifungsi Polri/TNI. Langkah kontroversial dari ide Menteri Dalam Negeri (Mendagri)  Tjahjo Kumolo, mengusulkan Perwira Tinggi (Pati) Polri yang masih aktif bertugas, menunjuk Asisten Operasi Kapolri Irjen Mochamad Iriawan sebagai Plt. Gubernur Jawa Barat dan Kadiv Propam Polri Irjen Martuani Sormin sebagai Plt. Gubernur Sumatera Utara. ”Hal tersebut dikhawatirkan dapat mencederai netralitas Polri/TNI,” kata BEM UI, Zaadit Taqwa menjelaskan. Wacana Mendagri dinilai sebagai upaya untuk menghidupkan kembali dwifungsi Polri/TNI yang menyimpang dari semangat reformasi dan menabrak perundang-undangan.
Ide ini menuai kecaman dan menjadi polemik.

Penunjukan Plt. Gubernur dari kalangan Pati Polri yang aktif, terang dan tegas melanggar Pasal 28 Ayat 1 Undang-Undang No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan bisa merusak profesionalisme Polri dalam menjalankan tugasnya. Ide yang sangat berbahaya untuk kehidupan berdemokrasi, bisa menciptakan konflik horizontal dan vertikal yang akan membentuk situasi tidak kondusif saat berlangsungnya pesta demokrasi Pilkada. Plt. Gubernur seharusnya tidak melibatkan Pati Polri yang masih aktif bertugas dan cukup diserahkan kepada pejabat eselon 1 di kementerian dalam negeri, agar netralitas Polri tetap terjaga mengingat ada 10 kandidat dari perwira tinggi Polri yang turut berlaga di pertarungan Pilkada. Pasal 28 Ayat 1 Undang-Undang No.2 Tahun 2002 menegaskan bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia harus dapat bersikap netral dan tidak melibatkan diri pada kegiatan politik praktis.

3. Penerapan Peraturan Baru Organisasi Mahasiswa. BEM UI menyoroti mengenai draf peraturan baru tentang organisasi mahasiswa (ormawa). Dalam pandangan Zaadir Taqwa, aturan baru itu bisa menjadi ancaman serius untuk kebebasan berorganisasi dan gerakan kritis mahasiswa.

Menanggapi aksi Kartu Kuning yang dilakukan Ketua BEM UI, Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Johan Budi, memberikan penjelasan kepada pers, bahwa Presiden Jokowi bersikap biasa saja dan tidak tersinggung.
***
Kampus adalah laboratorium multidisipliner ilmu, sebuah ruang berpikir untuk  mahasiswa yang bukan hanya sebatas menimba ilmu, membuat analisa dan melakukan penelitian ilmiah, tetapi juga kampus adalah ruang kebebasan berpikir kritis untuk menyikapi realitas sosial-politik-ekonomi, juga berbagai permasalahan yang timbul dari kebijakan Pemerintah yang membentuk kualitas kehidupan berbangsa dan bernegara.

Kampus adalah ruang intelektualitas untuk melahirkan kader masa depan, keanekaragaman sikap dan pandangan kritis mahasiswa merupakan aset negara sekaligus dinamika umum sebagai bagian dari proses menuju terbentuknya iklim demokratisasi kampus yang tidak menyingkirkan keanekaragaman pemikiran, karena ketika kampus hanya gandrung pada prestasi akademik dan mengejar keseragaman pemikiran, maka kampus tak ubahnya pabrik batu-bata; hanya melahirkan keseragaman sikap dan pemikiran yang dicetak. Mahasiswa adalah pemegang tongkat estafet kepemimpian yang harus dipersiapkan dengan jalan menggemblengnya bukan hanya dengan memberikan berbagai wawasan disiplin ilmu pengetahuan dan memahami teknologi, tetapi menyediakan kebebasan berorganisasi untuk mahasiswa dalam dunia kampus serta tidak melakukan pengekangan terhadap pergerakan mahasiswa yang dinilai kritis terhadap kebijakan pemerintahan.

Aksi mahasiswa selalu melahirkan catatan-catatan penting dalam perjalanan sejarah perubahan kehidupan berbangsa. Aksi mahasiswa melahirkan tokoh aktivis yang seringkali menjadi legenda dalam dunia pergerakan aksi dunia kampus. Tumbangnya rezim Orde Lama melahirkan sederet nama yang lebih dikenal dengan sebutan eksponen 66. Demikian pula bergantinya rezim Orde Baru memunculkan nama para aktivis dari dunia kampus yang kemudian masuk ke dalam mesin partai politik dan berlaga di Senayan, atau masuk ke dalam lingkaran kekuasaan eksekutif.

Aksi Kartu Kuning untuk Presiden yang dilakukan Ketua BEM UI, Zaadit Taqwa semoga menjadi pertanda dimulainya sikap dan pemikiran kritis dari kalangan dunia kampus dan menjadi inspirasi perjuangan untuk kebangkitan pergerakan mahasiswa yang harus segera turun gunung, melancarkan protes kepada Pemerintah, di tengah kompleksitas masalah tentang hutang luar negeri yang melambung tinggi, reklamasi, kriminalisasi terhadap kaum agamawan, harga kebutuhan bahan pokok yang mencekik rakyat, pertumbuhan ekonomi yang tidak kunjung membaik, penuntasan skandal korupsi BLBI, Century, KTP elektronik, fenomena LGBT, amandemen UUD 1945 yang tidak mencerminkan karakter dasar bangsa Indonesia, rancangan KUHP yang memasukkan kembali pasal penghinaan kepada presiden dan ambisi pembangunan mega proyek infrastruktur yang bersandar pada kekuatan modal asing hingga menyebabkan kebijakan privatisasi yang menguntungkan pihak swasta.

Kedaulatan Indonesia, sebagai sebuah negara dan bangsa, sesungguhnya tengah terancam oleh kekuataan besar dari pihak luar yang secara agresif menyusup dan melancarkan serangan.

Jangan menganggap enteng kartu kuning dari mahasiswa, apabila protes tersebut tidak digubris, karena selanjutnya kartu merah siap diacungkan kepada Presiden. Indonesia merindukan sosok pemimpin revolusioner yang berpihak kepada kepentingan rakyat, menjaga martabat serta kedaulatan negara dan bangsa, bukan sosok pemimpin yang sibuk bersolek dengan politik pencitraan. ***

Penulis adalah:
Koordinator Divisi Komunikasi Eksternal Satgas Advokasi Pemuda Muhammadiyah.
Entrepreneur yang tengah menggeluti dunia hukum.
Pernah tercatat sebagai mahasiswa Teater STSI/ISBI Bandung dan alumni Fakultas Hukum UMT Tangerang.Tulisannya lebih banyak karya sastra dan tersebar diberbagai media massa. Kini, fokus menulis esai tentang hukum dan politik.  

Post a Comment

1 Comments